NovelToon NovelToon
Adik Iparku, Mantan Kekasihku

Adik Iparku, Mantan Kekasihku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Cinta Terlarang / Saudara palsu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Amy Zahru

Karma? Apa benar itu yang terjadi padaku? Disaat aku benar-benar tidak berdaya seperti ini.

Bagaimana mungkin aku meghadapi sebuah pernikahan tanpa cinta? Pernikahan yang tidak pernah ku impikan. Tapi sekali lagi aku tak berdaya. Tidak mampu menentang takdir yang ditentukan oleh keluarga. Pria yang akan menikahiku...aku tidak tahu siapa dia? Seperti apa sifatnya? Bagaimana karakternya? Aku hanya bisa pasrah atas apa yang terjadi dalam hidupku.

Aku sebenarnya masih menunggu seseorang dari masa laluku. Seorang pria yang sangat ku cintai sekaligus pria yang telah ku lukai hatinya. Nando Saputra, mantan kekasihku yang telah memutuskan pergi dariku setelah aku dengan tega mengusirnya begitu saja.

Sekarang rasa menyesal kembali menghatuiku saat ku tahu sebuah fakta yang lebih mengerikan...dia Nando, pria yang selama ini ku rindukan adalah adik dari pria yang menikahiku. Rasanya aku ingin bunuh diri saat ini juga....!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amy Zahru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33. Hujan dan Luka

Aku terbaring di ranjang, menatap langit-langit kamar kosong. Mata ini sembab, kepala pening karena terlalu banyak menangis semalam.

Bayangan Nando yang memandangku dengan benci terus menghantui.

Kalimatnya berulang di kepalaku, menusuk tanpa henti.

"Kamu yang buang aku! Kamu yang hancurkan aku!"

Aku menutup telinga, tapi sia-sia. Suara itu tetap ada, menggema, memukul dadaku hingga terasa sulit bernapas.

Hari-hari terakhir ini aku merasa hampa. Ali sibuk dengan proyek barunya. Bahkan pagi tadi ia mengabariku bahwa ia harus ke luar kota selama tiga hari penuh.

Biasanya aku senang jika Ali pergi—itu berarti aku punya ruang bernapas lebih lega. Tapi kali ini… aku justru merasa kehilangan arah.

Tanpa Nando… aku seperti kehilangan hidupku.

Siang harinya aku berdiri di depan jendela, melihat Nando keluar rumah bersama Rafa. Mereka tampak bercanda, tertawa kecil. Wajahnya lebih segar daripada beberapa minggu lalu. Mungkin karena aku menghentikan obat itu.

Aku tersenyum getir.

Aku yang menyelamatkanmu, Nando… tapi kenapa aku juga yang kau benci?

Malam itu, aku tak bisa tidur. Aku menyalakan laptop, membuka folder lama yang sudah lama terkunci. Foto-foto masa SMA kami, aku dan Nando. Senyumnya, tatapannya, bahkan cara dia menggenggam tanganku.

Air mataku jatuh lagi.

“Aku harus kembalikan itu semua. Aku harus…”

Aku menutup laptop, lalu berdiri tegak. Dalam hati, aku sudah mengambil keputusan.

Ali sedang tidak ada. Ini kesempatan.

Keesokan paginya aku mencari cara untuk mendekati Nando. Aku tahu Bella selalu ada di kampus, mengawasi, melindunginya. Jadi aku harus hati-hati. Aku tidak boleh terlihat sebagai kakak ipar yang mencurigakan.

Aku membawa bekal makanan—masakan rumah sederhana yang dulu pernah jadi favoritnya saat SMA. Nasi goreng buatan tanganku. Dengan hati-hati, aku mengirim pesan pada Rafa.

"Rafa, bisa titipin makanan buat Nando nggak? Aku masak lebih. Jangan bilang dari aku ya, bilang aja dari temen kampus."

Aku menunggu dengan jantung berdegup. Rafa orang yang polos, aku tahu dia akan menurut tanpa banyak tanya.

Beberapa jam kemudian, kabar itu datang. Rafa mengirim foto Nando yang sedang makan nasi goreng di kantin, dengan ekspresi heran.

"Katanya ini dari temen kampus… tapi rasanya familiar banget. Kayak aku pernah makan dulu."

Tanganku bergetar membaca pesannya. Senyum tipis terbit di bibirku.

Ya… ingatlah, Nando. Ingatlah rasa itu. Ingat aku.

Malamnya aku duduk di kursi, menatap ponsel di tanganku.

Aku tahu jalan ini berbahaya. Aku tahu jika Ali tahu, habislah aku. Tapi aku tak peduli. Aku akan gunakan setiap celah, setiap kesempatan kecil… untuk kembali masuk ke hati Nando.

Aku menutup mata, menarik napas panjang.

“Aku tidak akan menyerah, Nando. Sekalipun kamu benci aku, aku akan tetap mendekatimu… sampai kamu ingat siapa aku sebenarnya.”

Hujan turun deras malam itu, memukul genteng rumah seperti irama tak henti. Petir sesekali menyambar, membuat cahaya putih menyelinap ke dalam ruang tengah.

Aku berdiri lama di balik pintu kamar, memperhatikan Nando yang duduk di sofa dengan buku di tangannya.

Lampu redup, wajahnya diterangi cahaya kuning hangat. Tenang, seakan tak peduli badai di luar sana.

Hatiku bergetar. Aku ingin sekali duduk di sampingnya, seperti dulu. Ingin sekali merasakan lagi kehangatan itu. Tapi kini ada dinding tebal di antara kami—dinding yang bernama “istrinya kakak” dan “masa lalu yang penuh luka”.

Aku tak peduli lagi. Malam ini… aku harus bicara.

Dengan langkah pelan aku mendekat, duduk di kursi berseberangan. Hujan menutupi suara hatiku yang berdegup kencang.

“Nando…” suaraku nyaris tenggelam.

Ia mengangkat wajah, matanya sejenak memandangku, lalu kembali ke bukunya.

“Ada apa, Kak Aura?” suaranya datar, dingin.

Dadaku nyeri mendengarnya memanggilku begitu. Kak Aura. Bukan Aura. Bukan cintanya.

Aku menggigit bibir, menahan gemetar.

“Aku… aku tahu kamu masih marah padaku. Tapi bisakah kita bicara? Hanya sebentar.”

Ia menutup bukunya perlahan, lalu meletakkannya di meja. Tatapannya menembusku.

“Bicara untuk apa? Supaya aku lupa kalau kamu yang ninggalin aku? Supaya aku pura-pura nggak sakit lagi?”

Air mataku menggenang.

“Aku minta maaf… aku menyesal. Aku benar-benar menyesal. Aku masih cinta sama kamu, Nando. Dari dulu sampai sekarang.”

Nando menghela napas panjang, lalu bersandar ke sofa.

“Aura, berhenti. Kamu istrinya Ali sekarang. Kakak ipar aku. Itu kenyataannya.”

Aku menggeleng keras, air mataku jatuh.

“Aku nggak bisa berhenti! Kamu tahu sendiri, aku nggak pernah benar-benar bisa melepas kamu. Kamu satu-satunya…”

Ia menatapku tajam.

“Jangan terusin. Kalau kamu sayang aku, cukup jadi kakak ipar yang baik. Jangan… jangan lebih dari itu. Karena aku nggak mau menghancurkan hidup orang lain lagi.”

Aku terdiam, tubuhku gemetar. Suaranya begitu tegas, seakan menutup semua jalan untukku. Tapi justru itu yang membuatku semakin panik.

Tanganku meremas rokku kuat-kuat.

“Kalau kamu tetap nolak aku, Nando… aku bisa nekat. Aku bisa lakukan apa saja.”

Nando membeku. Matanya melebar, menatapku dengan campuran kaget dan marah.

“Aura, kamu sadar nggak apa yang kamu omongin?”

Aku tersenyum pahit, air mataku jatuh deras.

“Aku sadar. Sangat sadar. Hidupku udah hancur sejak kamu hilang waktu itu. Kalau sekarang kamu tolak aku lagi… aku nggak tahu aku bakal jadi apa.”

Hujan makin deras, menggema di luar rumah, menenggelamkan hening yang mencekam.

Nando bangkit, berdiri dengan wajah penuh dilema. Tangannya terkepal, seolah menahan gejolak di dalam dadanya.

“Aku nggak bisa, Aura. Aku nggak bisa…” suaranya lirih, tapi tegas.

Aku pun berdiri, melangkah mendekat, jarak kami hanya sejengkal. Suara hujan menyelimuti, tubuhku bergetar menahan putus asa.

“Kalau kamu benar-benar nggak bisa… maka aku juga nggak akan berhenti. Aku akan terus cari cara, sampai kamu menyerah, Nando.”

Tatapan mata kami bertemu—penuh amarah, cinta, sakit, dan obsesi yang bercampur jadi satu.

Dan malam itu… aku tahu, batas antara kewarasan dan kegilaan dalam hatiku semakin tipis.

1
Desi Oktafiani
Aku berharap kisah ini tidak berakhir terlalu cepat, cepat update ya!
Dzakwan Dzakwan
Cerita ini keren banget, susah move on!
Ami Zahru: Terima kasih /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!