Seorang pemuda lulusan kedokteran Harvard university berjuang untuk menjadi seorang tentara medis. Tujuan dari ia menjadi tentara adalah untuk menebus kesalahannya pada kekasihnya karena lalai dalam menyelamatkannya. Ia adalah Haris Khrisna Ayman. Pemuda yang sangat tampan, terampil dan cerdik. Dan setelah menempuh pendidikan militer hampir 2-3 tahun, akhirnya ia berhasil menjawab sebagai komandan pasukan terdepan di Kopaska. Suatu hari, ia bertugas di salah satu daerah terpencil. Ia melihat sosok yang sangat mirip dengan pujaan hatinya. Dan dari sanalah Haris bertekad untuk bersamanya kembali.
Baca selengkapnya di sini No plagiat‼️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
akhirnya terungkap
Seminggu berlalu..
Suara riuh gema mulai memenuhi, terdapat pasang tenda serta kursi yang berjejer dipenuhi orang-orang yang ada di sana. Semua orang memeriahkan acara penyambutan tamu mereka yang hadir untuk membangun desa agar lebih baik. Semua para tamu di sambut dengan kalungan bunga, dan diberikan tempat duduk paling depan.
Semua warga antusias dalam memeriahkan acara tersebut. Sambutan demi sambutan telah diungkapkan oleh masing-masing dari mereka yang memberi sambutan seperti pak kades, lurah setempat, ketua RT RW dan yang terakhir sambutan dari pak komandan yaitu Haris.
"Halo semuanya, selamat siang... terima kasih karena kalian sudah berusaha payah, membuatkan acara penyambutan ini demi kami. dan kami merasa terharu akan acara semeriah ini. semoga, desa kalian terus makmur dan sejahtera."
"Aamiin..." jawab mereka serentak.
Lalu Haris melanjutkan sambutannya hingga waktunya habis. "Segitu saja yang saya sampaikan... sekian, terima kasih."
Haris pun turun dari panggung dan duduk kembali di bangkunya yang terletak dipaling depan. Lalu, suara tepuk tangan kembali menggema saat acara pentas seni untuk menghibur mereka telah dimulai.
Ada yang menyanyi, ada yang menampilkan drama, dan tak lupa dengan acara Menari tradisional yang akan di bawakan oleh tim sanggar Desi.
Semuanya tampak meriah. Dan acara hampir dilaksanakan 3-4 jam. Mereka yang melakukan pentas seni mendapatkan antusiasme yang tinggi dari para tamu di sana.
"Baik teman-teman semua... sebelum menutup acara ini, ada satu lagi nih grup penari yang menjadi favorit desa kami. dan ini lah grup The kampung girls, yang akan menarikan tarian tradisional yaitu tari gendang. silakan menonton."
Semua para penari mulai memasuki area tempat acara itu berlangsung mereka menari di bawah panggung dikarenakan gendang mereka sangat berat dan untuk antisipasi makanya mereka lebih baik menari dibawah.
"Hanaaa!!"
"Hana!"
"Hana!"
Semua bersorak-sorai saat melihat Hana yang tampak cantik mengenakan aksesoris penari dengan rambut digerai dan poni tipis di dahinya, dan di sertai selendang yang melingkar di pinggangnya.
Haris yang memang duduk paling depan terbelalak saat melihat Hana yang memiliki aura yang sama seperti ia melihat Nahda waktu kontes menari di SMAnya dulu.
Musik sudah dimulai. Dan para penari tersebut mulai menarikan tariannya. Berhubung ini adalah tadi gendang yang membutuhkan energic dan keluesan. Para penari tersebut tampak lihai menarikan lagi tersebut.
"Waw..."
Semua tampak menikmati pertunjukan tari tersebut. Tak hanya para tamu, warga sekitar pun ikut menari dari belakang. Amir yang memang sengaja datang, sedikit terkesima melihat penampilan Hana yang memang sedikit berbeda yaitu sedikit glamor namun tetap dengan gayanya yang sederhana.
Tak lama kemudian, alunan musik tersebut sudah habis dan para penari pun selesai menarikan tarian tersebut. Suara tepuk tangan dari penonton untuk mereka sangat meriah sekali. Dan tarian yang dibawakan oleh Hana dan teman-temannya menjadi penutupan acara tersebut.
***
"Sumpah tadi deg-degan parah,"
"Iya ih, beruntung tadi tampil maksimal huhu..."
Sementara Hana, ia kembali membereskan barang-barangnya dengan cepat untuk segera pulang ke rumahnya dikarenakan ibunya sedang sakit.
"Put, aku mau langsung pulang aja ya, kalo Bu Desi ngasih bayaran kamu pegang dulu." pamit Hana pada Puput.
"Baik, Han. hati-hati ya..."
Hana pun keluar dari tempat yang memang dikhususkan untuk orang-orang yang akan tampil di pentas tadi. Saat Hana keluar, memang banyak sekali orang-orang yang berkumpul di sana baik bapak-bapak maupun anak-anak muda.
"Hana, tunggu!"
Langkah Hana tiba-tiba terhenti saat ada orang yang memanggil namanya. Saat ia menoleh, rupanya itu Amir yang mulai mendekat ke arahnya.
"Eh, A Amir.."
"Eumm... kamu masih marah ya sama AA?" tanya Amir denga hati-hati.
Hana menyergitkan dahinya mendengar pertanyaan dari Amir yang menyatakan bahwa dirinya marah padanya. Padahal ia tidak marah pada siapapun. "Maksudnya?" tanyanya kebingungan.
"Iya, yang waktu itu kamu marah-marah. kamu marah juga sama aku?"
Hana seketika teringat akan hal itu. Ia pun sedikit terkekeh geli, "maaf buat A Amir salah sangka. aku gak pernah marah sama AA, buat apa aku marah padahal A Amir sendiri baik sama aku?"
Mereka terdiam sejenak, mata mereka saling berpandangan satu sama lain. Tanpa mereka sadar, ada sepasang mata yang melihat mereka dengan tatapan yang sangat tajam.
"Seperti biasa, kamu memang baik. Eumm... kamu juga hari ini sangat cantik sekali." puji Amir dengan malu-malu.
"Terima kasih," balas Hana dengan senyum tipisnya.
"Kamu mau pulang?"
"Iya A..."
Saat Amir hendak menawarkan diri untuk mengantar Hana pulang, tiba-tiba ada yang memanggilnya untuk segera pergi dikarenakan ada urusan di kebunnya.
"Mir, ayo cepat!!"
Amir pun merasa tidak tega jika Hana pulang sendirian "Eumm.. Han, maaf ya aku gak bisa antar kamu pulang."
"Gapapa, A... aku juga udah biasa sendiri kok,"
"Yaudah, kamu hati-hati ya.. aku permisi dulu."
"Iya silakan."
Sebelum Amir pergi, tangannya sempat mengelus dan mencubit pelan pipi tembam milik Hana tersebut. Mereka pun saling bertukar senyum dan akhirnya Amir pun pergi.
Hana yang melihat Amir sudah menghilang, ia pun segera pergi dari sana untuk segera menuju ke rumahnya. Tapi saat ia berjalan di jalanan yang cukup sepi, ada seseorang yang menarik tangannya dengan kuat. Hana yang ketakutan mulai menjerit kuat tapi mulutnya dibekap oleh tangan besar itu.
Saat pria itu melepas bekapan mulutnya, Hana yang ketakutan memohon untuk minta dilepaskan "tolong lepaskan aku!"
"Ini aku..." mendengar suara yang tidak asing, Hana memberanikan diri untuk melihat orang tersebut. Dan ternyata benar itu adalah Haris. Walaupun sebenarnya dia sendiri tidak mengetahui siapa pria didepannya ini. Yang ia tau, pria ini sangat mengganggu.
"Kenapa kamu bawa aku kemari?"
"Siapa pria tadi?"
Hana menatapnya bingung, "siapa?"
"Pria yang tadi ngobrol sama kamu itu tadi siapa?" tegas Haris tidak suka. Ternyata dirinya lah yang tadi melihat interaksi antara Hana dan Amir. Mengetahui jika orang yang dimaksud itu Amir, Hana langsung menjawabnya.
"Dia Amir." jawab Hana singkat dengan wajah datar.
Haris menarik tubuhnya semakin merapat yang membuat Hana semakin ketakutan dikarenakan tempat yang mereka saat ini tidak ada siapapun selain mereka berdua.
"Amir itu siapa kamu?"
"Bukan siapa-siapa."
"Jawab yang benar!" tegas Haris kembali.
"Emang bukan siapa-siapa!" seru Hana yang mulai kesal akan sikap pria di depannya ini.
"Aku tidak suka kalo lihat kamu lagi sama dia." lalu Haris mulai mendekatkan wajahnya itu pada Hana dan mengelus wajahnya dengan lembut.
"Kamu hanya milikku, tidak ada orang yang bisa memilikimu selain aku!"
Sikap aneh Haris membuat Hana benar-benar gemetar dan semakin ketakutan. Saat Haris ingin mendekat lagi, seketika Hana memberontak dan menjauhkan badannya dari pria itu.
Setelah terlepas, Hana sepertinya melakukan ancang-ancang, Daan....
PLAK!
Ia menampar keras pipi kanan Haris dan tak hanya itu ia menatap tajam pria itu. "Kamu kira, kamu itu siapa hah?!! Aku tidak kenal siapa kamu! Kenapa kamu selalu ganggu aku?! Apa salah aku sama kamu?!!" teriaknya pada pria itu. Mata Hana memerah dan berkaca-kaca. Bahkan ia pun mulai menangis tanpa mengeluarkan suara.
Melihat Hana menangis, membuat Haris gelagapan panik. "jangan nangis.." ujarnya lembut sembari mengusap air matanya.
"Aku tidak akan apa-apa kan dirimu. aku hanya tidak suka, jika lihat kamu ngobrol apalagi jalan bareng sama cowok lain." ujar pria itu dengan penuh kelembutan.
Hana menggeram marah lalu melepaskan tangan Haris dari wajahnya. Ia pun bahkan menjauh dari pria itu.
"Kalau memang kamu tidak suka, apa peduliku? Apa kamu masih menganggap kalau aku itu kekasihmu? Aku bilang sekali lagi ya, aku Hana!! Dan aku bukan milik siapapun!" lalu Hana pun pergi dengan berlari sekuat tenaga menjauhkan dirinya dari pria yang menurutnya itu menjadi pengganggu.
Karena Hana mulai menjauh, Haris terpaku melihat Hana yang marah padanya. Mungkin untuk saat ini ia pergi menjauh dulu, sebelum akhirnya ia kembali mendekatinya lagi.
Haris pulang ke posko dengan langkahnya yang kurang semangat. Fahri yang melihat temannya ini tiba-tiba berubah hanya menatapnya heran.
"Lu kenapa?"
"Dia marah sama gue. " lirih Haris sendu.
"Siapa?"
Haris menghela nafas beratnya, "Hana."
Lalu, Haris pun menceritakan semua yang terjadi antara mereka berdua. Fahri hanya bergeleng-geleng kepala setelah mendengarkan kisah tersebut.
"Ya itu salah lu sendiri. jadi cowok jangan terlalu agresif, lihatkan jadinya? yang ada dia jadi ilfeel dan gak mau deket lagi sama lu. secara dia itu belum tahu lu siapanya dia, lu terang-terangan manggil dia Nahda ya jelas dia marah karena dia itu sekarang ingatnya Hana." Fahri menceramahi sifat agresifnya Haris yang dinilai terburu-buru.
"Jadi, gue mesti gimana? Gue juga cemburu kalo lihat dia dipepet cowok-cowok di sini, gak suka gue."
Fahri Hanya mengusap wajahnya karena ikut kesal akan Haris yang bertindak bodoh seperti ini "untuk sementara, lu jangan deketin dia dulu. lu awasin dia dari jauh. kalau ada waktu yang tepat, baru lu deketin lagi secara perlahan."
Mendengar saran dari Fahri tersebut, ia mengangguk pelan. Lalu Haris memutuskan untuk kembali fokus pada pekerjaannya. Mungkin benar, ia tak boleh bertindak buru-buru.
***
"Mak, ayo makan dulu. aku udah buatin bubur."
Minarsih yang memang sudah berbaring di kasur dari pagi, berusaha bangkit dan duduk bersandarkan bantal. Dengan telaten ia menyuapi ibunya tersebut. Melihat Hana, wanita tua menatap anaknya itu dengan tatapan sendu. Dikarenakan saat tempo lalu, Minarsih pernah bertemu dengan Haris.
Flashback on
Haris yang memang ingin menemui Minarsih kemudian datang kembali ke rumah bilik itu. Tapi, saat ia datang kembali Hana tidak ada dirumah karena latihan menari.
Minarsih yang mengenal Haris sebagai tentara, mempersilahkannya masuk dan menyambutnya dengan hangat.
"Ada apa tujuan anda kemari?"
"Saya tidak mau basa-basi, Bu. tolong jelaskan Siapa itu Hana? Kenapa dia bisa mirip dengan kekasihku yang bernama Nahda? jika ibu tidak tahu siapa Nahda, ini dia orangnya." ujar Haris sembari menyodorkan foto-foto lama Nahda yang saat itu masih SMA.
Awalnya Minarsih kebingungan dan menolak untuk jujur. Akhirnya setelah di desak oleh Haris, ia pun mengakui bahwa Hana merupakan anak yang ia temui hampir 10 tahun yang lalu. Ia pun menjelaskan kenapa ia bisa merawatnya dikarenakan ia ingin memiliki seorang anak.
Minarsih yang tidak mengetahui keluarga dari anak yang itu temui itu, alhasil ia mengasuhnya seperti anaknya sendiri. Haris yang mengetahui hal itu seketika terpaku. Ternyata selama ini dugaannya memang benar, jika Hana itu Nahda yang dikira sudah tiada.
"Setelah yang saya ceritakan pada anda, apa yang anda lakukan untuknya? Saya mohon, jangan jauhkan saya dari putri saya Hana. saya sangat menyayanginya." melihat Minarsih menangis tersedu, Haris merasa tidak tega. Ia pun mengangguk sembari memberi ketenangan untuk ibu itu.
"Saya sangat berterima kasih karena sudah merawatnya. karena bantuan ibu, Nahda akhirnya bisa merasakan kehidupan yang normal kembali. saya tidak akan memisahkan kalian berdua. bagaimana pun ibu adalah ibunya Hana, walaupun ibu bukan ibu kandungnya."
Mendengar itu Minarsih merasa terharu sekali mendengar ucapan dari pria muda itu "terima kasih atas kebaikan bapak untuk saya."
"Apa ibu sudah menceritakan semuanya pada Hana?"
"Belum, Pak. saya tidak tega jika Hana merasakan sakit kembali, jika ia berusaha mengingat siapa dia sebenarnya. makanya saya biarkan dia untuk mencari tahu sendiri, jika dia mengetahui identitas aslinya saya tidak akan melarangnya untuk pergi." ujar Minarsih dengan bijak.
Haris menghela nafas panjang "saya juga tidak akan memaksa dia untuk mengingat siapa saya. biar dia ingat sendiri."
"Tapi, Pak. saya mohon sama anda, tolong jaga anak saya dari kejauhan ya. dia selalu diganggu oleh pemuda kampung, bahkan yang sudah tua juga ikut mengganggunya. awalnya sih saya percayakan pada Amir, tapi Amir gak selamanya datang tepat waktu saat Hana dalam bahaya."
Mendengar itu, Haris memberikan pandangan tegasnya pada wanita tua itu. Menandakan ia siap untuk menjaga kekasihnya kapanpun."Baik, terima kasih atas penjelasannya."
Flashback end
"Mak? Mak kenapa bengong gitu?"
Minarsih yang sedari tadi terdiam kemudian tersadarkan dan menampilkan senyum palsu "tidak apa-apa, Neng. oh iya, gimana yang kata kamu lelaki pengganggu itu? Masih deketin kamu?"
Hana mengangguk lesu, "aku juga gak tahu, Mak. aku udah gak mau berurusan sama dia lagi."
Kemudian, Minarsih mengelus sayang kepala anaknya itu. "kamu itu terlalu cantik, Sayang. makanya jangan heran banyak lelaki yang suka sama kamu."
Hana pun terdiam sejenak, lalu ia tersenyum manis kembali ke arah ibunya. "Ya sudah, Mak. gak usah dipikirin. nih Mak minum obatnya, abis itu Mak istirahat ya." ujar Hana dengan lembut.
"Makasih ya, Neng."
Hana yang sudah selesai menyuapi ibunya makan, ia pun pergi ke dapur untuk membersihkan semua perlengkapan dapur yang kotor.
Ia masih kepikiran kejadian di mana pria tadi sangat posesif padanya. Apakah terjadi sesuatu? Hana coba mengingat wajah pria tersebut yang siapa tau ia kembali mengingatnya.
"Arghhhh.. shhh!" ringisnya saat mencoba mengingat.
Tapi mustahil...
Kepalanya justru merasakan sakit yang hebat saat ia memaksakan mengingat kejadian di masa lalunya. Hana pun pergi ke kamarnya untuk beristirahat dan sekaligus menenangkan isi kepalanya yang sakit.