Hafsah bersimpuh di depan makam suaminya, dalam keadaan berbadan dua. Wanita berjilbab itu menumpahkan rasa lelah, atas kejamnya dunia, disaat sang suami tercinta tidak ada lagi disisinya.
Karena kesalahan dimasa lalu, Hafsah terpaksa hidup menderita, dan berakhir diusir dari rumah orang tuanya.
Sepucuk surat peninggalan suaminya, berpesan untuk diberikan kepada sahabatnya, Bastian. Namun hampir 4 tahun mencari, Hafsah tak kunjung bertemu juga.
Waktu bergulir begitu cepat, hingga Hafsha berhasil mendapati kebenaran yang tersimpan rapat hampir 5 tahun lamanya. Rasa benci mulai menjalar menyatu dalam darahnya, kala tau siapa Ayah kandung dari putrinya.
"Yunna ingin sekali digendong Ayah, Bunda ...." ucap polos Ayunna.
Akankan Hafsah mampu mengendalikan kebencian itu demi sang putri. Ataukah dia larut, terbelunggu takdir ke 2nya.
SAQUEL~1 Atap Terbagi 2 Surga~
Cuma disini nama pemeran wanitanya author ganti. Cerita Bastian sempat ngegantung kemaren. Kita simak disini ya🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13
Sejak kecil, Puspita memang terlahir sebagai orang berada. Rumah Puspita besar dan megah dengan dua lantai. Dulu Puspita sangat akrab dengan Dista, sebelum mereka naik dikelas 9.
"Kapan kita mainnya, Bi?" tegur Ayuna yang sudah mulai lelah.
Hehe ....
Dista hanya dapat nyengir kuda saat membukakan pintu untuk Ayuna. Dia lalu membantu bocah kecil itu untuk turun terlebih dahulu.
"Setelah ini, bibi janji deh sama Yuna!" gumam Dista mengajungkan jari kelingkingnya.
Hafsah sejujurnya merasa kasian dengan sang putri. Tapi dia harus tetap menyelesaikan pencarian itu.
"Sayang, sabar ya! Setelah ini, nanti kita ke tempat bermain. Oke!"
Ayuna hanya mengangguk. Bocah kecil yang memakai abaya bewarna biru muda serasi dengan jilbab pasminanya itu berjalan lebih dulu, dan terlihat semakin lucu dengan tas selempang mungilnya.
"Sah, kapan ya 'ALLAH memberikan aku anak?" gumam Dista tersenyum nanar, saat melihat Ayuna dari belakang.
Hafsah mengusap kasar pundak sahabatnya. Dia tahu sesakit apa ujian orang yang belum dapat mengandung. "Dis, terus ikhtiar dan berdoa! Jangan putus dari dua itu. Anggap Yuna sebagai putrimu juga."
Dista mengangguk, lalu mengikuti langkah Ayuna untuk masuk kedalam rumah orang tua Puspita.
Setelah mengobrol singkat, rupanya Puspita memang tidak tinggal dirumah itu. Dia ikut suaminya tinggal didaerah Malang. Bu Nanik memberi alamat rumah Puspita kepada Dista. Setelah berhasil mengantongi alamat itu, Hafsah dan Dista langsung pamit undur diri.
"Kita ke butik langgananku bentar, ya Sah! Aku sudah memesankan Ayuna abaya. Nanti kita ambil," ucap Dista sebelum menjalankan mobilnya.
"Yee ... Abaya baru lagi!" girang Ayunna bersorak.
Hafsah tersenyum hangat, dia mengusap kepala sang putri sambil berkata, "Ayo sayang, bilang apa sama Bibi."
"Makasih Ya, Bi!" Ayuna spontan langsung merengkuh Dista dan juga Bundanya secara bersama.
"Sama-sama, Sayang!"
*
*
*
~Butik Fatma Collection~
"Apa bu Fatmanya ada?" tanya Dista kepada salah satu pekerja butik itu.
"Ada, bu! Sebentar saya panggilkan dulu," jawab wanita berjilbab merah.
Begitu pekerja itu naik kelantai dua, Hafsah dan Dista menunggu dengan duduk di sofa yang telah disiapkan. Ayuna, gadis itu tampak anteng karena sedang menikmati snack dan juga susu kotak ditangannya.
Pintu masuk terbuka lagi. Seorang pria muda bekisar umur 25 tahun masuk dengan pakaian dinasnya, yakni setelan jas hitam rapi. Pria itu mengedarkan pandangan keseluruh ruang, mencari sosok pemilik butik itu.
"Permisi, apa bu Fatma ada?" tanya pria tadi kearah tempat duduk Hafsah.
"Ada, Mas! Anda bisa tunggu dulu, sama seperti kita. Pekerjanya sedang memanggil bu Fatma," jawab Dista.
Pria muda itu mengangguk. Lalu dia segera duduk disofa sebrang depan Hafsah. Melihat Ayuna yang sejak tadi menatap kearahnya, pria itu melambaikan tangan kecil, sedikit mengajak Ayuna bergurau.
"Bunda, apa Ayuna boleh duduk disamping Paman itu," ijin Ayuna menunjuk kearah pria tadi.
"Boleh, tapi jangan nakal ya Sayang!"
Ayuna lali mendekat kearah pria muda tadi. Bocah kecil itu menyodorkan snack dan juga susunya, siapa tahu pria muda itu mau minta. Dasar Ayuna.
"Apa Paman mau? Ambilah, Paman tidak perlu malu," ucap Ayuna mengangkat snacknya.
'Apa perasaanku, kalau mata bocah ini sangat mirip dengan Tuan!' Pria muda itu tersadar setelah menatap lamat kedua netra Ayuna.
"Paman nggak mau kalau cuma satu. Maunya semua, boleh?" jawab Pria tadi dengan wajah melasnya.
Huh!!!
Ayuna mendesah dalam. Lalu melihat kembali snack didalamnya masih atau tidak. Dan ternyata tinggal sedikit. "Yah ... Kalau Paman minta semua, lalu Yuna makan apa dong?" dilihatnya lagi isi snack itu, "Ya sudah deh ... Ini buat Paman nggak papa! Bunda bilang, kita harus baik kepada semua orang."
"Bagus, Yuna!" Pria itu mengusap kepala Yuna dengan lembut, "Tapi sayangnya, Paman tiba-tiba sudah kenyang nih! Makan Yuna aja, Ya!"
Ayuna mengangguk, lalu dia ikut duduk disamping Pria muda itu. Pria muda itu menoleh ... Hidung itu, wajahnya, semua sangat mirip dengan sang majikan.
'Nggak mungkin! Tapi kenapa kebetulan seperti ini. Tuan belum pernah menikah, lalu bagaiman ada bocah yang mirip sekali wajanya dengan dia?'
Tap! Tap! Tap!
Fatma turun mengembangkan senyum, karena customer setianya sudah duduk dengan rapi didalam.
"Pak Dimas, sebentar ya!" ijinnya pada Pria muda tadi yang ternyata bernama Dimas.
"Bu Dista, ayo ikut saya!" seru Fatma mengajak Dista untuk melihat pesananannya untuk Ayuna.
"Sah, aku kedalam sebentar ya! Yuna, kamu mau ikut Bibi, nggak?"
Ayuna menggelengkan kepala pelan, karena dia merasa nyaman dekat dengan pria muda disampingnya kini.
Karena Ayuna tidak ikut, jadi Hafsah yang ikut dengan Dista, memperkirakan ukuran baju untuk sang putri.
"Hai, apa wanita tadi Bundamu?" tanya Dimas menyerongkan duduknya.
"Benar Paman, itu Bunda Ayuna! Cantik, kan?" jawab Ayuna sambil menikmati makanannya.
"Iya deh cantik! Yuna, kalau Ayah Yuna kemana, kok nggak ikut?"
Ayuna spontan menghentikan gerakan makannya. Dia sedikit menunduk dengan wajah berubah sendu. Namun setelah itu dia menoleh mantap Dimas, "Ayah sudah pergi jauh, Paman! Rumah Ayah yang sekarang, ada di pemakaman deket rumah Yuna."
Degh!
Hati Dimas ikut terasa sesak. Dia tanpa sengaja, rupanya berbicara dengan bocah yatim. Dimas merasa tidak enak, membuat gadis kecil itu harus mengingat sosok sang Ayah, yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.
"Ayah pergi, disaat Yuna masih didalam pelut Bunda, Paman! Jadi Yuna hanya lihat Ayah dari fotonya saja," imbuh Ayuna melanjutkan makannya kembali.
'Syukurlah itu hanya perasaanku! Ternyata Yuna memiliki seorang Ayah, walaupun sudah meninggal'
"Maafin Paman ya, Yuna! Paman nggak tahu kalau Ayahnya Yuna sudah pergi."
Yuna tersenyum manis, memperlihatkan deretan gigi susunya, "Nggak papa, Paman! Kata Bunda, kita harus saling memaafkan!"
Begitu Dista dan Hafsah kembali, mereka lalu menghampiri Ayuna untuk diajaknya pulang. Dan sekarang giliran Dimas, yang menghadap Fatma untuk mengambil pesanan Tuannya.
"Apa pak Bastian tidak ikut?" tanya Fatma setelah mengambilkan rancangan jas untuk Bastian.
"Sedang sibuk, bu Fatma! Apa Jasnya sudah jadi?"
"Sudah! Ini," Fatma memberikan satu paperbag ukuran tanggung.
"Terimakasih, kalau begitu saya permisi."
Setelah mengambil pesanan Tuannya, Dimas langsung menuju perusahaan, karena masih jam kerja berlangsung. Dan ternyata, Dimas adalah asisten Bastian Atmaja. Sahabat dari Ragantara dan Hafsah dulunya.
Begitu mobil Dimas sampai, dia langsung berjalan masuk kedalam sambil menenteng paper bag tadi.
"Tuan ada didalam?"
"Tuan baru saja keluar makan siang, Pak Dimas!" ujar sang sekertaris.
Dimas lalu berjalan kesembarang arah, untuk menghubungi Tuannya kini. Selang menunggu beberapa menit, panggilannya terhubung dengan Bastian.
"Ada apa, Dimas?"
"Tuan, Anda kemana sih? Ini pesenan Anda sudah saya ambilkan," pungkas Dimas sambil mengangkat paperbag tadi.
"Kamu menggangu saja, Dimas! Saya sedang makan siang penting. Sudah, jangan mengganggu saya dulu!"
Tut!
Panggilan terputus sepihak oleh Bastian. Setelah itu dia kembali kembali duduk bersama seorang wanita cantik yang memakai abaya hitam, yang dipadukan jilbab bewarna coklat. Disana juga ada bocah laki-laki berusia 5 tahun, yang kini tampak antusias menunggu kedatangan Bastian.
"Om Bas, ayo kita makan lagi!" ujar bocah kecil tadi yang sudah tidak sabar, ingin disuapi oleh Bastian.
"Sayang, kamu bisa makan sendiri! Biarkan Om Bas makan juga," ucap wanita cantik tadi.
"Nggak papa, Aisyah! Saya senang menyuapi Narendra makan!" balas Bastian tersenyum hangat.
"Anda terlalu memanjakannya, pak Bastian," kekeh wanita tadi, yang bernama Aisyah.
Setelah hampir 6 bulan tiba di Tanah Air, Bastian membuka hati kembali, saat bertemu dengan wanita cantik bernama Aisyah. Bastian mengenal Aisyah, saat pertama kali melihat di apartement yang sama dengan miliknya, hingga dia jatuh cinta pada pandangan pertama.
Sementara Aisyah, dia adalah seorang janda satu anak, yang baru saja bercerai dengan suaminya 2 bulan yang lalu. Entah menaruh rasa atau tidak, Aisyah masih menganggap hubungan itu dalam tahap pertemanan saja. Dia masih trauma, semenjak mendapat penghianatan dari mantan suaminya dulu.
"Om Bas, Bunda ... Nanti setelah ini kita ke Playground yuk! Boleh 'kan?" pinta Narendra mengatupkan kedua tanganya didada.
Bastian tersenyum sambil mengusap kepala Narendra, "Boleh sayang! Nanti kita ajakin Bunda juga, ya!" bisik Bastian sambil terkekeh.