Terlambat menyatakan cinta. Itulah yang terjadi pada Fiona.
ketika cinta mulai terpatri di hati, untuk laki-laki yang selalu ditolaknya. Namun, ia harus menerima kenyataan saat tak bisa lagi menggapainya, melainkan hanya bisa menatapnya dari kejauhan telah bersanding dengan wanita lain.
Ternyata, melupakan lebih sulit daripada menumbuhkan perasaan. Ia harus berusaha keras untuk mengubur rasa yang terlanjur tumbuh.
Ketika ia mencoba membuka hati untuk laki-laki lain. Sebuah insiden justru membawanya masuk dalam kehidupan laki-laki yang ingin ia lupakan. Ia harus menyandang gelar istri kedua, sebatas menjadi rahim pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13. TERPAKSA MENUTUPI
Agnes menoleh ketika terdengar suara pintu ruang rawatnya terbuka dan memunculkan sosok suaminya. Wajah yang sejak tadi nampak muram itu perlahan menerbitkan senyum.
"Mas...."
"Kenapa belum tidur, Sayang?" tanya Teddy seraya mengusap pucuk kepala istri pertamanya itu, kemudian melabuhkan kecupan singkat di kening.
"Belum ngantuk," jawab Agnes sambil tersenyum. Hatinya selalu saja terasa menghangat mendengar panggilan sayang yang selalu disematkan suaminya.
Teddy menarik kursi ke sisi ranjang pasien lalu duduk. "Kamu sendirian, Mama gak kesini temani kamu?" tanyanya kemudian.
"Tadi sore aku suruh Mama pulang, Mas. Kasihan kalau Mama Kamala di rumah sakit. Aku bisa panggil suster, kok, kalau mau apa-apa," jawab Agnes.
Teddy mengangguk paham. Ia juga memaklumi kondisi ibu mertuanya itu yang memang terkadang tidak stabil faktor usia.
"Aku pikir Mas gak akan kesini malam ini," ucap Agnes menatap suaminya.
Mendadak Teddy sedikit tegang, seperti seseorang yang hampir tertangkap basah sedang berselingkuh. Namun, sebisanya ia bersikap normal.
"Mana mungkin aku bisa tidur nyenyak di rumah sementara kamu di sini, Sayang. Apalagi ternyata gak ada Mama yang menemani kamu di sini," ucap Teddy kemudian.
Ia tahu Agnes pasti kepikiran tentangnya bersama Fiona, maka itu ia langsung ke rumah sakit usai membersihkan diri di kamarnya. Pernikahannya dengan Fiona memang atas dasar permintaan Agnes, tapi apa yang sudah ia lakukan bersama Fiona malam ini sebaiknya tidak perlu diketahui Agnes. Sebagai sesama wanita pasti tetap saja akan menimbulkan rasa sakit di hati istri pertamanya itu jika tahu ia telah membagi raga dengan wanita lain. Maka itu ia memilih cepat melakukannya selagi Agnes masih berada di rumah sakit.
Agnes menatap suaminya, seperti sedang mencari sesuatu yang sedang berusaha ditutupi sang suami. "Dia ada dimana sekarang, Mas?" tanyanya.
"Di rumah kita, Sayang," jawab Teddy pelan.
Agnes terdiam sejenak, tampak memikirkan sesuatu. "Mas, aku pikir sebaiknya kalian melakukan inseminasi saja. Aku gak rela kalau Mas harus menyentuh Dia," ujarnya. Seharian ini ia memikirkan hal tersebut. Sedikit ada rasa sesal sebab tak meminta Damar mencantumkan inseminasi dalam surat perjanjian mereka. Ia juga sempat khawatir jika ternyata suaminya langsung menyentuh Fiona setelah menikah wanita itu, tapi kekhawatirannya itu terpatahkan saat suaminya datang.
Teddy membeku di tempatnya duduk. Ia tampak menegang, namun sebisanya menormalkan ekspresi. Sepertinya ia sudah terlalu terburu-buru mengambil tindakan. Seharusnya ia menunggu instruksi selanjutnya dari Agnes. Lalu ia harus bagaimana sekarang, bagaimana jika Agnes tahu ia sudah melakukannya bersama Fiona.
"Melakukan inseminasi pada pasangan suami-istri yang sah, tidak apa-apa kan, Mas?" tanya Agnes, menatap dalam suaminya yang sempat ia tangkap nampak sedikit terkejut.
Teddy mengangguk pelan sembari tersenyum tipis. "Dalam Agama kita memperbolehkan Inseminasi pada pasangan suami istri sebagai bentuk ikhtiar untuk mendapatkan keturunan," jawabnya. Dalam hati sedikit menyesali tindakannya yang terburu-buru itu. Seharusnya ia juga memikirkan hal tersebut, kenapa ia tidak melakukan Inseminasi dan justru memilih untuk menyentuh Fiona. Tapi semuanya sudah terjadi, dan yang perlu ia lakukan sekarang adalah bagaimana agar Agnes tidak mengetahuinya.
"Kalau begitu, besok Mas bawa Dia ke sini. Aku ingin melihat prosesnya langsung selagi Aku masih di rumah sakit," pinta Agnes, menatap suaminya penuh permohonan.
"Sepertinya kalau besok aku belum sempat, Sayang. Besok Aku ada beberapa pasien yang harus ditangani. Lain kali saja, ya?" ujar Teddy, berharap Agnes menyetujui usulannya.
Agnes akhirnya mengangguk pelan. Padahal ia ingin inseminasi itu segera dilakukan agar hasilnya juga cepat terlihat. Ia tidak ingin Fiona berlama-lama menjadi istri kedua suaminya. Sebagai wanita ia yang tidak lagi sepenuhnya sempurna, jelas ia memiliki kekhawatiran yang besar.
"Ya sudah, sekarang kamu tidur. Ini sudah larut." Teddy membenarkan selimut yang digunakan istrinya.
"Iya, Mas." Agnes pun memejamkan mata, dan tak membutuhkan waktu lama ia sudah terlelap. Merasa tenang karena kedatangan suaminya yang sebelumnya sempat membuatnya khawatir.
"Maafkan aku, Sayang. Aku terpaksa harus menutupinya dari kamu, aku cuma gak mau kamu terluka kalau mengetahui aku sudah melakukannya bersama Fiona," gumam Teddy dalam hati sembari menatap wajah teduh istri pertamanya dengan perasaan bersalah.
Namun, tanpa ia sadari, demi menjaga perasaan Agnes istri pertamanya, ada istrinya yang lain yang juga merasa tersakiti oleh sikapnya itu.
Bahkan, sekarang Fiona masih berbaring di balik selimut dengan tubuh yang terasa remuk.
.
.
.
Pagi ini langit tampak cerah. Berbanding terbalik dengan hati Fiona yang bagaikan awan hitam, mendung.
Usai melaksanakan sholat subuh sendirian, Fiona masih berdiri di dekat jendela kamarnya. Semalam, setelah Teddy keluar dari kamarnya usai menunaikan nafkah batin, ia tidak lagi bisa memejamkan mata. Terjaga sepanjang malam menyelami perasaannya.
Perhatiannya teralihkan oleh burung-burung yang mulai berterbangan keluar dari pohon rindang yang ada di pekarangan rumah mewah tempat tinggalnya sekarang.
Apakah setelah keluar dari rumah mewah ini, ia bisa hidup bebas seperti burung-burung itu, atau justru harus kembali terperangkap pada perasaan yang sama. Dimana ia harus kembali berusaha mengubur perasaan yang ada.
Yah ... ternyata, ia belum sepenuhnya bisa melupakan Teddy. Perasaan itu masih ada di hatinya untuk lelaki yang telah menjadi suaminya tersebut. Sepertinya ia telah keliru bahwa menganggap Damar telah mampu menggantikan Teddy di hatinya. Namun, sekarang ia berada di sisi Teddy tapi tak bisa memiliki hatinya. Apa seperti ini yang dirasakan lelaki itu dulu, mencintai rapi tak pernah terbalas.
Ketukan di balik pintu kamar membuatnya tersadar dari lamunan. Ia segera mengusap sudut matanya yang basah lalu gegas menuju pintu dan membukanya.
Raut wajahnya sedikit kecewa, sebab ia pikir Teddy yang datang. "Ada apa, Bi?"
"Sarapan sudah siap, Non," jawab bi Ira.
"Apa Mas Teddy sudah turun, Bi?"
"Loh, memangnya Tuan gak bilang kalau semalam pergi ke rumah sakit dan belum pulang?"
Fiona terdiam. Jadi, semalam Teddy terburu-buru keluar dari kamarnya karena akan ke rumah sakit menemani Agnes. Seharusnya ia tidak cemburu sebab Agnes adalah istri pertama, dan ia hanya istri kedua yang dijadikan sebagai rahim pengganti. Tapi, tetap saja ada rasa sesak dalam dada. Terlebih, semalam ia ditinggal begitu saja setelah Teddy mengambil kesuciannya. Tanpa kata, tanpa perhatian sedikitpun. Bahkan sisa penyatuan mereka semalam masih meninggalkan perih yang berusaha ia tahan.
"Oh, mungkin semalam aku sudah tidur dan Mas Teddy gak tega bangunin," ucapnya kemudian, terpaksa berdusta.
Bi Ira hanya mengangguk lalu segera pamit kembali ke dapur untuk membersihkan peralatan sehabis memasak.
Fiona menyeret langkahnya menuju ruang makan dengan sedikit tertatih. Duduk dan makan seorang diri dalam keheningan.
kasih faham thor ... /Angry/