Follow IG Author, @ersa_eysresa
Setelah bertahun-tahun setia mendampingi suaminya dari Nol, rumah tangga Lestari mendapatkan guncangan hebat saat Arman suaminya tega membawa wanita lain ke rumah. Melati, wanita cantik yang membawa senyum manis dan niat jahat.
Dia datang bukan sekedar untuk merusak rumah tangga mereka, tapi ingin lebih. Dan melakukan berbagai cara untuk memiliki apa yang menjadi hak Lestari.
Lestari tidak tinggal diam, saat mengetahui niat buruk Melati.
Apa yang akan dilakukan oleh Lestari?
Apakah dia berhasil mengambil kembali apa yang menjadi miliknya?
"Karena semua yang tampak manis, tak luput dari Murka Sang Penguasa, "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Kembali
Pagi menyelinap masuk melalui jendela kamarnya dengan Lestari, membawa aroma tanah basah dan dingin yang sangat menusuk. Tapi tidak ada ketenangan yang dia rasakan di rumahnya. Sunyi, sepi dan kosong. Itu yang dia rasakan. Ia duduk di tepi ranjang, tubuhnya terlihat gemetar meski tak ada angin yang berhembus. Malam tadi terlalu nyata bayinya. Sosok bayangan itu... suaranya, tatapannya, rasanya seperti menyentuh dunia yang tidak seharusnya dia jamah.
Ia menatap tangannya sendiri, masih ada bekas darah kering di ujung kuku. Ia menggenggam tasbih yang tadi malam ditemukan di balik bantal, entah bagaimana bisa berada di sana. Mungkin ini Milik Lestari, pikirnya. Mungkin Tuhan sedang memberi tanda kepadanya.
"Lestari…" bisiknya lirih. "Ternyata kau benar selama ini. maafkan aku. "
Belum sempat ia melanjutkan renungannya, suara langkah kaki terdengar dari arah teras. Perlahan. Berat dan sedikit menyeret.
Pintu rumah yang masih setengah rusak itu berderit saat terbuka. Dan terdengar suara dari luar.
"Mas Arman…" suara itu memanggil. Lembut tapi serak, seperti berasal dari mulut yang dipaksa hidup kembali.
Ia berdiri cepat, hampir terjatuh terhuyung karena kakinya terasa bergetar. Mencoba berjalan keluar dari kamarnya dan melihat siapa yang datang
Melati berdiri di ambang pintu, mengenakan kain merah menyala yang terlihat seperti basah oleh darah. Wajahnya pucat pasi, matanya sembab dengan lingkaran hitam di sekitar matanya… tapi ada senyuman di sana. Senyum yang tidak membuat Arman tenang, tapi justru membuat bulu kuduknya berdiri.
"Kenapa kau kembali?" suara Arman nyaris tak terdengar.
"Aku... kembali untukmu. Karena aku milikmu, kan?" Melati berjalan masuk seperti tak terjadi apa-apa, mengelus kursi yang sempat ia hancurkan saat amarah menguasai dirinya.
"Rumah ini... terlalu sepi jika hanya ditinggali kamu sendiri tanpaku."
Tanpa sadar Arman mundur. "Kau… kenapa seperti ini? Kau bukan seperti Melati yang biasanya. Kenapa kau berubah seperti ini."
Melati menatapnya dalam-dalam. "Aku sudah berubah. Demi cinta. Demi kita. Kau tak perlu takut padaku, Mas. Tak ada lagi yang akan menghalangi kita sekarang." kata Melati yang mencoba mendekatinya
"Melati, cukup. Aku tahu—, "Arman menahan diri. Ia nyaris menyebut sihir, tapi masih ada sisa kabut dalam pikirannya. Daya pelet itu belum sepenuhnya sirna dalam diri Arman.
Melati menghampirinya, meraih tangannya dengan sentuhan dingin Arman awalnya mengelak, tapi tatapan mata Melati membuatnya tak berdaya.
"Aku tak akan pergi lagi. Kita akan mulai dari awal, mas Arman, "
Arman menoleh ke arah altar kecil yang dulunya digunakan Melati untuk melakukan sihirnya. Kini dipenuhi abu dan serpihan dupa. Setelah sadar, Ia menarik tangannya.
"Mulailah dengan membersihkan dirimu, Melati. Lalu rumah ini. Lalu... mungkin aku bisa melihat siapa kamu sebenarnya setelah ini. Apa kamu benar-benar Melati atau makhluk yang menyerupai dirimu.
Senyum Melati merenggang. Matanya menatap tajam sejenak, tapi hanya sejenak, lalu ia tertawa kecil, menertawakan kata-kata Arman yang meragukannya dan membandingkannya dengan makhluk lain. Apakah ini trauma?
" Baiklah Kalau itu yang kamu mau.... Aku akan membersihkan diriku. Demi cinta kita."
Tapi saat Melati berbalik menuju kamar lamanya, Arman melihat punggungnya... penuh guratan hitam seperti akar merambat di dalam kulitnya.
"Apa itu? " gumam Arman lirih.
*********
Sementara itu, di pondok kecil di pinggir desa, Lestari duduk bersimpuh di atas sajadah. Suaranya pelan namun mantap melafalkan ayat-ayat yang ia hafal dari kecil. Cahaya matahari menerobos dari celah-celah dinding bambu, membuat suasana pondok itu terasa hangat meski sederhana.
Bu Nurul mendekat dengan cangkir jahe hangat. "Kau sudah lebih baik, Nak?"
Lestari mengangguk, matanya masih basah. "Aku cuma takut… anak-anakku masih sering gelisah malam-malam. Mereka bilang ada suara memanggil dari luar jendela."
Bu Sarti duduk di sebelahnya. "Kekuatan jahat tak selalu pergi saat tubuh kita merasa kalau kita sudah aman. Kadang mereka masih tertinggal… menempel di kenangan, di luka yang membekas. Itulah kenapa kau harus terus dekat dengan Yang Kuasa. Agar bisa melepaskan pengaruh buruk dan jahat itu dari dirimu dan anak-anakmu.
Lestari menatap anak-anaknya yang bermain di luar. Dimas sedang menggambar lingkaran di tanah dengan ranting, sementara Dara memetik bunga liar dipagar yang di tanam oleh Bu Nurul dan santrinya. .
"Aku sudah terlalu lama mengandalkan manusia. Sekarang aku ingin menggantungkan semuanya pada-Nya," ucap Lestari pelan. "Tapi bagaimana kalau Melati datang ke sini?"
"Kau tak perlu melawan dengan api yang sama, Lestari," ujar Bu Sarti sambil menggenggam tangannya. "Cukup nyalakan terangmu. Iblis benci pada cahaya yang tulus. Dan siram dengan air sejuk dari doa-doamu. "
Lestari menunduk. "Tapi aku masih membenci Arman… Kenapa dia bisa terpengaruh oleh Melati dan mengabaikan kami. " ucapnya lirih
"Luka butuh waktu untuk sembuh. Tapi jangan biarkan kebencian menjadikanmu sama seperti dia yang kau lawan. Dia akan merasa menang saat kebencian menyelimuti mu. " Ujar Bu Nurul.
"Saat ini Arman belum sepenuhnya lepas dari pengaruh sihir dan pelet Melati. Jadi, dia belum bisa kembali padamu sepenuhnya. " imbuhnya lagi.
Lestari terdiam. "Apakah karena itu, dia tidak datang kemari seperti apa yang dia katakan kemarin yang ingin melihat anak-anak, "
"Kamu harus mendoakannya juga, Lestari. Kasihan dia, pengaruh sihir wanita itu sangat kuat. Jika tidak ada yang menariknya dari rumah itu, maka tidak ada kesempatan baginya untuk keluar dari pengaruh sihir wanita itu. " ujar bu Nurul saat melihat Lestari hanya diam saat membahas Arman.
Lestari mengangguk pelan, "Aku akan coba, bu."
Malam hari itu, ketika anak-anak sudah tertidur, Lestari duduk di depan pondok, membawa mushaf kecil dan lampu temaram. Angin malam menghembuskan bau tanah dan dedaunan dari luar pondok. Suara binatang malam bersahutan di kejauhan. Tapi hatinya terasa tenang tidak gelisah seperti beberapa waktu lalu.
Ia mulai membaca doa perlindungan yang di berikan Bu Nurul untuk mengusir apa pun yang masih berani mendekat. Tak lama kemudian, langit gelap seperti bergerak. Awan menggulung. Pohon-pohon di sekitar pondok meliuk seperti menahan beban. Lestari menghentikan bacaannya. Matanya menajam ke arah belakang pondok,terdengar ada suara ranting patah.
"Dara? Dimas?” Ia masuk cepat ke dalam. Anak-anak masih tertidur, Lestari merasa lega melihat itu
Tapi ada yang berubah, dinding pondok dipenuhi coretan hitam samar. Seperti tulisan, tapi tak bisa dibaca. Hawa di dalam mendadak dingin.
Lestari menempelkan tangannya ke dada. "Ya Allah… lindungilah kami dari perbuatan setan dan iblis terkutuk."
Ketika dia keluar kembali ke serambi, Lestari melihat sesosok perempuan berjubah merah berdiri di seberang kebun, mematung.
Wajahnya tak jelas… tapi senyumnya sangat dikenali.
Melati.