NovelToon NovelToon
Usia Bukan Masalah

Usia Bukan Masalah

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Tante
Popularitas:256
Nilai: 5
Nama Author: abbylu

"Dia, seorang wanita yang bercerai berusia 40 tahun...
Dia, seorang bintang rock berusia 26 tahun...
Cinta ini seharusnya tidak terjadi,
Namun hal itu membuat keduanya rela melawan seluruh dunia."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon abbylu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 13

Madeline menatap dirinya di cermin sambil mengikat tali sepatu olahraganya. Koper akhir pekannya sudah siap, mobil pun sudah terisi dengan berbagai keperluan.

Semuanya sudah dipersiapkan: ia akan pergi mencari Liam.

Ia telah melewati pembicaraan dengan Valentina, mempersiapkan hatinya, dan kini tak ada lagi jalan untuk mundur. Ia akan berhenti melarikan diri.

Tepat saat hendak pergi, ia menyalakan televisi secara refleks untuk mendengarkan berita pagi.

"Dan sebelum kita masuk ke jeda iklan, sebuah kabar menarik: vokalis Skyfallers, Liam Reed, terlihat tadi malam di sebuah hotel di London… ditemani seorang penggemar, jauh lebih muda darinya, dan…" Suara sang reporter terdengar semakin sarkastik. "Katanya, kisah cinta dengan “groupie empat puluhan” kini tinggal kenangan di balik selimut. Cinta kilat atau sekadar kesalahan berikutnya? Terserah Anda yang menilai."

Madeline merasa seperti ditusuk di dada. Gambar di layar sangat jelas: Liam tersenyum bersama seorang wanita yang bukan dirinya saat menaiki tangga hotel. Meskipun Liam sempat membantah rumor itu, pemberitaan media telah semakin mencemarkan citranya.

Air mata mengaburkan pandangannya, tapi kali ini bukan karena sedih… melainkan marah pada dirinya sendiri. Ia hampir saja berlari mencarinya, tapi… untuk apa?

Dirinyalah yang meninggalkan Liam, dan kini Liam bersama orang lain. Ketakutannya akan keterbukaan telah menghancurkan satu-satunya hal yang ingin ia pertahankan.

Ia tak ingin mengulang luka Valentina. Ia tak ingin kembali menjadi perempuan yang selalu datang terlambat. Ia menutup laptop dengan keras dan duduk dalam diam, menatap kedua tangannya selama beberapa menit.

Ia tidak pergi mencarinya. Pagi itu juga, rencananya dibatalkan. Ia sudah punya mantan suami yang berselingkuh, dan tak akan mengulang pola itu lagi.

Tiga bulan kemudian.

Matahari musim semi tak lagi cukup untuk menerangi semua sudut gelap dalam hidup Madeline, tapi ia tetap mencoba. Ia menambahkan beberapa hidangan baru di menu restorannya.

Seorang pelanggan memuji lasagna buatannya minggu lalu, dan itu sudah cukup membuatnya merasa bahwa ia masih terus membangun hidup.

Valentina pulang pada hari Senin itu dengan seragam sekolah: sweater biru dongker, rok kotak-kotak, ransel yang terlalu besar, dan wajah yang masam.

"Halo, Ma," ujarnya tanpa kehangatan seperti biasanya, sambil meletakkan tas dan menggantung jaketnya.

Madeline langsung menyadari sorot mata putrinya: lelah, dan hampir meledak.

"Sayang… ada apa hari ini?"

Valentina menelan ludah.

"Lagi-lagi… menyebalkan," jawabnya, lalu menjatuhkan tubuh di kursi.

"Masih soal bullying?"

"Iya… dan lebih dari itu. Ada anak kelas akhir bilang dia bakal ulang tahun ke-18 bulan depan dan bilang mungkin mamaku masih tersedia untuk cowok seumuran dia"

Madeline merasakan hawa dingin menjalar naik di punggungnya. Ia teringat masa remajanya sendiri, tentang ejekan yang dibalut candaan. Dulu, itu tak pernah mudah.

"Terus? Kamu jawab apa?" tanyanya dengan suara tertahan.

"Nggak bilang apa-apa… aku langsung pulang. Nggak tahu kenapa aku nggak berani lawan."

Madeline menarik napas dalam. Ia tahu Valentina sedang berusaha memproses semuanya tanpa makin menyakiti diri sendiri. Ia mengangguk pelan.

"Mama paham. Tapi kamu pantas untuk dihormati. Komentar seperti itu… menjijikkan. Kamu mau mama temui kepala sekolah atau guru yang bertanggung jawab?"

"Nggak, Ma," jawab Valentina cepat. "Aku nggak mau bikin heboh yang nggak penting. Aku cuma mau pulang."

"Baik, sayang. Tapi kalau kamu berubah pikiran, jangan ragu bilang ke Ibu."

Valentina mengangguk, mengabaikan rasa sakit yang tampak jelas di matanya.

Keheningan canggung memenuhi dapur. Madeline merasa lemah. Mengapa segalanya terasa seperti runtuh di sekelilingnya? Mengapa setiap keputusan terasa menakutkan, meskipun semuanya demi melindungi putrinya?

"Ma…" ujar Valentina tiba-tiba. "Aku rasa aku butuh tinggal bersama Ayah untuk sementara waktu."

Madeline membeku sambil memegang sendok. Kalimat itu menusuknya seperti es yang menghantam langsung ke dada.

"A-a… apa?" gugupnya.

Valentina menyentuh rambutnya yang sedikit berantakan dengan gelisah.

"Cuma beberapa minggu. Untuk berpikir… dan istirahat. Di sini aku nggak bisa konsentrasi."

Saat itu juga, Madeline tahu ia harus bersikap tegas. Ia mengangguk perlahan.

"Baiklah. Makan sianglah dulu, lalu kemasi barangmu. Ibu antar dalam setengah jam."

Valentina menghela napas lega.

Madeline tiba bersama putrinya, membawa sekotak kue buatan sendiri untuk mereka berdua.

Darius muncul di pintu, tampak rapi dengan kaus biru dan senyum yang dipaksakan.

"Halo, Sayang," ujarnya kepada Valentina dengan ramah. "Masuklah, Valen."

"Hai, Ayah," balas Valentina dengan gerak tubuh menghindar.

"Terima kasih sudah mengantarnya, Madeline," tambah Darius dengan nada terlalu formal. "Bisa tolong tinggalkan dia dan pulang?"

Madeline mengangguk, tapi ia sudah mencium potensi konflik. Ia melangkah maju sebelum Darius bisa menutup pintu.

"Dengar, aku nggak mau situasi ini disalahartikan. Valentina cuma butuh ruang."

Darius memiringkan kepala, menatapnya tajam.

"Ini semua karena kamu yang jatuh serendah itu."

Ucapan itu menghantam wajah Madeline seperti tamparan keras. Amarah mengalir di nadinya.

"Maaf?" balasnya dengan suara dingin.

"Kamu dengar sendiri," sambung Darius. "Kamu terlibat dengan anak muda itu, jadi bahan gosip, dan sekarang, menurutku, keadaan nggak berjalan baik. Kamu mulai bertingkah seolah-olah kamu bukan dirimu… seolah kamu belum dewasa."

Madeline menarik napas dalam-dalam, menahan amarahnya.

"Darius, berhenti." Suaranya bergetar. "Aku nggak akan merendahkan diri ke levelmu. Aku bicara padamu sebagai ibu dari anakmu, bukan salah satu remaja yang kamu goda di luar pernikahanmu."

Untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, wajah Darius tampak pucat karena kaget.

"Aku sudah sabar menghadapi sikapmu yang diam, perubahanmu, kepahitanmu… aku bertahan bersama wanita yang meninggalkanku saat aku berjuang studi dan kerja. Jangan kurang ajar."

"Kamulah yang jangan kurang ajar!" seru Madeline, kini dengan keberanian penuh. "Kamu benar-benar menganggap aku rendah? Aku justru berani. Aku mencoba bahagia, keluar dari zona nyaman, dan bukannya mendukung, kamu malah menghakimi. Dan sekarang kamu pakai masalah ini untuk melukai aku?"

Ketika ia selesai bicara, ia sadar suaranya sudah meninggi dan tubuhnya gemetar karena marah.

"Maaf..."

Valentina muncul di pintu rumah ayahnya, wajahnya pucat.

"Ayah… semuanya baik-baik saja?" tanyanya dengan tenang, meski jelas gelisah.

Darius mengangkat bahu.

"Iya, Sayang," jawabnya dengan nada sok tenang. "Kami hanya bicara."

Valentina mengatupkan bibir, matanya mulai basah. Ia selalu jadi penengah, selalu yang memungut serpihan rumah tangga yang hancur.

Madeline menarik napas dalam, menatap Valentina. Ia melihat putrinya menenangkan diri, sesuatu yang juga harus ia lakukan.

"Baiklah, Sayang." ujar Madeline lembut. "Mama pergi dulu. Istirahat yang cukup, ya. Dan ingat… mama bangga padamu."

Valentina memeluknya, dan Madeline merasakan pelukan yang hanya bisa diberikan seorang anak yang tulus.

"Telepon mama, ya? Kita ketemu akhir pekan ini," ujar Madeline sambil berpamitan.

"Iya, Ma."

Saat ia berjalan menjauh di jalan rumah itu, punggungnya yang tegak menunjukkan keteguhan. Ini bukan pertama kalinya ia berjuang, tapi kali ini ia tahu bahwa ia berjuang untuk mereka berdua.

Dan meskipun terasa menyakitkan, ia tahu bahwa lebih baik menghadapi badai… daripada terjebak di bawah bayangannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!