pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sahabat dalam bayangan
Kehidupan Thanzi di Akademi terus bergulir. Ia tetap menjadi anomali yang cerdas di mata para profesor, dan momok yang menakutkan bagi sebagian besar siswa, terutama para bangsawan sombong yang kini menjaga jarak darinya. Latihan mandirinya di malam hari terus ia jalani, mempertajam kemampuan ilusi resonansi dan menguasai dasar-dasar bela diri serta ilmu pedang. Ia bisa merasakan energi resonansinya semakin terasah, membuat gerakannya semakin cepat dan halus, nyaris tak terlihat oleh mata telanjang.
Namun, terlepas dari segala kemajuan dan tekadnya, Thanzi sesekali merasakan kekosongan. Di Bumi, ia memang sebatang kara, tetapi ia terbiasa dengan interaksi manusia, bahkan jika itu hanya dalam konteks pekerjaan atau pasar. Di sini, ia adalah seorang penyendiri total, dikelilingi oleh tatapan sinis.
Suatu sore, saat Thanzi sedang membaca buku langka di sudut terpencil perpustakaan, ia mendengar suara bisikan. "Hati-hati, dia ada di sana."
Thanzi mendongak. Tidak jauh darinya, seorang gadis bangsawan berambut cokelat dengan mata abu-abu yang pernah duduk di sebelahnya saat ujian terakhir, sedang berbicara dengan teman-temannya. Gadis itu adalah Lady Aella, putri dari keluarga Count kecil yang tidak begitu berpengaruh. Di sampingnya, ada seorang pemuda bertubuh kurus dengan kacamata tebal, yang Thanzi ingat bernama Reo, putra seorang sarjana terkenal, bukan bangsawan.
Aella mengangguk ke arah Thanzi, wajahnya netral. "Aku tahu. Tapi dia tidak melakukan apa-apa. Dia hanya membaca."
"Jangan mendekatinya, Aella," bisik teman Aella yang lain. "Dia menakutkan. Kudengar dia membuat Alaric melukai dirinya sendiri."
Aella hanya menghela napas. "Itu bukan salahnya Alaric jika dia tidak bisa mengendalikan sihirnya sendiri."
Thanzi, yang mendengar percakapan itu, merasakan sesuatu yang asing: sedikit rasa terkejut. Jarang sekali ada yang berbicara demikian tentang dirinya di sini.
Beberapa hari kemudian, Thanzi sedang berlatih ayunan pedang dasar di lapangan yang sepi, saat ia melihat Reo diam-diam mengamatinya dari balik pohon. Reo adalah tipe pemalu, selalu menunduk, dan tampaknya kurang percaya diri dengan fisiknya yang lemah.
"Kau bisa belajar lebih banyak jika kau memegang gagang pedang dengan lebih erat, bukan hanya dari pangkal bilahnya," kata Reo tiba-tiba, suaranya pelan.
Thanzi terkejut. Ia menurunkan dahan pedangnya. "Kau mengawasiku?"
Reo tersentak, wajahnya memerah. "M-maaf! Aku tidak bermaksud! Aku hanya... hanya lewat."
Thanzi melihat kejujuran di mata Reo. Dia tidak mengejek. "Lalu kenapa kau memberitahuku tentang gagang pedang?"
"A-aku banyak membaca tentang teknik pedang," jawab Reo, semakin menunduk. "Dan penguasaan pegangan itu penting. Tapi aku sendiri tidak bisa melakukannya..."
Thanzi mengangguk. Ia merasakan sedikit ketertarikan. Reo mungkin lemah fisik, tapi otaknya tajam, seperti dirinya. "Terima kasih," kata Thanzi singkat. Reo menatapnya, sedikit terkejut karena Thanzi tidak marah.
Sejak saat itu, Reo mulai sesekali muncul saat Thanzi berlatih, kadang memberikan saran teknis yang cerdas dari sudut pandang teoritisnya. Thanzi, di sisi lain, mengajari Reo beberapa gerakan sederhana untuk meningkatkan kecepatan dan keseimbangan, menggunakan pengetahuannya tentang energi resonansi secara halus. Reo tidak tahu mengapa gerakannya terasa lebih ringan setelah berlatih dengan Thanzi, ia hanya merasa lebih baik.
Tak lama kemudian, Aella juga mulai sering terlihat di sekitar Thanzi, terkadang bergabung saat Thanzi dan Reo bertemu di perpustakaan atau di sudut terpencil kampus. Aella adalah gadis yang tenang, observant, dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap orang lain. Ia tidak takut pada Thanzi, melainkan penasaran.
"Kau berbeda dari Thanzi yang dulu," kata Aella suatu hari, saat mereka bertiga duduk di sebuah bangku tersembunyi di taman akademi.
Thanzi menatapnya. "Memangnya kenapa?"
"Thanzi yang dulu selalu mencari perhatian, selalu cengeng, dan mudah marah," lanjut Aella, matanya menatap Thanzi. "Kau... kau tenang, cerdas, dan berbahaya. Tapi entah kenapa, kau tidak terasa seperti penjahat."
Oh, aku adalah penjahat, Aella. Hanya saja kalian belum melihatnya, pikir Thanzi dalam hati. Namun, ia tidak mengatakannya. Ia hanya tersenyum tipis.
Mereka bertiga mulai menghabiskan waktu bersama secara sembunyi-sembunyi. Reo, dengan kecerdasannya yang luar biasa dalam teori, membantu Thanzi memahami lebih dalam tentang berbagai jenis sihir dan kelemahan mereka, bahkan membahas tentang Seruling Giok Hitam yang pernah ia baca di beberapa catatan kuno. Aella, dengan kepekaan dan intuisinya, sering kali bisa merasakan perubahan suasana hati atau niat tersembunyi dari orang lain, yang sangat membantu Thanzi dalam menguji efek ilusi resonansinya pada orang-orang 'bermasalah'.
Persahabatan mereka tumbuh dalam bayangan. Thanzi tidak pernah terang-terangan menunjukkan kedekatannya dengan mereka. Ia tahu, jika ada yang melihat ia berteman dengan Aella dan Reo, mereka berdua akan berada dalam bahaya. Statusnya sebagai 'anak buangan' dan 'penjahat' di mata keluarga bangsawan lain akan menempel pada mereka.
Aku tidak ingin mereka terlibat dalam kekacauan yang akan kubuat di Akademi ini, pikir Thanzi. Merekalah satu-satunya orang yang tidak melihatku sebagai monster. Aku harus melindungi mereka.
Maka, pertemuan mereka selalu dilakukan di tempat-tempat tersembunyi: perpustakaan di jam-jam sepi, taman akademi di malam hari, atau di sudut-sudut terpencil yang jarang dilewati siswa lain. Mereka adalah sahabat dalam bayangan, satu-satunya cahaya kecil dalam dunia Thanzi yang penuh intrik dan rencana gelap.
Thanzi tahu, ia akan membutuhkan mereka, meskipun secara tidak langsung, dalam misinya untuk menyeimbangkan plot. Mereka adalah sumber informasi, mata dan telinga, dan yang paling penting, sepasang telinga yang tidak menghakiminya.