Winda Happy Azhari, seorang penulis novel yang memakai nama pena Happy terjerumus masuk bertransmigrasi ke dalam novel yang dia tulis sendiri. Di sana, dia menjadi tokoh antagonis atau penjahat dalam novel nya yang ditakdirkan mati di tangan pengawal pribadinya.
Tak mampu lepas dari kehidupan barunya, Happy hanya bisa menerimanya dan memutuskan untuk mengubah takdir yang telah dia tulis dalam novelnya itu dengan harapan dia tidak akan dibunuh oleh pengawal pribadinya. Tak peduli jika hidupnya menjadi sulit atau berantakan, selama ia masih hidup, dia akan berusaha melewatinya agar bisa kembali ke dunianya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pangeran Datang
Para pelayan kembali mendandani Elizabeth untuk hari yang selama ini dia takuti. Meskipun dia ingin sekali melihat wajah karakter yang dibuatnya, kekhawatirannya yang semakin besar tentang alur cerita yang telah dia tulis untuk buku ini jauh lebih penting.
Meskipun Alex meminta untuk tenang, Elizabeth tahu Alex tidak benar-benar mempercayai apa yang dia katakan, tetapi dia terpaksa menerimanya. Karena selain Alex, Elizabeth tahu kisah hidupnya.
"Yang Mulia Pangeran ada di ruang tunggu, Nona," kata Alex setelah para pelayan selesai mendandaninya.
Elizabeth menarik napas dalam-dalam dan mengangguk.
'Baiklah, kamu bisa melakukannya Happy!' Ucapnya menyemangati dirinya sendiri dalam hati.
Dia mendengar suara 'pfffft' pelan dan dia tahu itu berasal dari Alex. Elizabeth memelototinya sebelum dia menghadap pintu dan membukanya.
Pangeran Lewis duduk di sofa, dengan sabar menunggu kedatangannya.
"Selamat siang Yang Mulia Pangeran. Saya mengucapkan terima kasih dari lubuk hati saya yang terdalam karena telah datang ke sini saat Anda sebenarnya tidak perlu untuk datang." Ucap Elizabeth sopan sambil membungkuk.
"Tolong angkat kepalamu. Maaf aku datang ke sini mendadak," kata Pangeran Lewis sambil berdiri dan berjalan menghampiri Elizabeth.
'Apa yang sedang dia coba lakukan?' pikir Elizabeth.
Dia merasakan jemari mengusap rambutnya. Elizabeth melirik Lewis. Lewis tersenyum padanya sebelum mundur selangkah.
"Jepitan rambutmu kelihatannya akan jatuh." Ucap Pangeran Lewis.
Elizabeth tanpa sadar menyentuh jepit rambutnya.
"Ah.. saya mengerti, eh terima kasih..." Ucap Elizabeth gugup.
Pangeran Lewis tersenyum sebelum menunjuk ke arah sofa di ruang tunggu.
"Ayo duduk." Ucapnya.
"Oh, ya, tentu saja Pangeran. Alex, tolong siapkan minuman dan camilan untuk Yang Mulia Pangeran." Ucap Elizabeth pada Alex yang tetap berdiri disana.
"Ya, Nona." Balas Alex.
Seperti biasa, Alex berada dalam mode pelayannya. Dia menuangkan teh dan menata berbagai makanan ringan di depan mereka sebelum berdiri di samping Elizabeth.
'Sungguh pria yang profesional.' ucap Elizabeth dalam hati.
Elizabeth memperhatikan tatapan Pangeran Lewis padanya. Dia tersenyum kecil sebelum berkata, "Yang Mulia, saya ingin tahu mengapa Anda tiba-tiba ingin datang ke rumah kami."
Pangeran Lewis menempelkan jari telunjuknya di bibir seolah sedang berpikir sebelum menoleh ke arah Elizabeth.
Dengan senyum nakal, dia menjawab, "Karena aku hanya ingin bicara denganmu."
Senyum palsu Elizabeth hampir lenyap ketika mendengar jawaban Pangeran Lewis.
"Maaf? Apa Anda serius Pangeran?" Tanya Elizabeth.
Lewis mengangguk, menyilangkan kaki sebelum bersandar pada sikunya.
"Ya. Lagipula, Nona Elizabeth sudah lama tidak datang ke istana, kan?" Ucapnya.
Elizabeth menyesap tehnya, tanpa sekali pun menatap mata Pangeran Lewis.
"Ya, Anda benar." Ucap Elizabeth.
"Bolehkah aku bertanya kenapa kau tidak datang ke istana lagi?" Tanya Pangeran.
Elizabeth bertanya-tanya dalam hatinya, apa yang sebenarnya diincar oleh Pangeran Lewis. Biasanya dia akan mengabaikan Elizabeth, jadi kenapa dia bersikap seperti ini?
'Apakah karena Elizabeth sudah tidak menjadi dirinya yang sebenarnya? Ah. Mungkin aku sedikit mengubah alur cerita karena keberadaanku. Itu tidak bagus, bagaimana dengan tokoh utama wanita dan priaku ini nanti? Lalu bagaimana dengan Alex juga?' pertanyaan terus muncul dalam pikiran Elizabeth.
"Elizabeth?.....Nona Elizabeth?"
Elizabeth tersadar dari lamunannya ketika mendengar Pangeran Lewis memanggil namanya beberapa kali. Alex juga menyenggolnya pelan tanpa Lewis sadari. Dia lalu berdeham pelan.
"Maafkan saya karena terlalu asyik dengan pikiran saya." Ucap Elizabeth.
Lewis menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa." Ucapnya.
"Untuk menjawab pertanyaan Yang Mulia Pangeran, saya hanya sedang sibuk. Jadi tidak punya waktu untuk berkunjung ke istana." Ucap Elizabeth.
"Jadi begitu." Balas Pangeran Lewis.
'Menghindar dengan baik!' pikir Elizabeth.
"Apa yang membuatmu begitu sibuk?" Tanya Pangeran Lewis.
'Sial!' umpat Elizabeth dalam hati.
"Umm...berkuda..?" Ucap Elizabeth memaksakan tawa kecil sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di pangkuannya.
Pangeran Lewis terus menatapnya. Matanya sedikit menyipit, bibirnya melengkung ke atas.
"Ah, begitu. Berkuda." Ucap Pangeran Lewis.
"Ya, Yang Mulia Pangeran..." Balas Elizabeth.
Elizabeth mengira dia sudah berhasil menghindari Pangeran Lewis, tetapi dia salah lagi. Dia lalu mengambil satu biskuit dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Mungkin kita bisa berkuda bersama suatu saat nanti."
Ucapan Pangeran Lewis mengejutkan Elizabeth, membuatnya hampir tersedak biskuitnya. Dia segera meminum tehnya, meskipun tenggorokannya terasa terbakar. Dia menatap Pangeran Lewis dengan tatapan bingung.
Pangeran Lewis hanya membalasnya dengan senyum lebar.
"Tidakkah menurutmu itu akan menyenangkan?" Ucap Pangeran Lewis.
"Ya, Yang Mulia Pangeran..." Ucap Elizabeth.
Pada titik ini, Elizabeth mengaku kalah atas taktik Pangeran Lewis yang membingungkan dan merasa lelah secara mental saat terus berbicara dengannya.
Pangeran Lewis akhirnya meninggalkan kediamannya, tetapi tidak lupa membuatnya berjanji bahwa dia akan pergi berkuda bersamanya suatu saat nanti.
Kelelahan total karena pangeran itu, Elizabeth meminta untuk makan malam di kamarnya sendiri, hanya ditemani Alex.
Dia menjatuhkan diri ke sofa dan berbaring dengan lesu. Alex sudah terbiasa dengan sikapnya sekarang karena Alex terus bekerja tanpa mengedipkan mata padanya.
"Haruskah saya menyiapkan bak mandi?" tanya Alex.
"Nant saja setelah tidur siang. Pangeran itu membuatku kelelahan luar biasa," kata Elizabeth sambil membenamkan wajahnya di bantal sofa.
Dia lalu mengangkat satu jarinya ke arah Alex.
"Bangunkan aku satu jam lagi." Ucap Elizabeth.
"Itu sangat lama." Balas Alex.
"Salahkan Pangeran itu atas kelelahanku!" Ucap Elizabeth merengek sambil membenamkan wajahnya kembali ke bantal.
'Aku tak percaya dia orang yang sama yang menciptakan dunia ini,' gumam Alex dalam hati sebelum berjalan pergi, membersihkan kamar Elizabeth.
Elizabeth kini tertidur lelap di sofa, benar-benar tak berdaya. Alex terus meliriknya sekilas sambil membersihkan kamar itu. Mengisi ulang air dalam vas. Dia lalu meletakkannya kembali di tempat semula. Sambil memeriksa jam sakunya, dia punya waktu sekitar setengah jam lagi sebelum harus membangunkan Elizabeth.
Setelah memasukkan kembali arlojinya ke saku jaket bagian dalam, dia berjalan pelan ke arah Elizabeth. Mata hitamnya yang sedikit berkilau, menatap Elizabeth dan memperhatikan gerakan-gerakan kecil yang dilakukan Elizabeth saat tertidur.
Jari-jarinya sedikit melengkung, bibirnya terbuka cukup lebar untuk bernapas, dan dia melakukan penyesuaian kecil agar tetap nyaman saat tidur. Elizabeth benar-benar sedang tak berdaya saat ini. Dengan satu gerakan, Alex bisa melukainya.
Sebuah tangan di tenggorokannya, bisa mencekiknya sampai mati. Alex bisa melakukannya dengan mudah. Namun, Alex tidak melakukannya. Dia hanya terus mengamati Elizabeth sebelum tiba saatnya membangunkannya seperti yang dimintanya.
"Bangun." Ucap Alex.
Dia mengguncang Elizabeth pelan.
Elizabeth mengerang pelan, lalu perlahan beranjak ke posisi duduk. Membuka sebelah matanya ke arah Alex, dia tersenyum mengantuk padanya.
"Selamat pagi." Ucap Elizabeth.
"Ini sudah malam, Nona." Balas Alex.
"Oh!" Seru Elizabeth.
Alex termasuk orang yang tidak suka tertawa di depan orang lain, tetapi dia harus menahan diri untuk tidak melakukannya setelah melihat ekspresi wajah gadis itu yang kabur.
"Apakah Nona ingin aku menyiapkan mandi Nona sekarang?" Tanya Alex.
"Ya...silakan." Ucap Elizabeth mengangguk sambil menutup mulutnya saat menguap sambil berbicara.
Alex keluar dari kamar. Sambil menyiapkan air mandi untuk Elizabeth, dia tersenyum kecil, teringat wajah gadis itu setelah bangun tidur.
Bersambung...