NovelToon NovelToon
Madu CEO Koma

Madu CEO Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / Konflik etika / Nikah Kontrak / Pihak Ketiga / Pernikahan rahasia
Popularitas:20.6k
Nilai: 5
Nama Author: Realrf

"Jika memang kamu menginginkan anak dari rahim ku, maka harganya bukan cuma uang. Tapi juga nama belakang suami mu."
.... Hania Ghaishani .....


Ketika hadirnya seorang anak menjadi sebuah tuntutan dalam rumah tangga. Apakah mengambil seorang "madu" bisa menjadi jawabannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari ke-12

Musim hujan sudah benar-benar datang, bukan lagi sekedar awan mendung yang bergelayut manja dilangit. Air sudah turun dengan deras sejak dini hari. Hawa dingin semakin terasa menusuk, menyelimuti setiap sudut ruangan dengan keangkuhan yang menenangkan sekaligus menyesakkan. Kamar dengan interior bergaya klasik modern yang mahal dan luas seolah ingin membuat siapa pun yang tinggal di dalamnya merasa kecil. Dominasi warna putih gading, marmer mengilap, dan ukiran coklat tua di dinding serta pintu-pintu besar menegaskan bahwa tempat ini adalah istana — namun bagi Hania, lebih terasa seperti penjara. Penjara yang megah.

Hania membuka pintu penyambung kamarnya dan kamar Brivan, ia melangkah sedikit tergesa karena sedikit kesiangan. Entah karena tubuhnya yang kelelahan atau karena hawa dingin yang membuat Hania enggan membuka mata. Suara langkahnya teredam karpet permadani tebal dengan motif klasik. Hari ini seperti biasa, ia mulai pagi dengan membersihkan tubuh Brivan.

"Selamat pagi Tuan suami!"ujar Hania sedikit berteriak kecil, ia melangkah ke arah jendela besar dan menyibakkan tirai.

"Hujan dari jam 3 tadi belum reda, jendelanya nggak aku buka ya," tuturnya seolah Brivan akan menyahut.

"Bagaimana tidur Tuan suami? Nyenyak nggak? Mimpiin apa? Semoga nggak mimpiin aku ya .. hehehe ..." Hania terkekeh kecil, kakinya mengayun ringan mendekat ke tiang infus yang berada di sisi ranjang, memastikan sisa infus yang ia ganti semalam.

"Sekarang saatnya mandi dan ganti popok, Brivan. Suami tampanku udah bau asem ... Harus segera dimandiin."

Hania pun pergi ke kamar mandi, mengambil seember air hangat. Setelah itu dia mengambil waslap bersih, handuk, baju ganti Brivan, popok baru dan beberapa benda lain yang akan ia gunakan.

"Kita mulai mandi ya .... Selimutnya aku buka dulu. Maaf, aku mau buka baju kamu."

Selimut Brivan Hania lipat rapi dan ia letakkan di kursi. Satu persatu kancing kemeja Brivan ia lepaskan, tangan kekar pria itu juga ia loloskan. Dari yang tidak tertancap jarum infus lalu beralih ke satunya. Ia juga melepaskan celana pendek Brivan serta popok yang sudah penuh. Sebelum melepaskan popok kotor Hania lebih dulu meletakkan underpad. Hania pun membuang popok yang sudah dengan air seni, tapi meski penuh itu sama sekali tidak bau atau berwarna.

"Aku mulai usap badan kamu ya," Hania selalu bicara, seolah meminta izin si empunya tubuh sebelum menyentuh. Dengan lembut Hania mengusap perlahan tubuh pria yang kini sudah menjadi suaminya secara hukum, meski belum sekalipun ia sebut begitu dalam hati.

Waslap yang sudah ia basahi dengan air hangat, menjelajahi tubuh bagian atas Brian. Mengusap tiap jengkal kulit dan ototnya. Tubuh pria itu masih tampak begitu bagus dan menggoda, Hania tidak yakin sudah berapa lama Brivan koma. Tapi bagian perutnya bahkan masih kotak-kotak. Sebagai seorang pria, Brivan sempurna, wajah yang tampan, tubuh yang tinggi, tegap dan atletis. Meski ada beberapa bekas jahitan, tapi itu sama sekali tidak menganggu.

Hania mengigit bibir, menahan gugup saat tangannya mulai menjelajah di otot sixpack Brivan. Meski sudah mulai terbiasa, tapi Hania juga wanita biasa. Hania menggeleng pelan, mengusir pikiran kotor yang mulai menjajah otaknya. Cepat-cepat ia membersihkan bagian itu. Bagian bawah pun sama-sama membuat pikiran Hania tercemar, apalagi si ular yang hibernasi. Lembek tapi gemas sekali, membuat wanita itu selalu canggung saat membersihkan.

"Hais ... Berpikir yang waras Hania ...." Ia memukul pelan kepalanya. Dengan gerakan cepat Setelah selesai ia segera memakaikan body lotion, popok baru dan baju. Dan menutup kembali tubuh itu dengan selimut.

"Hari ini nggak keramas dulu, hawanya dingin. Nanti kamu malah pilek," tutur wanita itu sambil menyisir rambut Brivan.

"Oke, ganteng banget sih, Cuami capa ini .. comelnya." Hania mencubit gemas hidung mancung Brivan. Entah kenapa sekarang dia suka sekali melihat, dan mencubit hidung mancung suaminya.

"Aku beberes dulu ya. Hania menepuk pelan bahu Brivan, ia menunduk hendak mengambil ember. Tapi tiba-tiba tubuh Hania terasa limbung.

Punggung bagian bawahnya nyeri—nyut-nyutan pelan, seperti saat-saat menjelang PMS. Pinggulnya pun terasa berat, dan kedua kakinya seperti kehilangan tenaga. Padahal belum satu jam ia berdiri. Nafasnya mulai memburu.

"Astaga aku kenapa..." gumamnya lirih.

Ia menatap Brivan yang masih terbaring tak bergerak, lalu memutuskan untuk duduk sebentar di sofa kecil dekat ranjang. Sofa itu berlapis beludru coklat gelap, empuk dan nyaman, seperti memeluk tubuh siapa pun yang mendudukinya.

Hania menyandarkan tubuh, kepala bersandar ke sisi sofa, tangannya menekan punggungnya yang ngilu.

“Aduh, kayak nenek-nenek…” keluhnya pelan, senyum lelah muncul di wajahnya.

Matanya menatap wajah tenang Brivan.

“Kalau kamu bisa dengar... aku cuma mau bilang, kayaknya tubuh aku mulai ngerasa... beda. Gampang banget capek. Baru juga bersihin badan kamu, tapi rasanya udah kayak habis lomba lari maraton keliling kelurahan. Apa ini normal ya?”

Tak ada balasan. Hanya suara mesin dan detak alat monitor.

Ia melanjutkan, masih menatap pria itu.

"Kalau ini tandanya berhasil? Aku nggak tahu harus senang atau sedih. Tapi badan aku rasanya aneh banget, gampang banget capek. Udah kayak orang jompo, rasanya ..... Bukan cuma perut, tapi nyaris seluruh badan kayak ditarik-tarik. Kayak abis jadi kuli panggul di pasar. Pasti gara-gara bibit kamu."

Matanya mulai berat. Ia hanya ingin memejam sebentar. Tapi ternyata, tubuhnya menyerah lebih dulu. Dalam diam, tanpa sadar Hania tertidur pulas.

Ia terbangun dua jam kemudian. Mata membelalak, saat melihat jam dinding, tubuhnya menegang menyadari sesuatu yang terlewat.

"Obatnya!" serunya pelan, buru-buru berdiri.

Segera ia bergegas ke lemari obat, mengambil ampul injeksi Brivan. Namun langkahnya terhenti saat rasa lapar menghantam perutnya dengan keras.

"Aduh, lapar banget..." gerutunya.

Ia pun memutuskan ke dapur di lantai bawah. Meninggalkan semua yang masih berserakan. Hania akhirnya sampai di dapur, dapur besar dengan langit-langit tinggi, penuh cahaya dari jendela kaca besar. Warna putih bersih mendominasi, dengan rak kayu coklat gelap dan counter berbahan granit hitam mengilap. Di ujung, kulkas besar dengan layar digital terbuka saat disentuh.

Di meja, koki mansion sudah menyiapkan menu makan siang: sup krim ayam, nasi butter rice, dan ayam panggang madu. Tapi anehnya, begitu mencium aroma makanan... perut Hania justru bergejolak.

Ia menutup mulut. Mual.

"Apa ini...?" bisiknya.

Hania menunduk. Nafsu makannya menguap begitu saja. Padahal tadi ia begitu lapar. Ia mundur perlahan dan membuka lemari buah. Matanya langsung tertuju pada apel merah yang tampak segar. Ia ambil satu, mencucinya, lalu membawanya ke dapur kecil di dekat ruang makan pelayan.

Duduk di bangku kayu yang menghadap jendela, Hania menggigit apel itu pelan-pelan. Rasanya manis dan dingin. Tapi tetap saja, rasa lelah di tubuhnya belum juga pergi.

Tangannya menyentuh perut bagian bawahnya yang masih datar.

“Mungkin kamu udah ada di situ, ya? Kalau iya... bantu Ibu bertahan, ya. Setidaknya kita sama-sama nggak diminta datang ke dunia ini dengan cara begini…”

Ia mengelus pelan. Tidak tahu kenapa, tapi mulai muncul rasa hangat di dada. Sedikit saja. Kecil. Tapi cukup untuk membuatnya tetap duduk diam dan tidak lari dari semuanya hari itu.

"Kenapa cuma makan itu?" Ketus Ivana yang tiba-tiba datang.

Hania menoleh, menunduk gugup.

"Saya merasa mual melihat makanan itu," lirih Hania, Ivana tersenyum. Wanita paruh baya itu menyeringai penuh kepuasan.

1
Yanti99
Fira kenapa tiba" berubah pikiran,,apakah dia punya rencana lain?
nah loh ibunya brivan mau ke indo jenguk brivan gimana ya nanti reaksinya kalau tau Audy udah ga mengandung lagi
Yanti99
andai kamu tau Audy,brivan ga sadar karna ada campur tangan sahabatmu Mario yg kamu anggap selalu ada buat kamu,padahal dia yg mengendalikan semuanya
Em Bun
hania kamu ga mimpi kan ?


dan untuk mu ibu briv semoga segera menengok ya. putra mu tidak berdaya
nur asiah
angin segar pertolongan telah tiba untuk Brivan, semoga lancar yaaaa
Dimas Setyo 😍
Alhamdulillah Fira akhirnya mau bantu Hania dan di sisi lain ibu kandung brivan mau datang ke Indonesia semoga ini kabar baik
vay73
❤❤❤❤
kieky
ada secercah harapan bukan hanya untuk hania tapi juga untuk brivan...semoga suster fira benar" bisa membantu...agar rahasia yg ada dimansion maheswara segera terungkap...
Afiq Ditya
kok curiga ya klo Ivana dan Mario itu bersekongkol,, yapss,Audy udah seperti bidak catur yang Mario dan Ivana jalankan,, kemana arahnya dan dimana Audy harus berada seperti sudah diatur oleh Ivana dan Mario,,,
Afiq Ditya
please Hania,, klo kamu memang ingin menyelamatkan Brivan,setidaknya kamu harus punya jaminan jika nyawa kamu juga aman,,
Suster Fira memang bukan pengecut,tapi aq fikir dia lebih bisa memikirkan untuk tetap aman dalam Istana Raksasa itu,,,
Afiq Ditya
buat Audy itu Brivan adalah dunianya,, jadi kyknya gak mungkin deh klo Audy terlibat,,
bisa gak Hania jangan cari² masalah,, karena ini bukan hanya tentang Brivan z,tapi nyawa Hania juga terancam jika dia macam²,,,
Biancilla
kita lihat apa yang akan dilakukan seorang ibu melihat putranya dalam keadaan koma karena dibuat tidur oleh dokter yg juga sahabatnya
Biancilla
apa yang membuat suster Fira akhirnya mau membantu Hania.....
Estri Gunyani
semoga pas ibunya datang brivan sadar dari komanya.
Nar Sih
semoga suster fira berhasil bantuin hana
Bintang Ihsan
segera pulang ibu, dan lihatlah anak mu di beri bius setiap hari, bantulah anakmu ibu
jimin park
apa yg terjadi pada suster fira...apa ada sesuatu yg membuat dia berubah fikiran...semoga aja apa yg dikatakan suster fira benar adanya...pantas aja selama ibunya brivan g kelihatan, ternyata lagi ikut suaminya dinas
liska Supriatna
Syukurlah skrg Fira mau membantu Hania,,, tp ada apa dgn dia. apa ada seseorang yg menyakiti hatinya.... hingga dia nekad mengambil keputusan ini,,,, apa jgn² Fira suka sama Mario, tp Fira tahu kalau Mario tidak mencintainya. dn mlh menyukai Audy,..
Fitri HY
.ibu,ah ada ibunya smga bisa bantu Brivan bangun dan yg penting dia sayang sma Hania,gak julid deh
Fitri HY
.Fira kejedot kah?
Rajungan biru: agak lain
total 1 replies
liska Supriatna
Ya km memang bukan tuhan... tp km adalah malaikat maut yg perlahan-lahan akan mengambil nyawa Brivan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!