NovelToon NovelToon
Sillent Treatment Suamiku

Sillent Treatment Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:494
Nilai: 5
Nama Author: Fay :)

Sinopsis



Ini berawal dari Nara yang dijodohkan oleh Ayahnya dengan laki-laki dewasa, umur mereka terpaut selisih 15 tahun. Dimana saat itu Nara belum siap dari fisik dan batinnya.


Perbedaan pendapat banyak terjadi didalamnya, hanya saja Rama selalu memperlakukan Nara dengan diam (sillent treatment) orang biasa menyebutnya begitu.


Semua permasalahan seperti tak memiliki penyelesaian, finalnya hilang dan seperti tak terjadi apa-apa.


Puncaknya saat Nara kembali bertemu dengan cinta pertamanya, rasanya mulai goyah. Perbandingan antara diamnya Rama dan pedulinya Mahesa sangat kentara jauh.


Rama laki-laki dewasa, hatinya baik, tidak gila perempuan dan selalu memberikan semua keinginan Nara. Tapi hanya satu, Rama tak bisa menjadi suami yang tegas dan tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah bagi Nara.


Pertemuan dan waktu mulai mempermainkan hati Nara, akankan takdir berpihak dengan cinta Rama atau mulai terkikis karna masa lalu Nara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fay :), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13. Sifat perlahan muncul ke permukaan

 “Bagaimana Mas kelanjutannya?” Tanya Nara setelah melihat Rama sedikit lebih santai dari kerjaannya.

   Raut wajahnya masih sama, berat dan belum bisa bercanda seperti hari biasanya. Semua manusia mungkin juga begitu, apa lagi masalah di bohongi dan harus ganti rugi sendiri, sudah pasti kecewanya berkali-kali. 

   “Do'akan aku, semoga tidak berkepanjangan masalah ini.” Jawab Rama tak memberikan alasan yang Nara tanyakan.

   “Aku memang tidak bisa membantu apa-apa, mungkin hanya menjadi tempat bertukar cerita.” Sarannya, Nara seperti susah masuk dalam pola pikir suaminya sendiri.

   Nara ingin Rama begitu terbuka, tapi Rama susah membuka dirinya untuk Nara. Kadang setiap kali pertanyaan, bukan jawaban yang diucapkan. Melainkan kata yang menggantung dan susah dicerna. 

*

*

*

    Sudah seminggu hari-hari Nara berbeda, sebab masalah yang tak juga belum beres seutuhnya. 

    Hari yang dinanti akhirnya tiba, keputusan dari atasan yang menentukan proyek yang dikelola Rama kali ini akan di tentukan hasilnya.

   Langit malam hari ini begitu gelap, cahaya bulan tertutup oleh awan menggumpal yang berjalan pelan mengitarinya, bintangpun tak menampakkan keberadaannya. 

   Rama baru saja tiba, belum ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya. Begitu sampai rumah langsung memilih menyegarkan tubuhnya dan kini duduk disamping Nara yang menanti suaminya.

   Aiden yang biasa manja, dan mengajak Aiden bermain kali ini lebih tenang, apa mungkin mengerti dengan keadaan orang tuanya.

   “Nara…” Sebut Rama setelah mengumpulkan niatnya.

   Nara menoleh kearah suaminya, yang kini wajahnya penuh dengan tekanan. Tak ada sorak kebahagiaan yang terpancar, wajah sendu yang sangat kentara.

   “Aiden main dulu Nak.” Nara menurunkan Aiden dari pangkuannya dan memberikan mainan kesukaannya.

   Sepertinya Nara paham, pembahasan kali ini lebih dalam. 

   “Kenapa Mas?” Kini Nara menghadap sepenuhnya kearah Rama. 

   “Karna ketelodaran ku kemarin, masalah yang aku ceritakan padamu. Selain ganti rugi yang harus aku tanggung, kini aku dikirim ke proyek luar pulau- proyek yang lebih kecil tapi juga butuh waktu yang berbulan-bulan juga pembuatannya.” Suaranya tercekat di tenggorokan.

   “Dan, bagaimana ini- bagaimana dengan mu, bagaimana dengan Aiden?” lanjutnya, sorot mata yang tadi penuh beban kini berganti dengan penuh harap.

   Tubuh Nara bak patung, pandangannya tak beralih dari wajah sendu Rama. Wajah yang selalu menunjukkan keceriaannya kini redup, menghilang dan terganti dengan kegelisahan. 

   Rama menoleh ke arah wajah Nara sebab tak kunjung mendapat jawaban, sejak tadi dirinya memandang kearah tangan Nara yang Rama genggam di pangkuannya.

   “Nara…” Panggil Rama lagi, kini sambil menyentuh pipi lembut Nara.

   “Lalu bagaimana Mas?” Bukan menjawab, Nara memberi respon pertanyaan. 

   “Apa kamu ikut saja kesana.” usul Rama.

   Seperti mendapat harta karun, wajah Rama yang semula redup kini sedikit lebih terang.

   Tapi tidak dengan respon Nara, dirinya tetap diam dengan pandangan kosong. Dan.. 

   “Tidak, aku disini saja. Aku tidak akan kemana-mana. Sayang rumah ini jika harus kosong Mas.”

   Cahaya yang baru saja Rama dapatkan bak mendapat pemadamanan, kembali gelap dan susah mendapat kenyamanan. 

   Pendapat Nara yang bertolak belakang dengan Rama sepertinya sedikit menyulut amarah Rama. 

   “Itu tidak masalah meskipun kosong Nara, kamu harus ikut aku.” Bentak Rama sedikit kuat. 

   Suara tangis Aiden menggelegar seisi rumah karna suara Rama yang naik satu oktaf tadi. 

   Gegas Nara menenangkan Aiden dan membawanya ke tempat yang atmosfernya lebih damai. 

*

*

*

   Perdebadaan pendapat dalam rumah tangga memang seringnya terjadi, dua otak yang dipaksa harus satu jalan akan sedikit susah apa lagi jalan yang dibentuk baru saja dimulai.

   Ini yang mengakibatkan sedikit rasa kurang nyaman Nara pada suaminya. Mereka masih dalam keadaan yang belum menemukan jawabannya dan belum selesai masalahnya, tapi Rama selalu mamaksa tubuh Nara untuk melayani Rama- yang mana di waktu itu bukan kenikmatan yang ada, tapi rasa semakin tidak nyaman semakin membara.

   Setiap meminta penyelesaian Rama menghindar dan berakhir dengan hubungan intim yang sedikit kegiatannya dengan cara yang kasar.

   “Pelan-pelan Mas.” Sela Nara dari kegiatan mereka.

   Tapi Rama bak tuli pendengarannya, tindakannya harus ia lakukan sampai mecapai puncaknya.

    Tidak ada kata manis lagi seperti dulu- terima kasih atau bangkah kecupan kening sebelum tenggelam dalam mimpi. Selesai membersihkan diri Rama terus membelakangi Nara.

   “Apakah ini ujianku akan dimulai?” Batin Nara, setelah penyatuan baru saja selesai. 

   Entah apa yang ada di pola pikir Rama, susah diterka dan sedikit bisa memahami istrinya. 

   Diamnya yang sudah melekat dangan hidupnya, semakin terasa jelas menurut Nara. Dulu mungkin ada selisih pendapat tapi Nara bisa mengendalikan sifat Rama, tapi kali ini masalahnya begitu runyam dan juga menggugah amarah Nara. 

   Nara tak menolak jika harus melayani suaminya, tapi sikapnya yang tak biasa membuat Nara sedikit ragu dalam kehidupan Rama. 

   Hati yang belum damai sepenuhnya dipaksa dengan penyatuan yang tergesa-gesa, bukan mendapat klimaks yang nyaman tapi justru ketidak puasan terhadap pasangan. Seperti amarah yang dilampiaskan dalam kegiatan keintiman.

*

*

*

   Pagi yang tak memberikan Nara semangat, rasa malas mendominasi, seperti tidak punya niat untuk mempersiapkan segalanya seperti hari-hari kemarin. 

   Nara menyentuh sisi disebelahnya, kosong. Rama sudah bangun dari tidurnya.

   Roti yang sudah di isi selai coklat kesukaan Nara dan segelas susu disampingnya, tergeletak diatas meja makan pagi itu.

   Terlihat Rama tengah menyiapkan buah keatas piring disebelahnya.

  Begitu Rama sadar akan kedatangan Nara, “Kamu sudah bangun?” Basa basinya. 

   “Apa Aiden juga sudah bangun?” lanjutnya bertanya. 

   “Kenapa Rama berubah, semalam seperti monster yang tak tau belas kasih. Dan sekarang bak pahlawan yang ingin dipuji.” Kata hati Nara, wajahnyapun menunjukkan keheranan. 

   “Ayo sini.” Ucap Rama lagi membangunkan Nara dari lamunannya. 

   Lekas Nara menghampirinya, begitu Nara duduk dikursi yang disiapkan Aiden. “Maaf, aku tidak akan memaksa kehendak ku lagi.” Ujarnya yakin, wajahnya penuh penyesalan.

   Ada sedikit hangat ketika mendengar kata maaf, meski Nara belum menunjukkan ekspresi memaafkan untuk Rama. 

  “Aku tidak akan lagi seperti itu, bantu aku untuk berubah. Aku belum bisa mengontrol emosi ku dan maaf telah melampiaskan pada tubuh mu.” Suaranya semakin sendu, matanyapun berkaca-kaca. Sepertinya maaf dari Rama serius. 

   “Iya Mas, kita sama-sama belajar menyelesaikan masalah dan mencari jalan keluar.” Balas Nara menunjukkan sedikit senyumnya. 

   “Itu pendapat ku, kalo kamu tidak suka, kita bisa bicarakan lagi.” Lanjut Nara. 

   “nggak, aku nggak akan maksa kamu lagi. Setelah aku pikir-pikir lagi setiap bulan aku bisa pulang di jadwal libur, dan kamu nggak perlu keluar dari rumah ini, kasian Aiden juga masih kecil.” Ucap Rama yakin.

   Memang terkadang pola pikir lebih tenang bisa tergapai saat adanya penyesalan.

   “Maafkan aku juga Mas, mungkin aku juga egois semalam.” 

    Rama tersenyum damai diwajahnya, sedikit menemukan kelegaan. “Ayo lanjut yang semalam tapi pake yang manis-manis.” Goda rama mencolek dagu Nara.

   “Apaan sih..” pipi Nara bersemu merah, malu-malu.. 

*

*

*

1
L3xi♡
Nangis deh 😭
Fay :): sedih ya kak 😢😢
total 1 replies
pEyt
Jelasin semua dengan detail
Fay :): siap kak.
masih outor amatir, kritik dan sarannya sangat diperlukan.
terima kasih.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!