Di balik ketenangan Desa Warengi Jati, sebuah tragedi mengoyak rasa aman warganya. Malam itu, seorang penduduk ditemukan tewas dengan cara yang tak masuk akal. Desas-desus beredar, rahasia lama kembali menyeruak, dan bayangan gelap mulai menghantui setiap sudut desa.
Bayu, pemuda dengan rasa ingin tahu yang tak pernah padam, terjebak dalam pusaran misteri ini. Bersama Kevin sahabat setianya yang sering meremehkan bahaya dan seorang indigo yang bisa merasakan hal-hal yang tak kasatmata, mereka mencoba menyingkap kebenaran. Namun semakin dalam mereka menggali, semakin jelas bahwa Warengi Jati menyimpan sesuatu yang ingin dikubur selamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaNyala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6: Air Mata Tak Percaya
Satu per satu peti dibuka, dan balai desa penuh dengan jeritan serta bau busuk yang menusuk hidung. Potongan tubuh korban-korban Pak Alex berjejer di atas meja panjang, membusuk, mengeluarkan darah hitam pekat bercampur nanah.
Belatung jatuh berjatuhan ke lantai, merayap ke sela-sela papan kayu, membuat banyak orang muntah tak kuasa menahan.
Di tengah kekacauan itu, dua peti terakhir dibuka. Warga langsung menjerit keras, lebih keras dari sebelumnya.
“YA ALLAH! Itu… itu kan?!”
“… Zikri…!”
Tubuh Zikri penuh luka sayatan, wajahnya hancur dengan belati masih menancap di sisi lehernya. Tangannya terikat, dan kepalanya hampir terlepas dari tubuh. Bau busuk dari luka terbuka membuat dokter forensik harus menutup hidung lebih rapat.
Kevin berdiri kaku, tubuhnya gemetar. Pandangannya mendadak kabur, lalu ia melihat sesuatu satu sosok samar berdiri di samping jasad Zikri. Nabila dengan wajah pucat penuh darah, Zikri berdiri di sampingnya, wajahnya muram, matanya kosong.
Namun berbeda dengan arwah lain, keduanya menatap Kevin dengan sangat jelas. Mulut Nabila bergerak, meski tanpa suara. Kevin membaca gerakan bibir itu.
“Ungkapkan kebenaran…”
Zikri mengangguk, lalu tangannya menunjuk tajam ke arah Herman di sudut ruangan. Jelas sekali, arwah mereka ingin Kevin tahu siapa yang sebenarnya berperan besar dalam tragedi ini.
Kevin tersentak, napasnya terengah. Bayu cepat menahan tubuh sahabatnya yang hampir limbung.
“Pin, apa yang kau lihat?”
Dengan suara bergetar, Kevin berbisik pelan.
“Nabila… Zikri… mereka ada di sini. Dan mereka… menunjuk Herman.”
Bayu langsung menoleh ke arah Herman, yang masih berdiri kaku di belakang warga. Tangannya terlihat gemetar, keringat dingin menetes di keningnya. Topi lusuh yang menutupi wajahnya semakin membuatnya mencurigakan.
Dokter forensik mencoba menutup peti dengan cepat, tapi warga terlanjur geger. Bisik-bisik semakin keras.
“Kalau begitu… korban bukan Cuma orang asing… tapi juga tetangga kita sendiri.”
“Kenapa Zikri bisa ada di sini?!”
“Siapa yang sebenarnya dalang semua ini?”
Kevin menatap arwah Nabila dan Zikri untuk terakhir kalinya. Perlahan mereka memudar, hilang ditelan udara dingin malam. Namun tatapan mereka masih tertinggal jelas di pikiran Kevin permintaan agar kebenaran dibongkar, tak peduli seberapa kelam.
Setelah peti terakhir ditutup, suasana balai desa masih kacau. Warga masih terisak, sebagian masih syok melihat potongan tubuh para korban. Namun di balik hiruk pikuk itu, Kevin justru merasa hawa ruangan semakin dingin.
Malam itu balai desa penuh sesak. Warga berkerumun setelah kabar otopsi korban mutilasi yang sadis tersebar luas. Kevin duduk di pojokan, matanya sesekali melirik ke arah pintu. Bayu di sampingnya, sibuk mencatat poin-poin penting untuk menyusun alur kasus.
Pak RT berdiri di depan warga, wajahnya tegang.
“Saudara-saudara... dari hasil penyelidikan polisi, ada indikasi kuat bahwa kasus Bu Minah terhubung dengan kasus mutilasi yang dilakukan Alex. Dan... ada saksi yang menyebutkan, salah satu dari kita terlibat.”
Warga langsung ribut, suara-suara sumbang bermunculan.
“Siapa itu?!”
“Jangan-jangan orang luar!”
“Bukan, ini pasti orang sini!”
Pak RT mengangkat tangan, memberi kode agar semua tenang.
“Saya mohon tenang. Kita di sini mencari kebenaran, bukan saling menuduh.”
Tiba-tiba Kevin memejamkan mata, keringat dingin membasahi pelipisnya. Bayu yang melihat langsung paham.
“Ada lagi, Pin?” bisiknya.
Kevin mengangguk pelan. Dari pandangan matanya yang kosong, ia melihat sosok Bu Minah berdiri di tengah kerumunan warga. Tubuhnya compang-camping, lehernya terjerat kain panjang, darah mengucur dari bibirnya. Arwah itu menunjuk satu orang ...Herman.
Kevin terperanjat. Napasnya memburu.
“Bayu...” suaranya bergetar. “Itu Herman... dia yang ditunjuk.”
Bayu langsung berdiri. “Pak RT, izinkan saya bicara!”
Semua mata tertuju pada Bayu. Dengan lantang ia berkata,
“Menurut dugaan kami, Herman tahu sesuatu tentang kematian Bu Minah.”
Herman yang sejak tadi duduk di sudut, langsung berdiri kaget.
“Apa-apaan kamu, Bayu?! Jangan asal nuduh!”
Bayu tidak gentar.
“Kalau memang tidak salah, buktikan sekarang. Katakan di depan warga, malam ketika Bu Minah meninggal, kau ada di mana.”
Wajah Herman pucat. Ia menunduk, tangannya gemetar.
“A-aku... aku di rumah...” jawabnya terbata.
Pak RT menatap tajam. “Ada saksi?”
Tak ada jawaban. Hening mencengkeram balai desa. Kevin yang masih melihat arwah Bu Minah maju perlahan, menatap Herman dalam-dalam.
“Jangan bohong lagi, Man. Dia ada di sini. Bu Minah menuntut keadilan. Kau yang menjerat lehernya, bukan, setelahnya kau memukulnya menggunakan linggis?”
“BOHONG! AKU TIDAK MEMBUNUHNYA!!” teriak Herman dengan mata melotot.
Namun dari luar pintu, dua polisi masuk membawa sebuah kantong plastik besar berisi barang bukti.
“Kami menemukan kain panjang di rumah Herman dan ada juga Linggis yang kami temukan di lemari pos ronda penuh darah lama, Serat kainnya cocok dengan luka jeratan di leher Bu Minah, dan juga Linggis ini benar cocok karena saat dulu kami meng otopsi jasad Bu Minah terdapat banyak luka akibat linggis.”
Warga langsung heboh. Beberapa orang berteriak,
“Jadi benar Herman pelakunya?!”
“Kurang ajar! Selama ini pura-pura polos!”
Herman mundur ke belakang, wajahnya penuh keringat. Bayu mendekat, menatapnya dengan tajam.
“Katakan yang sebenarnya, Man. Kalau bukan kau pelaku utama, siapa dalangnya?”
Air mata Herman menetes. Tubuhnya bergetar hebat.
“Aku... aku Cuma disuruh... aku dipaksa Alex! Malam itu aku lihat sendiri, Alex menyeret Bu Minah ke rumah kosong dekat sawah. Dia bilang kalau aku tak mau ikut, aku akan jadi korban berikutnya...”
Tangis Herman pecah.
“Aku... aku yang mengikat Bu Minah... tapi Alex yang mencekik dan memukulnya pakai linggis sampai mati. Aku takut, Bayu... aku takut mati...”
Semua warga tercengang. Nama Alex kembali disebut. Polisi langsung memborgol Herman.
“Kau tetap terlibat, Herman. Kau akan kami bawa untuk dimintai keterangan lebih lanjut.”
Herman meronta, berteriak sekuat tenaga.
“Aku bukan pembunuh! Aku Cuma dipaksa! Aku hanya kaki tangan! Tolong percaya aku!!”
Namun tidak ada yang peduli. Warga menatapnya dengan amarah. Pak RT menutup mata, kecewa.
“Herman... kenapa kau memilih jalan ini...”
Kevin menatap arwah Bu Minah. Perlahan sosok itu memudar, namun sebelum hilang sepenuhnya, ia tersenyum tipis, seolah lega karena kebenaran mulai terungkap...
Ada kalanya kita bingung mau di posisi mana? Kalau menuduh herman dia memang pelaku, tapi disisi Herman dia juga sangat bersalah jika harus membunuh seseorang tak berdosa? Namun sungguh kasihan pada Herman jika dia tak menuruti keinginan pak Alex dia akan menjadi korban tumbal selanjutnya, karena panik akhirnya dia sudah memilih korban yaitu kekasihnya sendiri...Bu Minah.
Setelah kepergian suaminya ke kota dan sampai sekarang suaminya itu belum pulang pulang dan tak ada kabar dari siapapun Bu Minah khawatir sekaligus kecewa, Herman pria itu dulunya adalah sahabat dekat Bu Minah sejak masih SMA, namun saat Bu Minah menikah Herman memilih menjauh untuk menjaga perasaan suami sang sahabat, sejak hari itu mereka tak pernah bertegur sapa, mereka hanya bertegur sapa saat bertemu tak sengaja saja sisa nya mereka hanya sebagai tetangga satu desa saja.
Mengapa Bu Minah menjadi kekasih Herman? Karena suatu saat Bu Minah sedang duduk di pinggir sawah wanita itu melamun karena mungkin dia kesepian karena suaminya tak pernah pulang kerumah, Herman yang sedang menanam padi salah fokus karena melihat seorang wanita yang tengah duduk sembari melamun di pinggir sawah, pria itu berinisiatif untuk menghampirinya, dengan awalan yang canggung namun Minah menyapa Herman dengan baik mereka akhirnya mengobrol sejak saat itu Herman sering bertemu dengan Minah, dan mereka memulai hubungan berpacaran, dan itulah bagaimana Minah menjadi kekasih Herman..
See you in the next episode...
......**-------------------**...
...
DISCLAMER❗️⚠️
Cerita ini hanya karangan semata jika ada perilaku/kata yang kasar mohon di maafkan. Dan apabila jika ada kesalahan dalam pengetikan kata/typo saya mohon maaf, namanya juga kan manusia mimin juga manusia lohh, jadi mohon dimaklumi ya hehe..
Sekali lagi mimin mengucapkan mohon maaf jika per episode di dalam cerita yang mimin buat terlalu pendek soalnya mimin sengaja membagi agar BAB nya banyak, dan biar kaliannya juga greget hehehe😜