Sudah dua bulan sejak pernikahan kami. Dan selama itu, dia—lelaki itu—tak pernah sekalipun menyentuhku. Seolah aku tak pernah benar-benar ada di rumah ini. Aku tak tahu apa yang salah. Dia tak menjawab saat kutanya, tak menyentuh sarapan yang kubuat. Yang kutahu hanya satu—dia kosong dan Kesepian. Seperti gelas yang pecah dan tak pernah bisa utuh lagi. Nadira dijodohkan dengan Dewa Dirgantara, pria tiga puluh tahun, anak tunggal dari keluarga Dirgantara. Pernikahan mereka tak pernah dipaksakan. Tak ada penolakan. Namun diam-diam, Nadira menyadari ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Dewa—sesuatu yang tak bisa ia lawan, dan tak bisa Nadira tembus. Sesuatu yang membuatnya tak pernah benar-benar hadir, bahkan ketika berdiri di hadapannya. Dan mungkin… itulah alasan mengapa Dewa tak pernah menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon heyyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Sama Sepertiku,Kesepian.
Sudah beberapa hari dari pertengkaran malam itu, Dewa masih pulang ke rumah seperti biasanya dan tidur di sofa ruang tamu.Aku tidak berani mendekat, apalagi mengajaknya untuk berbicara, sosok Dewa yang ku kenal ,diam dan dingin ternyata bisa berubah menjadi seorang yang sangat menakutkan.
Semuanya masih seperti biasanya, Rumah tanpa suara. Satu hal yang aku perhatikan dari Dewa, Dia sama sepertiku, Kesepian. Terkadang aku melihatnya melamun di balkon sambil mengisap rokok, tatapannya kosong memandangi langit malam. Terkadang Dewa bermain game sendirian, Lalu dia kembali duduk termenung. Matanya selalu seperti ingin menangis.
Aku tidak tau tapi,mungkin ada sesuatu yang menganggunya, menganggu hidupnya. Karena sejak pertama bertemu, aku selalu memperhatikan Dewa seolah setengah dari jiwanya hilang.Seperti ada yang sedang dia pikirkan, ada sesuatu yang mengusik ketenangannya.
Selanjutnya Dewa mengajak dua orang temannya untuk bermain kerumah. Hal yang paling menarik adalah Dewa bisa tertawa bersama mereka, Mengobrol sampai larut malam, bahkan sesekali aku mendengar Dewa bergurau dengan mereka. Ceria, tatapan matanya yang mengangguku berubah menjadi seorang Dewa yang penuh dengan kesenangan.
Mereka tidur di ruang tamu bersama sama, Terkadang Dewa belum pulang bekerja,kedua temannya sudah menunggu dirumah, menganggap rumah ini seperti taman bermain, mereka kesana kemari tanpa menghiraukan aku. Mereka makan,minum dan tidur disini. Aku hanya diam di kamarku menunggu Dewa pulang, Setelah dia pulang barulah aku memberanikan diri turun ke dapur untuk makan. Mbak yuni masih belum pulang, dia meminta cuti beberapa hari lagi, setidaknya jika ada mbak yuni aku bisa sedikit lega meski bersama dengan kedua teman Dewa dirumah ini.
Mereka tidak benar benar tiap hari kesini, saat kedua temannya pulang, Dewa kembali menjadi Dewa yang aku kenal, murung, sendiri dan pendiam. Dia menjadi orang yang berbeda saat bersama teman temannya, terkadang aku penasaran, apakah di kantor dan saat bersama keluarganya Dewa juga berbeda.
Aku tau kedua temannya itu adalah teman semasa SMA, Karena ada beberapa foto kebersamaan mereka mengenakan baju SMA yang di pajang di rumah ini, Didalam foto mereka selalu Berlima, kemana mana, Pantai,gunung dan ada juga foto dimana mereka hanya duduk di ruang tamu. Hanya ada foto itu yang dipajang dirumah ini, selebihnya adalah lukisan dan beberapa karya seni yang aku sendiri tidak tau apa bentuknya. Foto pernikahan kami tentunya ada, dicetak dan dibingkai dengan berbagai ukuran, Disimpan rapi di gudang. Ditutupi oleh kain putih.
Pagi itu aku berencana untuk keluar, sekedar berjalan jalan di kota, melihat kesibukan orang orang yang aku temui di jalanan. Aku sudah bersiap, mengenakan tas tangan dan ragu ragu menuruni tangga. Dewa dan teman temannya sedang bermain game di lantai bawah.
Saat aku lewat mereka tidak memperdulikanku, Khususnya Dewa, dia hanya fokus ke layar televisi didepan matanya. Membuatku sedikit lega, Tanpa ragu ragu aku berjalan mendekati pintu dan hendak membukanya, tetapi langkahku terhenti.
"Mau pergi kemana?" Suara Dewa membuatku mematung.
Aku membalik badanku dan melihatnya, masih fokus ke layar televisi, kedua temannya juga sama.
"Aku ingin...berjalan jalan saja keluar" Ucap ku ragu ragu membelakangi pintu.
Dewa tidak langsung merespon, Masih sibuk dengan controller game di tangannya, jarinya lincah memainkan alat itu, jadi aku rasa dia tidak terlalu memperdulikanku, aku menunggu dan tidak ada jawaban darinya, aku memutuskan untuk kembali membuka pintu.
"Aku tidak memberimu izin untuk keluar" Suara dingin itu, menghentikan ku.
Aku menunduk, mengangguk kecil, lalu berjalan kembali menuju kamar, menaiki setiap anak tangga. Sedikit kecewa tapi aku tidak ingin membuat Dewa kesal atau marah, apalagi dihadapan teman temannya.
...****************...
Dewa masih sibuk bermain. Bersama kedua orang temannya, Saka dan Kai. Teman semasa SMA, mereka berada di satu kelas saat duduk di bangku SMA. Pertemanan mereka sangat akrab, saat Dewa berkuliah di luar negeri, beberapa kali Kai dan Saka mengunjungi Dewa disana.
Kai merupakan pemilik bisnis kuliner di kota ini, ada beberapa restoran yang dia kelola, sedangkan Saka bergabung dengan band kecil yang cukup terkenal di kota, dia mengisi live music dari kafe ke kafe.
"Kau terlalu keras kepadanya" Ucap Saka sedikit melirik ke arah Dewa yang nampaknya tidak terlalu memperdulikan Nadira yang sedang berjalan menaiki anak tangga.
"Pergilah ke atas dan berbicara dengannya Dewa, Setiap kali kami kesini kau tidak pernah memperdulikannya" Kai menambahi.
"Biarkan saja dia" Jawab Dewa singkat.
Mendengar itu Kai langsung mematikan game nya dan merebut paksa controller dari tangan Dewa.
"Naiklah ke atas dan berbicara" Tegas Kai.
Dewa menghela napas, Dengan berat hati dia beranjak dari duduknya, berjalan meninggalkan Kai dan Saka disana, perlahan menaiki anak tangga.
"Pria gila itu, Aku memaklumi jika suatu saat Nadira jadi gila sungguhan" Saka meletakkan controller game diatas meja. "Stress, depresi dan tiba tiba nyanyi lagu galau di tengah malam, itu semua pasti karena Dewa." Sambungnya.
Kai tertawa mengembalikan kaleng soda ke atas meja.
"Jika suatu saat Nadira menyewa seorang badut untuk berbicara, kita semua tau bukan karena dia aneh,Tapi karena Dewa."
.hans bayar laki2 tmn SMA itu