NovelToon NovelToon
Ranjang Kosong Memanggil Istri Kedua

Ranjang Kosong Memanggil Istri Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Kaya Raya / Beda Usia / Selingkuh / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Di balik kemewahan rumah Tiyas, tersembunyi kehampaan pernikahan yang telah lama retak. Rizal menjalani sepuluh tahun tanpa kehangatan, hingga kehadiran Hayu—sahabat lama Tiyas yang bekerja di rumah mereka—memberinya kembali rasa dimengerti. Saat Tiyas, yang sibuk dengan kehidupan sosial dan lelaki lain, menantang Rizal untuk menceraikannya, luka hati yang terabaikan pun pecah. Rizal memilih pergi dan menikahi Hayu, memulai hidup baru yang sederhana namun tulus. Berbulan-bulan kemudian, Tiyas kembali dengan penyesalan, hanya untuk menemukan bahwa kesempatan itu telah hilang; yang menunggunya hanyalah surat perceraian yang pernah ia minta sendiri. Keputusan yang mengubah hidup mereka selamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Waktu berlalu begitu cepat dan Dessy telah selesai mendadani Hayu.

Hayu berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun dusty pink A-line yang ia pilih.

Gaun itu menempel sempurna, memancarkan keanggunan yang bersahaja.

Riasan tipis yang membalut wajahnya membuatnya tampak lebih segar dan berseri, jauh dari kesan wanita yang baru semalam diselimuti kecemasan.

"Masya Allah, cantik sekali, Mbak," puji Desi, manajer WO, takjub.

"Anda benar-benar pengantin paling anggun yang pernah kami rias." ucap salah satu teman Dessy.

Hayu tersenyum tipis dengan jantungnya yang berdebar kencang.

Di luar kamar, Rizal sudah duduk di hadapan meja akad.

Ia mengenakan jas berwarna senada dengan gaun Hayu, ditemani oleh seorang Penghulu dan dua Saksi yang merupakan kerabat dekatnya.

Suasana di ruang tamu yang sudah dihiasi bunga-bunga segar dan nuansa putih terasa khidmat.

Rizal tidak bisa menyembunyikan ketegangan di wajahnya.

Ia berkali-kali melirik ke arah pintu kamar utama, menantikan calon istrinya.

Terdengar ketukan pelan dari luar pintu kamar utama.

Tok... tok...

"Mbak Hayu, waktunya sudah tiba. Bapak Penghulu sudah siap," bisik Desi.

Hayu menarik napas dalam-dalam, mengangguk perlahan, lalu memejamkan mata sejenak.

Ia memegang erat buket bunga yang ada di tangannya.

"Ya Allah, semoga semuanya lancar." gumam Hayu sambil tersenyum tipis.

Hayu melangkah keluar dengan hati-hati dengan gaun dusty pink bergerak lembut mengikuti langkah kakinya.

Seluruh pandangan di ruangan itu, termasuk pandangan Rizal, langsung tertuju padanya.

Rizal yang melihatnya langsung tertegun, seolah semua ketegangan di wajahnya langsung lenyap digantikan oleh rasa kagum yang mendalam.

Hayu benar-benar menjelma menjadi bidadari yang ia lamar semalam.

Hayu berjalan pelan menuju ruang akad dam matanya langsung tertuju pada Rizal yang sudah menunggunya dengan senyum lembut dan sorot mata penuh cinta.

Meskipun Rizal terlihat sempurna, Hayu menundukkan kepalanya, tidak berani membalas tatapan intens itu.

Hayu duduk di samping Rizal dengan wajahnya yang masih menundukkan kepalanya.

"Bismillahirrahmanirrahim," bisik Penghulu, memulai acara.

Hayu menggenggam erat tangannya sampai tangan kanannya terasa dingin.

Rizal yang menyadari kegugupan Hayu, dengan lembut meraih tangan kirinya dan menggenggamnya, memberikan kehangatan dan kepastian.

"Tenang, Sayang. Aku di sini," bisik Rizal pelan, hanya didengar oleh Hayu.

Penghulu membaca beberapa ayat suci Al-Qur'an dan memberikan nasihat singkat tentang pernikahan.

"Saudara Muhammad Rizal Firdaus, mari kita mulai," ucap Penghulu.

Rizal memajukan posisi duduknya, berhadapan dengan Penghulu.

Ia menghela napas panjang, menenangkan dirinya.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Hayu Deswita binti Alm. Haris, dengan mas kawin berupa seperangkat alat sholat dan cincin emas putih dibayar tunai," ucap Penghulu dengan suara lantang dan jelas.

Dengan satu tarikan napas, Rizal menjawabnya dengan mantap.

"Saya terima nikah dan kawinnya Hayu Deswita binti Alm. Haris dengan mas kawin tersebut, tunai!"

"SAH!" seru Penghulu, diikuti oleh ucapan

"Alhamdulillah" dari para saksi dan kerabat.

Seketika itu juga, Hayu mengangkat kepalanya, air mata kebahagiaan menetes membasahi pipinya.

Rizal menoleh ke arah Hayu, meraih tangannya, dan mencium lembut keningnya yang berhiaskan riasan tipis.

"Terima kasih sudah memilihku, Sayang. Sekarang, kita resmi," bisik Rizal sambil tersenyum tipis.

Setelah Rizal mengucapkan ijab kabul dengan lantang dan tegas, suasana menjadi lebih cair.

Penghulu berdeham pelan, memberikan isyarat bahwa acara belum sepenuhnya selesai.

"Alhamdulillah, prosesi akad nikah telah terlaksana dengan sah," ujar Penghulu, tersenyum ke arah kedua mempelai.

"Sekarang, izinkan Bapak menyampaikan sedikit nasihat pernikahan untuk bekal Bapak Rizal dan Ibu Hayu dalam mengarungi bahtera rumah tangga."

Rizal dan Hayu duduk bersisian, saling menggenggam tangan, mendengarkan dengan penuh perhatian.

Kemudian Penghulu kembali menyampaikan nasehat sedikit kepada pengantin baru.

"Dalam pernikahan, Bapak Rizal dan Ibu Hayu harus ingat bahwa ini adalah 'Mitsaqan Ghaliza', sebuah perjanjian yang sangat kokoh di hadapan Allah. Bukan hanya tentang cinta, tetapi tentang sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta kasih), dan rahmah (kasih sayang). Bapak Rizal, sebagai suami, adalah pemimpin. Tugas Anda bukan hanya mencari nafkah, tetapi juga melindungi dan membimbing istri. Perlakukan Ibu Hayu dengan sebaik-baiknya, jadikan beliau ratu di rumah ini, seperti yang telah Anda niatkan."

Hayu menundukkan kepalanya dengan air matanya yang kembali menetes mendengar penekanan Penghulu tentang perannya sebagai 'ratu'.

"Dan untuk Ibu Hayu, sebagai istri, Anda adalah pendamping, 'sandangan nya' suami. Tugas Anda adalah menciptakan rumah yang hangat, tempat suami Anda kembali dari segala penat dunia. Ikhlaskan lah pengorbanan masa lalu, dan fokuslah pada kebaikan hati suami Anda. Saling menjaga, saling menutupi aib, dan saling mendoakan adalah kunci keharmonisan. Jangan pernah biarkan masalah datang dari luar, tetapi selesaikan di dalam rumah tangga Anda sendiri."

Nasihat Penghulu terasa menusuk sekaligus menenangkan.

Kata-katanya seolah menjadi pembenaran atas keputusan yang telah mereka ambil.

Setelah nasihat selesai, Rizal dan Hayu melakukan sesi penandatanganan berkas nikah dan tukar cincin.

Rizal dengan lembut mengangkat tangan Hayu yang kini sah menjadi istrinya, dan mencium punggung tangannya dengan penuh rasa hormat.

Kemudian acara dilanjutkan dengan sesi foto bersama yang dipandu oleh fotografer profesional dari tim WO.

Karena Rizal menginginkan acara yang sederhana dan tertutup, sesi foto hanya melibatkan para saksi dan kerabat dekat.

"Oke, sekarang pengantin berdua, silakan berdiri di pelaminan mini yang sudah kami siapkan," pinta fotografer.

Rizal dengan sigap berdiri dan mengulurkan tangan ke Hayu. Hayu, yang masih sedikit canggung, membalas uluran tangan suaminya.

"Mas Rizal, tolong pegang pinggang Istrinya, Bu Hayu tolong bersandar manja sedikit," arah fotografer.

Rizal tertawa kecil mendengar arahan itu, dan dengan hati-hati, ia melingkarkan lengannya di pinggang Hayu.

Sentuhan itu terasa lebih mendalam dan berbeda sekarang.

"Senyum, Bapak! Senyum, Ibu! Sekarang tatap mata pasangan Anda!"

Rizal menoleh ke Hayu, dan Hayu mendongak. Mata mereka bertemu.

Hayu tidak lagi melihat tatapan Rizal sebagai majikan, melainkan tatapan seorang suami yang tulus dan penuh kagum.

Ia membalas tatapan itu dengan senyum malu-malu yang sangat manis.

"Bagus! Jepret!"

Setelah beberapa pose formal, Rizal mulai melancarkan godaan ringannya.

"Ternyata kamu lebih cantik daripada bayanganku, Sayang," bisik Rizal di telinga Hayu, membuat pipi Hayu memerah.

Tawa Hayu meledak kecil, dan fotografer menangkap momen spontan itu.

"Sempurna! Itu yang kami cari!"

Suasana yang tadinya formal kini dipenuhi tawa dan kehangatan, seolah semua orang merayakan kebahagiaan sejati yang baru ditemukan oleh Rizal dan Hayu.

Sebagai penutup rangkaian acara, di tengah ruang tamu yang kini berfungsi sebagai mini ballroom, Rizal menarik tangan Hayu.

"Ada satu hal lagi, Ratu-ku," bisik Rizal.

Ia memberi isyarat kepada tim WO untuk memutar musik.

Alunan lagu romantis yang lembut segera memenuhi ruangan.

"Aku tahu ini mendadak, tapi aku tidak mau menunda momen ini. Maukah kamu berdansa denganku, untuk menandai awal yang baru?" tanya Rizal.

Hayu sedikit terkejut ketika mendengar ajakan suaminya.

Rizal menarik Hayu lebih dekat, melingkarkan satu tangan di pinggang Hayu dan menggenggam tangan Hayu yang lain.

Hayu meletakkan tangannya di bahu Rizal.

Mereka mulai bergerak perlahan, hanya berputar kecil, mengikuti irama musik.

Bagi Hayu, ini adalah kali pertama ia merasakan keintiman sedalam ini.

Tubuhnya terasa kaku, tetapi hati Rizal menuntunnya.

"Jangan tegang, Sayang. Ikuti saja iramanya," bisik Rizal.

"Aku tidak pandai menari, Mas," jawab Hayu malu-malu.

"Kamu tidak perlu pandai menari. Cukup rasakan saja detak jantungku," balas Rizal, tatapannya lembut.

Di tengah dansa sederhana itu, Rizal membungkuk sedikit dan mencium kening Hayu dengan penuh kasih sayang.

Di sana, di tengah ruangan yang dipenuhi bunga dan saksi-saksi bisu, Rizal dan Hayu berdansa, bukan hanya menggerakkan tubuh, tetapi menyatukan janji dan hati.

Mereka tidak hanya merayakan pernikahan, tetapi juga penyembuhan bagi Rizal dan babak baru kehidupan bagi Hayu.

Setelah dansa selesai, Rizal memeluk Hayu dengan erat.

"Selamat datang di kehidupan baruku, Sayang. Terima kasih sudah memilihku."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!