Yan Ruyin, nama yang membuat semua orang di Kediaman Shen jijik. Wanita genit, pengkhianat, peracun… bahkan tidur dengan kakak ipar suaminya sendiri.
Sekarang, tubuh itu ditempati Yue Lan, analis data abad 21 yang tiba-tiba terbangun di dunia kuno ini, dan langsung dituduh melakukan kejahatan yang tak ia lakukan. Tidak ada yang percaya, bahkan suaminya sendiri, Shen Liang, lebih memilih menatap tembok daripada menatap wajahnya.
Tapi Yue Lan bukanlah Yan Ruyin, dan dia tidak akan diam.
Dengan akal modern dan keberanian yang dimilikinya, Yue Lan bertekad membersihkan nama Yan Ruyin, memperbaiki reputasinya, dan mengungkap siapa pelaku peracun sebenarnya.
Di tengah intrik keluarga, pengkhianatan, dan dendam yang membara.
Bisakah Yue Lan membalikkan nasibnya sebelum Kediaman Shen menghancurkannya selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
“Nyonya, maafkan hamba.” Xiaohe menunduk dalam-dalam, suaranya bergetar oleh rasa bersalah. “Tuan Muda tiba-tiba muncul. Pelayannya langsung menutup mulut hamba… hamba bahkan tidak diberi kesempatan untuk memperingatkan Nyonya.”
Yue Lan menatap gadis itu sejenak. Wajah Xiaohe pucat, matanya merah, jelas masih gemetar oleh kejadian barusan.
“Itu bukan salahmu, Xiaohe,” ucap Yue Lan pelan namun tegas. “Kau tidak perlu merasa bersalah.”
Ia menghela napas perlahan, menenangkan detak jantungnya sendiri.
“Mulai sekarang, jika hal seperti ini terjadi lagi, keselamatanmu lebih penting. Jangan memaksakan diri.”
Xiaohe mengangkat kepala, terkejut. “Nyonya…”
“Aku serius,” lanjut Yue Lan. “Aku tidak ingin kau celaka hanya karena melindungiku.”
Xiaohe menunduk lagi, kali ini matanya benar-benar basah.
“Baik, Nyonya.”
Di dalam paviliun yang kembali sunyi itu, Yue Lan menutup matanya sejenak. Bayangan wajah Shen Liang kembali terlintas tatapan dingin yang tak meledak, namun justru membuatnya sulit bernapas.
“Xiaohe,” suara Yue Lan merendah, “apa Tuan Muda Shen Liang… mendengar semuanya?”
Xiaohe mengangguk pelan, rasa bersalah jelas tergambar di wajahnya.
“Iya, Nyonya.”
Yue Lan menelan ludah. “Bagaimana ekspresi wajahnya saat mendengar percakapanku dengan Shen Wei?”
Xiaohe ragu sejenak sebelum menjawab.
“Seperti yang Nyonya tahu,” katanya hati-hati, “Tuan Muda Shen Liang hampir tidak pernah menunjukkan ekspresi. Wajahnya tetap datar… bahkan ketika mendengarnya.”
Jawaban itu justru membuat dada Yue Lan terasa lebih sesak.
Yue Lan terdiam cukup lama, lalu berkata pelan, lebih seperti berbicara pada dirinya sendiri.
“Aku yakin… Shen Liang sudah tahu sejak dulu tentang perselingkuhan Yan Ruyin dengan kakaknya.”
Xiaohe menatapnya ragu, tidak berani menyela.
“Dia bukan orang ceroboh,” lanjut Yue Lan. “Pria seteliti dan secermat itu tidak mungkin buta terhadap hal-hal semacam ini. Terlalu banyak celah. Terlalu banyak kebetulan.”
Ia mengepalkan jari perlahan.
“Dia hanya memilih diam.”
Diam bukan karena tidak tahu, melainkan karena tidak peduli lagi untuk bertanya. Atau mungkin… karena sudah lelah.
Xiaohe menunduk. “Banyak pelayan juga berpikir begitu, Nyonya. Tuan Muda Shen Liang jarang bereaksi, tapi bukan berarti beliau tidak melihat.”
Yue Lan menarik napas panjang.
Jika Shen Liang sudah tahu sejak lama, maka malam ini bukanlah pengungkapan kebenaran.
Ini hanyalah pengingat bahwa masa lalu Yan Ruyin masih melekat, dan setiap langkah Yue Lan ke depan akan selalu berada di bawah tatapan pria yang terlalu tenang untuk ditebak.
Sementara itu di kamar Shen Liang.
Lampu minyak masih menyala ketika Shen Liang akhirnya duduk di kursi kayu di dekat meja rendah. Jubah luarnya belum dilepas. Sikapnya tetap tegak, tenang dengan cara yang justru membuat udara di ruangan itu terasa menekan.
Qin Mo berdiri beberapa langkah di belakangnya. Sejak tadi ia diam, menunggu tuannya membuka suara.
“Apa kau juga mendengarnya?” tanya Shen Liang akhirnya. Pendek. Datar.
Qin Mo menunduk. “Semua, Tuan Muda.”
Shen Liang tidak menoleh. Jemarinya mengetuk meja sekali. Pelan. Terukur.
“Menurutmu apa mereka sedang melakukan sandiwara?”
Qin Mo berpikir sejenak sebelum menjawab. “Percakapan antara Nyonya Yan dan Tuan Muda Shen Wei… terdengar natural. Tidak seperti orang yang sedang berakting.”
Hening menyelimuti ruangan.
“Natural,” ulang Shen Liang lirih.
Ia menatap nyala lampu di depannya, seolah sedang menimbang sesuatu yang jauh lebih rumit daripada sekadar benar atau salah.
“Menurutmu begitu?” tanyanya lagi.
Qin Mo ragu sepersekian detik. “Ya, Tuan Muda. Nada bicara Nyonya berbeda. Tidak ada rayuan. Tidak ada ketergantungan. Bahkan… ada penolakan yang jelas.”
Shen Liang terdiam.
“Kau benar,” ucapnya akhirnya. “Sejak keluar dari sel, dia menjadi lebih tenang.”
Yan Ruyin yang ia kenal selalu gaduh, emosinya mudah meledak, suaranya selalu mencari perhatian. Bahkan saat bersalah, ia tetap ingin dilihat. Namun wanita malam ini tidak seperti itu.
“Orang yang baru saja lolos dari kematian seharusnya takut,” lanjut Shen Liang pelan. “Bukan menjadi tenang.”
Qin Mo mengangkat kepala sedikit. “Tuan Muda mencurigai…?”
“Aku mencurigai apa pun yang tidak masuk akal.” Shen Liang berdiri. “Dan perubahan sebesar ini tidak datang tanpa sebab.”
Ia melangkah ke jendela, membuka sedikit daun kayu. Angin malam masuk membawa hawa dingin.
“Dan lagi Shen Wei terlalu berani,” katanya dingin. “dia sepertinya mengira bahwa Yan Ruyin masih wanita yang sama.”
Qin Mo menunduk lebih dalam. “Apakah Tuan Muda akan menegurnya?”
“Belum.” Shen Liang menyipitkan mata. “Aku ingin melihat sampai sejauh apa dia berani melangkah.”
Ia berbalik. “Dan Yan Ruyin…” suaranya merendah. “Jika dia berpura-pura, cepat atau lambat dia akan terpeleset.”
“Namun jika Nyonya tidak berpura-pura....”
Shen Liang terdiam sesaat. “Maka aku ingin tahu,” lanjutnya, “siapa sebenarnya wanita yang sekarang tidur di paviliun itu.”
Lampu minyak berkerlip pelan. Dan di balik wajahnya yang tetap datar, Shen Liang menyadari satu hal, untuk pertama kalinya dalam pernikahannya, ia tidak lagi bisa bersikap acuh.
Mungkin bukan karena cemburu.
Melainkan karena rasa curiga yang mulai berubah menjadi perhatian.
semangat thor jangan lupa ngopi☕️