NovelToon NovelToon
Untuk Aldo Dari Tania

Untuk Aldo Dari Tania

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:400
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah A

Berawal dari pertemuan singkat di sebuah mal dan memperebutkan tas berwarna pink membuat Aldo dan Tania akhirnya saling mengenal. Tania yang agresif dan Aldo yang cenderung pendiam membuat sifat yang bertolak belakang. Bagaikan langit dan bumi, mereka saling melengkapi.

Aldo yang tidak suka didekati Tania, dan Tania yang terpaksa harus mendekati Aldo akhirnya timbul perasaan masing-masing. Tapi, apa jadinya dengan Jean yang menyukai Aldo dan Kevin yang menyukai Tania?

Akhirnya, Aldo dan Tania memilih untuk berpisah. Dan hal itu diikuti dengan masalah yang membuat mereka malah semakin merenggang. Tapi bukan Aldo namanya jika kekanak-kanakan, dia memperbaiki semua hubungan yang retak hingga akhirnya pulih kembali.

Tapi sayangnya Aldo dan Tania tidak bisa bersatu, lantaran trauma masing-masing. Jadi nyatanya kisah mereka hanya sekadar cerita, sekadar angin lalu yang menyejukkan hati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ucapan Maaf dan Terima Kasih

Tania terus mengumpat kesal. Hal itu dikarenakan Aldo yang lama datang kembali. Padahal pria itu sudah berjanji sebentar tetapi ujung-ujungnya lama seperti ini. Posisinya saat ini adalah melipat tangan di depan dada seraya meluruskan kakinya di jok depan, khas dengan wajah kesalnya.

"Aldo! Lama banget, sih!" gerutunya.

Dia ingin keluar mobil dan menyusul Aldo, tetapi hal itu justru urung dilakukan karena dia tidak mengetahui di mana letak keberadaan apartemen Jean. Akhirnya, Tania menghela napas panjang dan menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi belakang dan memejamkan mata—menetralkan kesabarannya.

"Huh, Aldo ... kenapa lo lama banget? Janjinya 'kan sebentar," lirih Tania. Perlahan dia membuka matanya. Samar-samar dia melihat orang yang begitu familier. Tania menyipitkan matanya untuk memperjelas pandangan, mengikuti arah punggung seseorang berjalan di depannya. Tak lama sebuah mobil Alphard mewah menghampirinya dan dia segera masuk ke dalam sana.

Seharusnya Tania tidak peduli pada hal itu. Toh, dia tidak mengenal siapa orang itu. Tetapi kenapa Tania merasa seperti mengenalnya, seolah sebelum hari ini dia sudah lebih dulu melihat bahkan merasakan sentuhan orang itu. Tania tidak tahu ini perasaan seperti apa.

Lama dia memandang mobil Alphard mewah itu melaju dan lama berpikir sesuatu yang dia sendiri tidak tahu, Aldo tahu-tahu masuk ke dalam mobil dan menutup pintu mobil kasar membuat dia berjingkrak kaget.

"Aldo!" ujar Tania terkejut.

Aldo melirik lewat spion dalam. "Apa?" tanyanya sedikit ketus.

Tetapi Tania tidak peduli dengan nada yang terdengar ketus itu. Dia keluar dari dalam mobil. Melakukan apa yang barusan Aldo lakukan—menutup kembali pintu secara kasar.

"Eh, Tania mau—" Belum selesai ucapan itu keluar, Tania kembali masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang depan dengan menutup pintu secara kasar.

Aldo meringis mendengar suara pintu itu. "Tania!" geram Aldo. "Pintu mobil gue bisa rusak kalau lo nutupnya kayak gitu," ujar Aldo.

"Hello! Lo juga tadi kayak gitu nutupnya," ujar Tania membela diri.

Aldo berdecak sebal.

"Udah ah, ayo pulang. Gue udah lama nih nunggu. Bilangnya sebentar tahunya lama," gerutu Tania merasa kesal.

Aldo menghela napas panjang seraya menyalakan mesin mobil. "Maaf," lirihnya lantas menekan gas.

Tania menoleh ke samping. Merasa aneh dan terdengar ganjil ucapan permintaan maaf Aldo. Tania meneliti wajah tegas Aldo, sepertinya pria itu sedang dalam masalah. Tania memainkan kuku-kukunya. Dia bingung ingin bertanya atau tidak. Tetapi akhirnya setelah diputuskan, dia tidak akan menanyakannya sekarang.

...******...

Ardi berada di dalam mobil Alphard mewah. Kejadian beberapa menit lalu masih terngiang-ngiang di kepalanya. Entah benar atau tidak apa yang dilakukannya, yang jelas semua itu demi kebaikan anaknya. Tetapi Ardi tidak bisa menyadari apa yang terbaik untuknya. Sekian lama ini dia hanya fokus pada pekerjaannya, hingga dia tidak tahu apa yang membuatnya senang dan sedih.

"Berhenti!" ujar Ardi.

Mobil Alphard mewah itu berhenti mendadak saat dia berkata. Perlahan kaca mobil diturunkan hingga batas penglihatan. Ardi menyipitkan matanya melihat keramaian di depannya—sebuah restoran.

Ardi tersenyum kecil melihat restoran itu berkembang pesat—jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Orang yang memilikinya begitu pintar mengolah bisnis ini. Setidaknya ini membuat pikiran yang menyangkut beberapa jam lalu itu hilang seketika.

"Jalan!" ujar Ardi.

Kaca mobil itu kembali naik secara perlahan dan mobilnya melaju kembali. Ardi menghela napas panjang. Dia begitu sangat merindukan seseorang. Tetapi sayangnya, dia rasa tidak mungkin menemukan orang itu.

"Lho, mobil yang tadi kok nggak ada?" tanya Tuti seraya celingak-celinguk. Pasalnya, tadi dia melihat mobil Alphard mewah ketika hendak keluar restoran. Dia pikir itu tamu majikannya. Tetapi nyatanya, mobil Alphard itu hanya berhenti sekejap.

"Oalah, cuma berhenti," ujarnya lantas mengambil sepeda yang dia bawa dari kafe kemari.

...******...

Hanya ada keheningan di dalam mobil. Aldo sama sekali tidak berkata apa-apa, bahkan untuk menghela napas saja tidak. Aldo begitu fokus menyetir. Tania bahkan sempat berpikir kalau Aldo menahan napasnya sambil menyetir. Tetapi Tania tahu, karena dia pernah berada di situasi seperti Aldo. Dan karena rasa penasaran, akhirnya dia membuka pertanyaan.

"Aldo," panggil Tania.

"Apa?"

"Kenapa lo diam saja?"

Diam sejenak setelah akhirnya Tania mendengar desahan napas Aldo yang sempat tertahan. "Terus, gue harus teriak-teriak?" tanya Aldo.

Tania menggeleng. "Gue rasa canggung aja. Suasana hati lo lagi nggak baik, ya?" tanya Tania. "Apa yang terjadi di apartemen?" tanya Tania takut-takut. Seharusnya dia tidak bertanya hal ini karena ini adalah privasi. Tetapi mulutnya ini yang tidak bisa dikontrol.

"Gue bukan lo yang bisa ditebak secara mudah," ujar Aldo.

"Gue tahu. Tapi gue orangnya pekaan. Jadi gue bisa rasain kalau suasana hati lo lagi buruk," ujar Tania.

"Kalau gitu lo peka nggak kalau dia nggak suka sama lo?" tanya Aldo.

"Ish! Kenapa lo kayaknya suka banget ngejek-ngejek gue, sih? Bikin gue kesel," ujar Tania kesal.

Aldo memberhentikan mobil secara mendadak membuat tubuh Tania nyaris terdorong ke depan. "Awh!" ringis Tania.

Aldo menatap Tania, tatapannya begitu sangat intens hingga membuat Tania mengerutkan kening saat dia menoleh pada Aldo.

"Kenapa lo lihatin gue kayak gitu?" tanya Tania.

Perlahan Aldo mendekatkan wajahnya seraya tersenyum manis. Melihat Tania dengan wajah takutnya seolah menjadi hiburan sendiri bagi Aldo. "Karena ... lo cantik," ujar Aldo.

Detik itu juga dunia seolah berhenti. Rasanya pasokan oksigen di sekitarnya mendadak menipis. Tania merasakan entakan dahsyat di jantungnya. Merasakan wajahnya panas karena tatapan Aldo. Tania tidak tahu apa yang dirasakannya saat ini. Kenapa Aldo menatapnya dengan tatapan jahil. Bola mata dan seulas senyum itu begitu menggoda.

Tidak ingin terbuai dengan rayuan Aldo, Tania mendorong dada bidang pria itu. "Ish! Apaan, sih. Ayo jalan," ujar Tania.

"Jalan ke mana? Ini udah sampai di rumah lo, Tania," ujar Aldo.

Tania refleks menoleh kanan dan kirinya. Ternyata Aldo memberhentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumahnya. Kenapa Tania tidak menyadari hal ini?

"Ah iya, gue turun dulu," ujar Tania. Terlihat begitu kentara kalau gadis itu sedang salah tingkah.

Aldo terkekeh melihatnya. Dia membuka kaca mobilnya lalu mengeluarkan sikunya. Dia menatap Tania yang hendak membuka pintu gerbang. "Tania," panggil Aldo.

Tania menoleh ke belakang. "Apa?"

"Lo nggak bilang makasih ke gue?" tanya Aldo.

"Buat?" Tania mengerutkan kening.

"Karena gue udah nganterin lo pulang dengan selamat," ujar Aldo.

"Makasih aja, 'kan?" tanya Tania. Efek ucapan Aldo adalah otaknya yang kembali tidak berfungsi.

"Iya, kecuali kalau gue anter lo ke pelaminan," ujar Aldo seraya tersenyum jahil.

Tania mengerutkan kening. "Hah?"

Aldo semakin menarik sudut bibirnya. Begitu menggemaskan melihat wajah chubby Tania ini. "Selain bilang makasih ke gue, lo juga harus kasih ini ke gue," ujar Aldo seraya menunjuk-nunjuk bibirnya.

Menyadari maksud ucapan Aldo membuat Tania bergidik ngeri. "Apaan sih, Aldo!" katanya lantas membuka pintu gerbang dan bergegas masuk ke dalam rumah.

Aldo terkekeh melihat tingkah Tania. Dia menggelengkan kepalanya melihat langkah Tania yang kian menjauh dan kemudian menghilang.

Dia lantas menutup kaca mobil itu lalu melajukan mobilnya.

...******...

Tania menutup pintu kamar secara kasar lalu melempar tasnya di atas sofa. Masih tidak habis pikir dengan ucapan Aldo yang selalu membuatnya kesal dan juga membuatnya salah tingkah. Tania berdiri di depan cermin seraya melonggarkan dasinya.

"Aldo apaan sih, nyebelin banget. Maksudnya apa coba?" gerutu Tania.

Dia menepuk jidatnya. "Astaga! Gue belum kabarin Amanda kalau nggak jadi pulang bareng," ujar Tania.

Dia lantas mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan menghubungi nomor Amanda.

...******...

Amanda dan Nico sedang berada di kantin, mereka sedang makan di sana. Sama-sama break dari pekerjaan organisasi masing-masing memutuskan mereka untuk kemari. Keadaan kantin yang cukup sepi membuat mereka bisa menikmati suasana kantin yang teduh ini.

Suara dentingan sendok yang beradu di piring itu menjadi ciri khas suara kantin.

"Nabilla nggak ke sini kah?" tanya Nico.

"Dia lagi makan sama anak-anak di ruangan," ujar Amanda.

Nico mengangguk-angguk.

Mereka lantas melanjutkan aktivitas makannya dengan keheningan di sekitar mereka. Hanya suara dentingan yang terdengar.

"Berduaan aja terus, berduaan. Nggak di ruangan, nggak di sini, selalu aja nemuin yang lagi berduaan," cerocos Bima seraya berjalan mendekat dan duduk di samping Nico.

"Kenapa? Lo iri, ya?" tanya Nico.

"Idih, ngapain gue iri sama lo?" tanya Bima balik.

"Terus, ngapain lo ke sini?" tanya Nico.

"Gue ke sini mau ketemu sama pacar lo," ujar Bima menunjuk Amanda.

Sontak Amanda terkejut dan menatap bingung. "Gue?" tanyanya menunjuk dirinya.

"Iya, gue mau tanya ke lo soal Tania," ujar Bima.

"Lo suka sama Tania?" tanya Nico spontan.

Sontak tangan kekar Bima digunakan untuk menoyor jidat Nico. "Sembarangan kalau ngomong. Gue nggak suka sama dia," ujar Bima.

"Kali aja benci jadi cinta," ujar Nico.

Sontak Bima segera memukul-mukul sisi meja dan jidatnya bergantian. "Idih, amit-amit," ujarnya membuat Amanda dan Nico terkekeh geli.

"Lo mau nanya apa soal Tania?" tanya Amanda.

"Lo teman dekatnya, 'kan? Pasti lo tahu dong kalau Tania mengajukan diri jadi anggota OSIS?" tanya Bima.

Amanda mengangguk seraya menelan makanannya. "Tahu," ujarnya. "Dia lagi di ruang OSIS 'kan sekarang?" tanya Amanda.

"Kata siapa? Dia ada di rumah," jawab Bima spontan.

"Apa? Di rumah?" tanya Amanda terkejut.

Bima mengangguk. "Iya, lo nggak tahu?" tanya Bima.

Amanda menggeleng.

Bima menoleh pada Nico. "Lo nggak kasih tahu ke pacar lo?" tanya Bima.

Nico mengernyit. "Kasih tahu apa?" tanyanya.

"Soal kejadian Tania beberapa jam yang lalu," ujar Bima.

"Enggak penting," ujar Nico terkesan tidak peduli.

Bima menjentikkan jari. "Oke, kata pacar lo itu nggak penting. Tapi buat gue itu penting buat lo tahu," ujar Bima menatap Amanda.

Lipatan kulit di kening Amanda semakin bertambah banyak. Hal itu menunjukkan bahwa Amanda sangat ingin tahu.

"Gue mau tanya dulu ke lo. Lo tahu nggak alasan Tania masuk OSIS?" tanya Bima.

"Dia mau ketemu kak Kevin," jawab Amanda.

"Apa?" tanya Bima terkejut.

"Iya, dia mau ketemu kak Kevin. Katanya kalau dia masuk OSIS bakal sering ketemu kak Kevin. Dan Tania ... berusaha jadi cewek baik," jelas Amanda.

"Ebuset, itu alasannya?" tanya Bima tidak percaya.

Amanda mengangguk. "Iya, sekarang lo kasih tahu ke gue kenapa Tania pulang?" tanya Amanda.

"Karena dia belum resmi jadi anggota OSIS. Dia pikir setelah mendapat restu dari ibu Jihan dia udah resmi jadi anggota. Tapi sayangnya kak Kevin minta dia masuk angkatannya gue dan akan diklaim beberapa minggu ke depan," jelas Bima.

"Sudah gue duga dia akan dipermalukan," ujar Amanda. "Dia pulang sendirian?" tanya Amanda lagi.

Bima menggeleng. "Enggak, kak Kevin minta Aldo nganterin dia," ujar Bima.

Amanda mengangguk-angguk. Ponsel di sampingnya berdering menampakkan layar yang berkedip dengan nama Tania tertera di layar ponsel.

"Panjang umur, dia nelpon gue," ujar Amanda.

"Siapa?" tanya Nico.

"Tania," jawab Amanda seraya tersenyum smirk ke arah Bima membuat pria itu meneguk ludahnya.

Nico ikut-ikutan melirik dan tersenyum smirk ke arah Bima. "Siap-siap untuk hari esok ya, Bim," ujar Nico.

Amanda menggeser tombol hijau dan segera menempelkan benda tipis itu di telinganya.

"Halo, Tania!" ujar Amanda.

"Amanda, maaf ya, gue nggak jadi pulang bareng lo sore ini," ujar Tania.

"Iya, nggak apa-apa. Gue tahu kok kenapa," ujar Amanda.

"Tahu apa?" tanya Tania.

"Tahu kalau lo dipermalukan di ruang OSIS 'kan karena belum resmi jadi anggota?" tanya Amanda.

Di seberang sana Tania sudah menggetarkan bibitnya. Dia mendudukkan tubuhnya secara kasar di atas kasur. "Apa? Kata siapa?" tanya Tania.

"Kata Bima," ujar Amanda melirik Bima yang sudah berkeringat dingin.

"Ih! Awas aja Bima, besok gue bakal kasih pelajaran," ujar Tania terdengar serius di telinga Bima.

Amanda terkekeh geli. "Iya udah, siapin rencana dan tenaga lo buat besok kasih pelajaran ke Bima. Dah." Amanda segera menutup panggilannya. Tidak memedulikan Tania yang terus mengumpat kesal di seberang sana. Selain karena dia yang mematikan ponsel secara tiba-tiba, juga karena Bima.

Amanda terkekeh geli menatap Bima yang seperti sudah diguyur air hujan. "Gue kasih saran ke lo lebih baik jangan masuk sekolah daripada lo pulang dengan keadaan mengenaskan," ujar Amanda.

"Dan lo berada di siaga satu," ujar Nico mengangkat telunjuknya. "Ayo, Man," katanya mengajak Amanda untuk bergegas pergi.

Jantung Bima tiba-tiba berdetak dengan sangat cepat tanpa tempo yang teratur. Dia merasakan sesuatu yang menjalar di sekujur tubuhnya.

"Mampus lo!" ujarnya menepuk jidat.

...******...

Aldo tidak sepenuhnya belajar. Dia hanya mengetuk-ngetuk pensilnya ke buku dengan tatapan kosong yang menyorot. Kejadian di apartemen Jean membuatnya kepikiran sampai sekarang. Seharusnya dia setuju dengan kebijakan Ardi, tetapi entah kenapa jiwanya selalu menolak. Kalau ada ibunya Jean maka dia tidak bisa punya waktu banyak bersama Jean.

Keheningan malam menyelimutinya dengan suara detik jam yang tidak pernah berhenti. Aldo meletakkan pensilnya dan menghela napas seraya menutup wajahnya. Dia terlihat begitu frustrasi.

Dia lantas beranjak berdiri dan menyambar jaketnya. Dia keluar kamar. Mencari udara di malam hari mungkin akan membuatnya sedikit rileks. Dia menuruni undakan anak tangga seraya memasang jaketnya.

"Mau ke mana?"

Aldo menoleh dan menemukan ibunya dan juga kakak laki-lakinya duduk di ruang tamu.

"Keluar," jawab Aldo.

"Ke apartemen Jean?" tanya Ryan—kakak Aldo.

Aldo menggeleng. "Enggak," jawabnya.

"Kalau gitu mama nitip martabak ya, sayang!" teriak Tika—ibu Aldo ketika anaknya itu terlihat tergesa-gesa keluar rumah.

Aldo segera menutup pintu rumahnya dan berjalan menuju bagasi untuk mengambil motor.

...******...

Tania menutup pintu rumahnya. Mila belum juga pulang ke rumah, mungkin karena pekerjaannya terlalu banyak mengurus kafe dan restoran. Malam ini dia memutuskan untuk mencari makanan di luar. Tania menatap rumah di depannya sebelum membuka gerbang rumah. Dia menghela napas, Kevin mungkin sedang bersama Tari. Biasanya kalau besok weekend Kevin akan mengajaknya berjalan-jalan, tetapi kali ini adalah pengecualian.

Tidak ingin terlalu lama menatap rumah di depannya membuat Tania dengan segera membuka pagar dan berjalan di jalanan malam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!