Hampir Semua orang di desa Black Sword membenci Risa Ariz. Anak yatim piatu itu dijauhi, dianggap terkutuk, dan dipercaya menyimpan makhluk kegelapan di dalam dirinya.
Muak diperlakukan layaknya sampah, Ariz memutuskan untuk berbuat onar. Ia tidak melukai, tapi ia pastikan setiap orang di desa merasakan kehadiran dan penderitaannya: dengan menyoret tembok, mengganggu ketenangan, dan menghantui setiap sudut desa. Baginya, jika ia tidak bisa dicintai, ia harus ditakuti.
Sampai akhirnya, rahasia di dalam dirinya mulai meronta. Kekuatan yang ditakuti itu benar-benar nyata, dan kehadirannya menarik perhatian sosok-sosok yang lebih gelap dari desa itu sendiri.
Ariz kini harus memilih: terus menjadi pengganggu yang menyedihkan, atau menguasai kutukan itu sebelum ia menjadi monster yang diyakini semua orang.
"MINOTO NOVEL"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MINOTO-NOVEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27. KABUR DARI KEJARAN PARA KSATRIA PENJAGA
Keesokan harinya...
Di sebuah kamar yang sederhana, seorang pria masih tertidur lelap. Jam yang tergeletak di lemari kecil menunjukkan pukul 05.59. Tepat saat jarum menunjuk angka 06.00, alarm berdering nyaring, memecah kesunyian.
"Eehh...?" Pria itu terbangun dengan mata yang masih berat. Ia mematikan alarm, duduk sebentar di tepi kasur, lalu menguap panjang. "Hoaaammm..."
Setelah itu, ia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka. Segar kembali, ia keluar rumah berniat menyapa orang-orang. Namun, baru saja melangkah keluar, ia dikejutkan oleh kerumunan warga yang ribut di depan.
Ia menghampiri salah satu tetangganya. "Fadlan? Ada apa, kenapa ramai sekali?" tanyanya.
"Hah? Kau tidak lihat?" Fadlan tampak terkejut.
"Lihat apa... ASTAGA...!" Pria itu ternganga. Ternyata, seluruh tembok di sekitarnya dipenuhi coretan aneh dan tidak beraturan. Ia menoleh ke depan rumahnya, dan jantungnya serasa berhenti. Rumahnya juga tidak luput dari vandalisme itu.
"R-rumahku?!" serunya tak percaya.
"Siapa yang melakukan hal konyol seperti ini?!" teriak seorang warga, penuh amarah.
Tiba-tiba, sebuah suara lantang terdengar dari atas menara. "Heii, semuanya!"
Warga terdiam dan serentak mencari sumber suara. Di puncak menara, tampak seorang remaja bernama Ariz melambai-lambaikan tangan.
"Ada apa dengan anak itu?" bisik salah satu warga.
"Hey, semuanya! Bagaimana dengan karyaku?! Kalian pasti suka, kan?!" Ariz tertawa bangga, menunjukkan bahwa semua coretan itu adalah ulahnya.
"Anak kurang ajar! Apa yang Kau lakukan pada rumah kami?!" teriak seorang warga dengan murka.
"Aku cuma mendekorasi ulang! Aku tahu, kalian suka dengan karyaku!" jawab Ariz dengan nada congkak.
Jawaban itu membuat warga semakin kesal. "Argh! Bagus apanya?! Cepat bersihkan semua coretan ini!"
Bukannya takut, Ariz justru mengejek mereka dari atas. "Wleee! Kalau kalian mau coretan ini hilang, tangkap aku dulu!" Ucapnya sambil menggoyangkan pantatnya.
"Arrghh! Di mana para Kesatria penjaga?!" salah satu warga berteriak putus asa.
"Di sini." Terdengar suara dari belakang, dan dua Kesatria yang Kau kenal sudah berdiri di sana.
"Hey, kalian! Tangkap anak itu dan beri dia pelajaran!" seru seorang warga.
Ariz yang tadinya bangga, kini menoleh dan melihat kedua Kesatria yang menatapnya tajam.
"Hmph. Tenang saja. Kalian bisa mengandalkan kami. Kei! Ayo kejar anak itu!" ujar Kesatria pertama.
Kei tersenyum lebar. "Baiklah! Hey, Payah! Kau tidak akan bisa kabur dari kami!" ledeknya.
Ariz membalas dengan tawa mengejek. "Hahaha! Kalian pikir aku takut?! Kalian tidak akan bisa menangkapku! Wlee!" Sekali lagi, ia menggoyangkan pantatnya ke arah mereka.
"Sial! Anak itu benar-benar!" Kedua Kesatria itu langsung berlari cepat menuju menara.
"H-hah?! Bagaimana bisa?!" Ariz terkejut, melihat mereka tidak naik tangga. Keduanya justru melompat dari atap ke atap, dan mendarat mulus di puncak menara. Terpojok, Ariz buru-buru menuruni tangga secepat mungkin. Kei melihat Ariz kabur dan segera ikut mengejarnya.
Ariz terus berlari menuruni tangga. Saat sampai di pintu keluar, ia dikejutkan oleh Kei yang bersiap melompat dari puncak menara, langsung ke arahnya! Ariz nyaris tertangkap, tapi untungnya ia berhasil menghindar tepat waktu.
"Sialan! Anak itu benar-benar lincah!" Kei dan temannya terus mengejar Ariz, tak mau menyerah.
Ariz berlari tanpa tujuan, sampai ia tiba di Bukit Black Sword. Di sana, lajunya melambat karena semak-semak yang tebal menghalanginya.
"Sialan!" umpat Ariz, sambil terus menerobos semak-semak yang menggores kaki dan lengannya. Ia menoleh ke belakang, dan betapa jengkelnya ia saat melihat dua Kesatria itu mengejarnya dengan cara yang jauh lebih mudah.
Kei dan temannya tidak berlari di tanah seperti dirinya, melainkan melompat dari pohon ke pohon dengan lincah.
"Anak itu sungguh luar biasa," ucap teman Kei sambil melompati dahan tebal. Matanya takjub melihat kegigihan Ariz yang terus berlari kencang meskipun terhalang semak belukar.
"Hm. Kau benar," jawab Kei singkat sambil terus fokus melompat. Ia harus mengakui, meski menyebalkan, kecepatan Ariz di tengah rintangan seperti itu memang luar biasa.
Ariz yang merasa terpojok, terus berlari sekencang mungkin. Ia tahu, jika ia berhenti, ia akan tertangkap. Ia melihat sebuah tebing di depannya, dan tidak ada pilihan lain selain terus melaju...
Ia sampai di ujung tebing, terpaksa berhenti. Jantungnya berdebar kencang. Ia menoleh ke belakang dan melihat Kei serta temannya sudah turun dari pepohonan.
"Hei, bocah! Kau sudah tidak bisa ke mana-mana lagi!" teriak Kei. Mereka berdua berjalan perlahan, mengepung Ariz.
Ariz hanya bisa melangkah mundur perlahan. Kakinya terasa dingin saat tumitnya menyentuh bibir tebing. Melihat Ariz yang kebingungan, teman Kei berkata, "Heh, sudah. Kau menyerah saja! Tidak ada tempat untuk lari lagi."
Saat mereka berdua semakin dekat, tiba-tiba Ariz melemparkan sesuatu. Sebuah balon kecil melayang, tepat mengenai wajah Kei! Balon itu pecah, menyemburkan cat berwarna-warni yang langsung menutupi seluruh wajah Kei.
"AAAKH!" Kei berteriak kaget, panik karena pandangannya tertutup cat.
Temannya ikut panik. "A-apa Kau baik-baik saja? Hei, apa yang telah Kau lakukan..." Saat ia menoleh untuk memarahi Ariz, ia menyadari anak itu sudah melarikan diri, meninggalkan mereka berdua di tebing.
"Anak itu sudah kabur," ucap teman Kei.
Kei, yang masih mengelap wajahnya yang penuh cat, berteriak kesal, "Sialan! Kita harus tangkap anak itu!"
Pelarian Baru Ariz...
Sementara itu, Ariz terus berlari. Ia masih kesulitan bergerak karena semak-semak yang tebal menghalangi jalannya. Namun, setelah beberapa saat, akhirnya ia menemukan sebuah jalan setapak yang rata. Ariz berpikir ia sudah selamat, tetapi saat menoleh ke belakang, ia melihat kedua Kesatria itu masih mengejarnya. Mereka belum menyerah!
Tanpa pikir panjang, Ariz mempercepat langkahnya, mengikuti jalan setapak itu yang mengarah ke tempat yang lebih tinggi. Saat sedang berlari, matanya melirik ke arah kanan, di mana ada deretan pohon-pohon besar dan rerumputan tinggi yang ideal untuk bersembunyi.
Ariz langsung mengambil kesempatan. Ia berbelok, berlari ke arah hutan kecil itu, dan masuk ke balik rerimbunan semak. Ia berjongkok, menahan napas, dan mengamati kedua Kesatria yang baru saja muncul di jalan setapak.
"Ke mana anak itu?" tanya teman Kei, melihat sekeliling.
Kei, yang wajahnya masih belepotan cat, tampak sangat kesal karena tidak berhasil menangkap Ariz dan malah dipermainkan. "Sialan! Awas saja! Kalau sampai aku bertemu dengannya lagi, akan kucincang wajahnya sampai jadi daging cincang! Aaaarghh!" geramnya. Ia lalu pergi dengan langkah kesal...
BERSAMBUNG...
bukan mencari kekuatan/bakat yang baru. sesuatu bakal bagus, kalau kita rajin👍