DILARANG KERAS PLAGIARISME!
Aruni adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama. Dia berencana untuk berlibur bersama kawan-kawan baik ke kampung halamannya di sebuah desa yang bahkan dirinya sendiri tak pernah tau. Karena ada rahasia besar yang dijaga rapat-rapat oleh ke dua orang tua Aruni. Akankah rahasia besar itu terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENI TINT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2 TUMBAL ANJANI
Anjani terbangun dan mendapatkan kesadarannya kembali. Terbangun di atas dipan bambu dalam kamarnya. Ia mencoba untuk bangkit namun badannya terasa sakit. Ia akhirnya duduk di pinggir dipan. Matanya mencoba memperhatikan sekitar. Dan ia ingat betul sebelumnya dia ada di dalam kamar Ayahnya bersama sosok menyeramkan itu. Namun kali ini Anjani sama sekali tak merasakan takut. Kali ini dirinya justru merasa sangat akrab dengan sosok itu. Sosok yang bahkan dirinya tak tau sama sekali. Apa? Atau siapakah sosok itu sebenarnya?
Saat Anjani mencoba berpikir sambil mengumpulkan tenaga, ia mendengar percakapan dari luar kamarnya. Suara seorang lelaki yang sangat dia kenal sedang berbicara dengan sesuatu yang sudah tak lagi ia takuti. Suara sang Ayah dan sosok menyeramkan itu. Anjani bangkit dari duduknya, berjalan perlahan menuju pintu kamar. Dan dia membuka pintu itu. Ia melihat Ayahnya sedang duduk bersila berhadapan dengan sosok menyeramkan itu.
"Sudah waktunya aku akan mewariskan ilmu ini kepada anakku, Anjani." Ucapan yang didengar oleh Anjani dari ayahnya kepada sosok itu.
"Sebentar lagi akan tiba waktu yang tepat. Aku ingin kau menjadikannya tuanmu, bukan sebagai budakmu. Kau harus menjadi pelindungnya, bukan menjadi pembawa petaka. Tidak pula menjadi petaka untuk desa ini." Tambah sang Ayah.
Sosok itu dengan berdiri tegap, dengan penampakan yang persis sama seperti sebelumnya Anjani lihat, tertawa dengan suara berat dan mengerikan. "Hahahaha... Baiklah..."
Seketika itu pula, sosok tersebut menoleh ke arah Anjani. Seolah memang dia tau bahwa Anjani ada sedang memperhatikan mereka berdua. Namun Anjani melihat semua itu perlahan mulai samar, lalu... Gelap...
*****
"Nduk, bangun Nduk..."
Anjani perlahan membuka ke dua matanya. Terlihat dengan samar Ibunya sudah ada di sampingnya.
"Ayah... Ayah... Anjani sudah sadar..." Ucap Ibu memanggil suaminya. Tak lama Ayahnya pun datang dengan membawa segelas air. Lalu duduk di samping Anjani yang masih terbaring di atas dipan.
"Nduk, kamu sudah sadar nak?" Tanya Ayahnya.
"Ayah... Aku... Kenapa?" Tanya Anjani dengan suara lirih sambil menahan rasa sakit di kepalanya.
Ibunya mencoba mendudukkan anak kesayangannya itu. "Tadi Ibu pulang dari pasar, lihat kamu tergeletak di dalam kamar Ayah Nduk..." Jawaban Ibunya dengan tenang.
Ayahnya memberikan segelas air kepada Anjani, "Nduk, minumlah, ini akan membuatmu lebih tenang."
Anjani meminum air itu. Kemudian ia bertanya lagi kepada ke dua orang tuanya. "Ayah, Ibu, aku kenapa?"
"Justru kami yang harus tanya itu ke kamu Nduk, ada apa sama kamu selama kami tak di rumah?" Ucap Ayahnya.
Anjani mencoba mengingat-ingat kembali apa yang dia alami sampai ditemukan oleh Ibunya tergeletak dalam kamar Ayahnya.
"Ayah... Aku..." Jawab Anjani terputus sambil mencoba menceritakan yang sudah ia ingat kembali.
"Aku... Melihat sosok di bawah pohon beringin itu." Sambil menunjuk ke arah luar rumah. Seketika itu juga Ayah dan Ibu Anjani terdiam. Seolah memahami sesuatu yang sudah terjadi pada anaknya itu.
"Sosok itu memanggilku, tapi aku berlari ke dalam rumah. Dan... Aduuuh..." Anjani tak melanjutkan ceritanya, kepalanya terasa sangat sakit. Seolah ada sesuatu yang mencengkeram kepalanya. Ayah dan Ibunya kembali menenangkan putrinya itu. Disuruhnya Anjani untuk istirahat kembali.
"Sudah Nduk, istirahatlah... Ayah dan Ibu akan menjagamu sampai kamu pulih." Ucap sang Ayah sambil merebahkan tubuh anaknya di atas dipan.
*****
Sudah mendekati waktu tengah malam, Anjani belum juga terbangun lagi. Ayah dan Ibunya dengan sabar dan penuh waspada menjaganya. Mereka duduk berdua di ruang tamu.
"Ayah, apakah sudah waktunya untuk Anjani?"
"Iya Bu, memang sudah waktunya, dan itu akan dilakukan tiga hari lagi Bu. Tepat di malam kelahiran anak kita." Jawab sang Ayah.
"Tapi, apakah akan kuat tubuhnya menerima itu? Sahut sang Ibu. Suaminya menatap wajah istrinya itu, terlihat jelas raut wajah penuh kekhawatiran. Kekhawatiran yang sebenarnya dirasakan pula oleh dirinya.
"Siap tidak siap, kuat tidak kuat, memang sudah harus dilakukan Bu. Lagi pula aku sudah tua. Aku takut jika sampai tak mewariskan itu kepada Anjani. Akan terjadi malapetaka besar bagi desa ini." Jawab sang Ayah meyakinkan istrinya.
"Kamu sudah mencari semua sesajen untuk ritual? Lanjut sang Ayah.
"Sudah aku siapkan semuanya. Tapi... Aku seperti tak rela jika Anjani menjadi..." Sebelum selesai ucapan istrinya itu, sang Ayah memotong dengan penuh keyakinan, "Sudah Bu, jangan khawatir, ini semua demi keselamatan desa dan juga demi keselamatan hidup Anjani Bu." Tegas sang Ayah.
"Apa kamu sudah lupa kejadian masa lalu yang menimpa desa kita ini Bu?" Tanya sang Ayah dengan nada penuh kekhawatiran. Rasa khawatir jika kejadian itu terulang kembali jika sampai ilmu itu tak segera diwariskan kepada anak mereka, Anjani.
Dahulu, di desa tempat Anjani dan ke dua orang tuanya tinggal, telah terjadi sebuah kejadian mengerikan. Berkaitan dengan sosok makhluk mengerikan yang mencari mangsa. Makhluk yang selalu haus darah. Hampir setengah dari penduduk desa menjadi korban, tak luput juga desa sebelah menjadi sasaran keganasan makhluk tersebut.
Makhluk itu entah datang dari mana, entah siapa yang mengirimnya, mencari korban tumbal manusia. Tak pandang usia. Selama beberapa tahun desa dalam ketakutan. Orang-orang tak berani keluar rumah ketika senja menjelang. Suasana desa menjadi mencekam. Ditambah terror makhluk itu yang meninggalkan jejak korban dalam keadaan mengenaskan. Setiap korbannya ditemukan dalam kondisi perut yang sudah tersobek, dan isinya semua hilang. Dan begitulah cara makhluk itu mengambil tumbalnya.
Sang Ayah kembali mengingatkan istrinya, dengan kembali mengisahkan seseorang yang akhirnya mampu menaklukkan makhluk tersebut. Orang itu memiliki ilmu kanuragan tinggi. Sehingga mampu menaklukkan makhluk itu meski dengan susah payah. Dan tak lain orang itu adalah kakek Anjani.
"Bu, aku diwariskan ilmu itu oleh mendiang bapakku. Dan sudah menjadi perjanjian antara aku dan bapakku, bahwa aku harus mewariskannya kepada anakku kelak." Sang Ayah berdiri dan berjalan ke arah jendela ruang tamu. Menatap dengan mata penuh kekhawatiran sekaligus harapan, "Jika tidak, maka makhluk itu akan kembali lepas dan liar. Mencari tumbal seperti masa itu. Semoga Anjani kuat. Dan aku berjanji akan membimbingnya sampai makhluk itu pun tunduk kepada Anjani." Tambahnya.
"Lagipula, setelah makhluk itu ditundukkan, justru bisa bermanfaat untuk orang yang menjadi tuannya, dan juga bagi semua orang yang membutuhkan bantuan." Lanjut sang Ayah kepada istrinya.
"Ya sudah, Ibu terima dan pasrah jika memang itulah takdir Anjani..." Sang Ibu menjawab dengan suara lirih. Namun sudah tak bisa lagi untuk menolak kenyataan bahwa ilmu yang akan diwariskan kepada anaknya sangatlah berat. Hanya harapan dan doa kepada Sang Pencipta untuk Anjani, anak semata wayangnya.
"Tapi Bu, ada satu syarat yang harus dipenuhi supaya ritualnya berjalan lancar..."
"Apa itu Ayah?" Tanya sang Ibu.
Sang Ayah berbalik badan, menatap kepada istrinya yang sudah bertanya, dan menarik nafas perlahan kemudian menjawab,
"TUMBAL ANJANI"