Setelah tau jika dia bukan putri kandung Varen Andreas, Lea Amara tidak merasa kecewa maupun sedih. Akan tetapi sebaliknya, dia justru bahagia karena dengan begitu tidak ada penghalang untuk dia bisa memilikinya lebih dari sekedar seorang ayah.
Perasaannya mungkin dianggap tak wajar karena mencintai sosok pria yang telah merawatnya dari bayi, dan membesarkan nya dengan segenap kasih sayang. Tapi itu lah kenyataan yang tak bisa dielak. Dia mencintainya tanpa syarat, tanpa mengenal usia, waktu, maupun statusnya sebagai seorang anak.
Mampukah Lea menaklukan hati Varen Andreas yang membeku dan menolak keras cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MCD 13
"Kamu...."
Lea termangu dengan raut wajah setengah terkejut setengah terheran pada sosok pria yang saat ini ada di depan matanya. Sosok yang Lea pikir Varen ternyata bukan, melainkan lelaki yang pernah di temui Lea di kantor Varen beberapa hari yang lalu.
Pria itu yang tak lain adalah Rey. Berdiri tersenyum manis pada Lea. Tangan kanan Rey menenteng sebuah parcel buah-buah segar, dan tangan kirinya mendekap sebuah bucket bunga mawar dari tiga warna merah, kuning, dan putih.
Rey lalu bertanya seolah mengenal Lea dengan akrab." Bagaimana kondisi nona? tapi tampaknya nona sudah lebih membaik ya. Ah, syukur lah saya turut senang melihat nona sudah membaik. Dan maaf, saya baru bisa menjenguk nona."
Ck. Lea hanya diam tapi dalam hatinya mencibir Rey 'dia yang tanya dia pula yang jawab. Dasar pria aneh.'
"Oya, ini dari saya khusus untuk nona. Tolong diterima ya !"
"Anda letakkan saja di sana." Lea menunjuk ke arah meja dengan dagunya.
Senyum Rey menghilang dan kembali menarik tangannya. Karena Lea menolak bucket yang Rey sodorkan padanya.
"Baiklah." Rey kemudian berjalan ke arah meja dan meletakkan buah tangannya di sana termasuk bucket.
Lea hanya diam dan ekor matanya melirik gerak gerik pria yang sok akrab itu. Tapi begitu Rey melihat ke arah Lea, gadis itu segera meluruskan pandangannya. Rey tersenyum. Tingkah gadis yang mengaku calon istri dari bosnya ini terlihat menggemaskan pikirnya.
"Oya, kemana Daddy nona?"
What ! Daddy nona? dengan pandangan menjurus ke depan, mata cantik Lea membola karena terkejut mendengar pertanyaan dari Rey. Beberapa hari yang lalu, dia mengaku pada Rey bahwa dia adalah calon istri dari bos nya. Dan kini Rey menyebut Varen 'Daddy' nya seolah Rey sudah mengetahui hubungan antara dirinya dengan Varen.
"Apa orang ini sudah tau kalau aku putri daddy? Apakah Daddy sendiri yang memberi tahu pria ini?" Lea membatin dengan perasaan tentu saja malu.
Meski Rey hanya melihat sebagian wajah Lea, tapi bukan berarti dia tak tau bagaimana keseluruhan raut wajah Lea saat ini. Sangat menggemaskan pikir Rey. Rey lantas meralat pertanyaannya." Ma'af maksud saya, Tuan Varen. Dimana beliau nona?"
Rey berpikir entah apa alasan gadis itu mengaku padanya jika Varen merupakan calon suaminya. Dan Rey semakin yakin jika Lea memang putri dari Varen bukan calon istrinya. Apalagi dia sempat mendengar Lea menyebut 'dad' dan itu pasti sebutan untuk Varen.
Dan jika Lea merupakan calon istri Varen, tak mungkin sang Tuan meminta dirinya untuk mengatur ulang pertemuannya dengan kakak sepupunya, Selly.
"Ehem. Aku tidak tau. Mungkin anda bisa mencarinya di luar," jawab Lea tanpa melihat pada Rey.
Rey manggut-manggut seraya tersenyum penuh arti. Dia berkata lagi pada Lea." Apa saya boleh menunggu Tuan Varen di sini saja karena saya ada keperluan penting dengan beliau."
"Terserah." Setelah mengucapkan satu kata yang terkesan masa bodoh itu, Lea kembali merebahkan diri dan tidur memunggungi Rey.
Rey tersenyum, kemudian mencari posisi sofa yang nyaman untuk diduduki. Berulang kali lirikan nya mengarah pada Lea yang tak kunjung mengubah posisi tidurnya.
Jujur, ada keinginan Rey untuk bicara banyak dengan Lea. Tapi tampaknya Lea tipe gadis yang jutek, cuek dan sulit di ajak bicara. Meski begitu, dia suka tipe gadis seperti itu. Seperti sebuah tantangan baru yang harus di taklukan.
"O shiitt. Kau mikir apa, Rey?" Rey menepuk jidatnya. Bisa-bisa otaknya berpikir untuk menaklukan hati seorang putri dari bos nya sendiri.
Saat Rey memperhatikan Lea, tiba tiba pintu dibuka dari luar. Rey sontak berdiri begitu melihat sosok yang muncul dari balik pintu tersebut.
"Selamat siang, Tuan !!"
Varen tak langsung merespon. Pria itu diam berdiri di ambang pintu dengan kening mengkerut.
"Kau. Kenapa ada disini?"
Lea yang saat ini pura-pura tidur langsung membuka matanya begitu mendengar suara Varen. Tapi tak sampai mengubah posisi tidurnya.
"Maaf, Tuan. Saya kemari untuk menemui tuan. Ada hal yang perlu kita bahas soal pekerjaan dan tak bisa hanya bicara lewat telpon saja. Oleh karena itu, saya datang kemari untuk menemui tuan." Rey segera memberikan alasannya. Bukan alasan yang utama sebenarnya. Karena alasan utama kedatangannya yaitu dia ingin menjenguk Lea. Dan ide ini pun baru dia siapkan di jalan tadi. Untuk jaga-jaga saja jika bos nya bertanya alasan kedatangannya.
Varen melihat ke arah ranjang pasien. Terlihat Lea sedang tertidur pulas. Sejujurnya, Varen ingin membawa Rey keluar dan bicara di coffe Shop yang ada di rumah sakit. Tapi apa iya dia harus meninggalkan Lea lagi.
Akhirnya, Varen menutup pintunya perlahan. Selanjutnya, dia menghampiri Rey.
"Kau bicaralah yang pelan. Aku tidak mau kedatanganmu mengganggu tidur putriku." Sambil berkata, Varen menurunkan bo-kong nya di sisi sofa.
"Siap, Tuan." Rey tersenyum dalam hatinya. Belum tau saja jika dirinya sudah berbicara dengan Lea sebelum dia datang pikir Rey.
Rey kemudian duduk dia ujung sofa yang sama dengan Varen.
"Katakan ada masalah apa?" Tanya Varen.
"Begini, Tuan........" Rey mulai menjelaskan sebuah masalah yang sebenarnya bukan masalah yang besar dan tak perlu sampai di tangani oleh bos perusahaannya langsung. Itu hanya akal-akalan Rey saja, agar dia bisa menemui Lea. Karena entah mengapa akhir-akhir ini, wajah Lea terus membayangi pikiran Rey.
Lea berusaha menajamkan pendengarannya, namun yang terdengar hanya suara samar-samar kedua pria dewasa itu. Hingga obrolan mereka selesai, Lea tak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.
"Saya permisi dulu, Tuan." Rey pamit pada Varen.
Varen hanya mengangguk saja.
Begitu Rey sudah keluar dari ruangan rawat Lea, Varen baru sadar jika di meja itu ada bucket dan parcel buah.
Varen mendengus kasar, kemudian meraih bucket mawar dan memutar-mutarnya dengan malas.
"Apa apaan si Rey bawa bucket sejelek ini untuk putri ku. Lebih baik ku buang saja sebelum Lea melihatnya," ujar Varen dengan nada kesal. Tapi begitu dia hendak membawa bucket itu ke luar, Lea meneriakinya dengan kencang.
"Jangan dibuang bucket itu, Daddy !!!!!"
Varen sontak terkejut dan langsung menoleh kepada Lea.
"Lea, kamu sudah bangun?" tanya Varen terheran. Pasalnya anak itu tidur tanpa goyah, lalu tiba-tiba berteriak melarangnya membuang bunga yang dia pegang.
"Mau Daddy apakan bucket itu?" Tanya Lea.
"Mau dibuang," jawab Varen dengan entengnya.
"Bucket itu milikku. Kenapa mau Daddy buang?"
Varen terdiam.
"Kemari kan !!" pinta Lea.
"Tau dari mana kalau bucket ini untuk mu, Lea?"
"Tau dong. Kan tadi ada pria tampan dan baik hati datang kemari. Dia memberikan bucket itu untuk ku."
Ck. Rey tampan? tampan dilihat dari mananya? Varen mencibir dalam hatinya. Bisa-bisanya Lea bilang Rey tampan. Masih tampan dirinya dibanding asisten nya itu. Entah mengapa Varen tak suka mendengar Lea memuji Rey.
"Bucket ini sangat jelek. Nanti Daddy akan membelikan kamu bucket yang jauh lebih bagus dan mahal dari ini," bujuk Varen.
"No. Aku mau bucket itu saja. Kemari kan !" kekeh Lea yang tak bisa dibujuk. Akhirnya, Varen hanya menghela nafas kasar lalu memberikan bucket tersebut pada Lea dengan terpaksa.
Sambil menerima bucket itu dari tangan Varen, Lea berkata," anyway, pria tadi selain tampan romantis juga ya, dad. Siapa namanya? Rey bukan?" Lea tersenyum manis sekali.
Varen terdiam dengan perasaan aneh. Entah mengapa kali ini dia tak suka melihat senyuman Lea. Karena senyuman itu untuk Rey bukan untuk dirinya.