Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.13
Tak terasa sudah empat hari Neil dan Zahira berada di Swiss. Neil memutuskan untuk menyewa Villa, di dekat pegunungan Alpen. Karena jarak dari hotel, ke tempat wisata lumayan cukup jauh.
Di villa tersebut, Zahira dan Neil melakukan semuanya bersama. Zahira juga berusaha membuat Neil jatuh cinta padanya secara tak langsung.
Dimulai dari kenyamanan laki-laki itu selama ada di dekatnya. Terbukti, Neil sudah mulai merasa nyaman dan membuka dirinya walau mereka hanya sebatas teman.
"Kita mau kemana, sekarang?" tanya Zahira, berbalik menatap Neil yang sedang membersihkan meja makan bekas sarapan mereka.
"Kamu maunya kemana?" tanya Neil, kini Neil berani membelai wajah Zahira juga mencium pipinya.
Hanya sebatas itu, untuk melakukan hal yang lebih jauh. Neil masih mengingat Livia, yang beberapa hari ini sulit dihubungi.
Anak buah Neil yang bertugas menjaga Livia pun, sama tak bisa di hubungi. Neil mencoba menikmati setiap kebersamaan dengan Zahira.
"Aku maunya di rumah saja, menikmati pemandangan. Sambil minum coklat hangat," ungkap Zahira.
"Boleh, akan aku buatkan. Kamu duduk saja," ujar Neil, meminta Zahira menuju balkon kamar mereka yang langsung menghadap pada pemandangan gunung.
Jika ditanya bagaimana perasaan Zahira sekarang? Jawabnya adalah dia bahagia. Sangat sangat bahagia.
"Apa ini saatnya?" gumam Zahira sambil berpikir.
Neil datang dengan dua cangkir coklat panas, juga dua potong cupcake rasa stroberi.
"Terima kasih." Ucap Zahira.
"Sama-sama." Balas Neil.
Mereka duduk berdua, terkadang menikmati matahari terbit dan terbenam. Mengobrolkan banyak hal, tentang asal mula Zahira mengapa bisa di panti asuhan dan lain sebagainya.
"Oma dan Opa, meminta kita untuk berkunjung. Bagaimana kamu mau kesana?" tanya Neil, membaca pesan chat dari Velia.
Zahira nampak berpikir, jika mereka berkunjung menuju rumah Ello dan Velia. Maka, malam pertama di penginapan pun akan batal. Jika di rumah Nenek dan Kakek Neil, itu sangat malu bagi Zahira.
"Besok saja bagaimana?" tawar Zahira.
"Kenapa memang?"
"Aku ... Aku ingin malam ini, kita menyatu Neil." Cicit Zahira dengan menunduk malu.
Neil tersenyum menatap Zahira, secepat itu Zahira memberikan kehormatannya pada dirinya?
"Apa kamu, yakin?" tanya Neil meyakinkan, dia tak mau Zahira terpaksa.
"Ya, aku yakin." Jawab Zahira pasti.
"Kenapa harus menunggu malam, jika aku maunya sekarang." Bisik Neil, mencium pipi Zahira.
Menatap intens kedua mata berwarna coklat tersebut, sangat indah ternyata jika di lihat dari dekat. Pagi menjelang siang itu, mereka akhirnya menyatu. Alam Swiss yang dingin menjadi saksi bersatunya cinta yang mulai mekar.
Bahkan Neil melakukannya berkali-kali, seolah tak pernah ada kata lelah dan bosan. Berbeda saat dia menyatu dengan Livia, dengan Zahira ada rasa yang tak bisa dijelaskan.
****
Sementara itu.
Livia menatap benci Miller, yang mengurungnya kembali. Hari pertama dia berada di apartemen Miller tak bisa berbuat banyak karena ada begitu banyak penjaga.
Begitu pun sekarang, penjaga itu masih setia berdiri didepan pintu. Jalan satu-satunya untuk kabur adalah keluar jendela, tapi ini adalah gedung tingkat tinggi.
Jika Livia keluar lewat jendela, bisa di pastikan dia akan beda alam.
"Lepaskan aku, Miller!" teriak Livia.
Namun, Miller mengacuhkan teriakan Livia. Dia malah asik menyesap minumannya.
"Kamu mau minum, sayang?" ejek Miller.
"Sialan! Kurang ajar, lepaskan aku." Marah Livia.
"Jangan teriak-teriak Livia, kamu gak kasihan pada anak kita?"
"Anakku hanya anakku, bukan anakmu. Dia akan menjadi anak dari Neil, dan akan menyandang nama Johnson." Cibir Livia, menatap Miller dengan tatapan mengejek.
"Hanya dalam mimpimu, anak itu akan menyandang nama panjang ku. Khan," balas Miller tersenyum sinis.
Livia berteriak histeris, menyesali perbuatannya dulu mau saja melakukan cinta satu malam dengan Miller. Dengan iming-iming uang yang banyak, bukannya uang yang di dapat malah seperti tawanan dia saat ini.
Belum lagi memikirkan Neil yang sedang bulan madu dengan Zahira, membuat Livia makin histeris.
"Neil tolong aku," lirih Livia, sungguh dia hanya ingin bersama Neil.
Satu-satunya benda yang dapat menolongnya adalah ponsel, dia akan menghubungi Neil. Dan mengatakan dia diculik.
"Kita lihat, apakah Neil lebih mementingkan aku? Atau kamu wanita bodoh," cibir Livia tertawa dengan sinis.
Namun, tak ada satupun ponsel yang tergeletak di kamar atau alat komunikasi lainnya. Bahkan Miller selalu membawa ponselnya kemanapun dia berada.
"Aku harus, memikirkan caranya. Kamu harus tenang Livia," gumam Livia.
****
Kembali ke Neil dan Zahira, mereka berdua sudah sampai di kediaman Velia dan Ello. Mereka disambut dengan hangat, oleh pasangan paruh baya tersebut.
"Astaga ... Cucu nakal Oma ini, sudah besar sekarang." Kekeh Velia, tak hentinya memeluk Neil.
"Oma sudah, aku bukan anak kecil loh!" Protes Neil, yang tak suka dicium secara terus menerus.
"Kamu ini, lupa? Siapa yang dulu, selalu kasih uang jajan lebih. Saat kamu di hukum hah?" kesal Velia, dia memukul pantat Neil dengan raket untuk menangkap nyamuk.
Membuat Neil meringis, Velia dan Ello selalu memperlakukan istimewa kepada setiap cucu-cucunya.
Setelah puas mengomeli Neil, Velia beralih memeluk Zahira. Dan mengecup puncak kepala sang cucu menantu.
"Semoga kamu, bersabar bersama dengan cucu nakal ku ini." Ujar Velia, membuat Neil memutar bola mata malas. Sedangkan Zahira tersenyum tipis.
"Ayo masuk, kita bicara di dalam. Cuaca di luar lumayan dingin," ujar Ello mengajak semuanya masuk.
"Ayo sayang, biarkan suamimu bekerja." Velia menarik lembut tangan Zahira, meninggalkan Neil dengan koper di tangannya.
Rencananya mereka akan menginap, sampai hari terakhir mereka liburan di Swis.
"Bagaimana hubungan kalian, sekarang?" tanya Velia, kini Velia dan Zahira berada di halaman belakang rumah.
Yang mana ditumbuhi, berbagai macam bunga dan juga tanaman seperti sayuran dan buah. Itu semua, Velia dan Ello yang menanam.
"Baik, Oma," jawab Zahira.
"Kamu harus sabar, menghadapi Neil. Dia agak sedikit keras kepala dan juga plin plan," kata Velia, Zahira hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Velia.
"Dia selalu berubah-ubah dalam keputusan, jika sudah jatuh cinta. Dia akan menjadi laki-laki paling bucin sepanjang sejarah, seperti Ayah dan Kakeknya." Papar Velia tertawa, menatap jauh ke depan.
Teringat masa lalu yang sangat sulit, Zahira dan Velia sama-sama di paksa menikah untuk menggantikan pengantin wanita yang kabur.
Tapi sekarang, Velia dan Ello sudah bahagia dan berharap pernikahan Neil dan Zahira pun bahagia sampai akhir hayat mereka.
Bukan hanya untuk Neil, tapi untuk semua anak-anaknya dan cucu-cucunya.
"Jadi, kamu harus bersabar." Ujar Velia mengusap lengan Zahira.
"Iya, Oma. " Hanya jawaban singkat yang Zahira berikan, dia pun masih berusaha untuk meluluhkan hatinya Neil.
Dia selalu berharap, jika nanti setelah kembali ke Indonesia. Semuanya akan berubah, Neil akan memperlakukan dirinya dengan baik.
Dan harapan Zahira hanya satu yaitu, tidak adanya perpisahan baginya pernikahan bukanlah sebuah permainan, Zahira hanya ingin menikah sekali seumur hidup.
bersambung...
Maaf typo
lanjut Thor
emang enak