NovelToon NovelToon
Jodohku Ternyata Kamu

Jodohku Ternyata Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Office Romance
Popularitas:304
Nilai: 5
Nama Author: Yoon Aera

Rizal mati-matian menghindar dari perjodohan yang di lakukan orang tuanya, begitupun dengan Yuna. Mereka berdua tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mereka cintai. Karena sudah ada satu nama yang selalu melekat di dalam hatinya sampai saat ini.
Rizal bahkan menawarkan agar Yuna bersedia menikah dengannya, agar sang ibu berhenti mencarikannya jodoh.
Bukan tanpa alasan, Rizal meminta Yuna menikah dengannya. Laki-laki itu memang sudah menyukai Yuna sejak dirinya menjadi guru di sekolah Yuna. Hubungan yang tak mungkin berhasil, Rizal dan Yuna mengubur perasaannya masing-masing.
Tapi ternyata, jodoh yang di pilihkan orang tuanya adalah orang yang selama ini ada di dalam hati mereka.
Langkah menuju pernikahan mereka tidak semulus itu, berbagai rintangan mereka hadapi.
Akankah mereka benar-benar berjodoh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoon Aera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Luka yang Tak Terucap

Wika Danantara tidak pernah mengira bahwa langkah kakinya malam itu akan membawanya pada satu pemandangan yang tak pernah ia sangka.

Acara puncak ulang tahun perusahaan baru saja usai. Musik telah mereda, dan karyawan mulai berangsur meninggalkan aula dengan senyum dan ucapan selamat. Wika, yang datang terlambat karena menghadiri acara amal di luar kota bersama suaminya, bermaksud menyusul Rizal untuk memberinya kejutan kecil, kue ulang tahun yang baru sempat ia pesan.

Ia menyusuri lorong perusahaan dengan langkah ringan, membawa kotak kue dalam tas jinjing mungilnya, hati-hati agar tidak merusak bentuk hiasan cokelat di atasnya.

Namun, langkahnya terhenti dari kejauhan, ketika ia melihat sosok anaknya berdiri berdampingan dengan seorang gadis.

Wika tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan, tapi ia bisa melihat ekspresi lembut di wajah Rizal. Tatapan hangat itu, serta senyum yang jarang sekali muncul bahkan di depan dirinya.

Perempuan muda di sebelahnya mengenakan gaun biru tua yang sederhana namun manis. Matanya teduh dan wajah cantiknya gugup tapi tulus. Mereka tidak saling bersentuhan, tidak terlalu dekat, tapi juga tidak terlalu jauh. Ada jarak, jarak yang terlihat hanya oleh orang yang benar-benar mengenal Rizal.

Dan Wika tahu. Sebagai seorang ibu, dia tahu.

Ini bukan percakapan biasa.

Bukan sekadar bicara antara atasan dan bawahan.

Ini adalah… perasaan yang sedang tumbuh.

Tanpa berniat mencuri momen, Wika mundur pelan-pelan. Tangannya meremas kotak kue dalam diam. Ia tidak jadi menghampiri Rizal. Tak ingin merusak suasana, tak ingin membuat anaknya kembali menarik diri.

Untuk pertama kalinya, setelah bertahun-tahun menduga yang bukan-bukan tentang anak lelakinya, Wika merasa… sedikit lega.

Mungkin anak itu tak butuh agen jodoh, tak butuh tekanan keluarga.

Mungkin… ia hanya butuh waktu.

*****

Yuna menyusuri trotoar dengan langkah cepat. Ponselnya menunjukkan pukul 23.48 saat ia naik ke dalam taksi online. Masih mengenakan gaun pesta dan sepatu hak rendah, ia terlihat lelah tapi juga sedikit bahagia.

Percakapannya dengan Rizal barusan masih terpatri jelas dalam ingatannya. Jantungnya masih belum kembali normal. Tapi untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ada kehangatan di dadanya, yang bukan dari teh manis atau selimut tebal, tapi dari seseorang.

Namun, senyum itu perlahan pudar saat taksi memasuki gerbang menuju rumahnya.

Lampu teras masih menyala. Pintu rumah tidak terkunci.

Dan saat ia membuka pintu perlahan, bayangan besar itu sudah berdiri menunggunya di ruang tamu.

Indra Lesmana.

Ayah kandungnya.

Pria paruh baya berwajah keras itu duduk di kursi kebesarannya, matanya menatap lurus ke arahnya. Tidak ada suara. Hanya dengusan pelan dan tatapan seperti batu.

Yuna menelan ludah.

“P-pi… Aku baru pulang dari acara kantor.”

“Pukul berapa ini?” Suara Indra terdengar serak namun dingin.

“Sudah tengah malam dan kamu baru pulang dengan baju seperti itu?”

Yuna mundur setengah langkah.

“Ini… dress code kantor, Pi. Ada perayaan.”

Indra berdiri. Langkahnya berat, namun cepat.

Plak.

Dalam sekejap, telapak tangannya menghantam pipi kanan Yuna dengan keras.

“Perayaan apa?! Kamu pikir papi bodoh?! Kau kira papi tidak tahu, Sania sudah bilang...”

“Papi percaya omongan Sania daripada anak kandung Papi sendiri?” Potong Yuna, air mata menggenang.

Pipinya terasa panas, seperti terbakar. Tapi hatinya lebih sakit.

“Bersikaplah sopan, Sania itu ibumu juga!” Bentaknya

Yuna hanya diam, dengan telapak tangannya menutupi bekas tamparan sang ayah.

“Omongan Sania masuk akal! Kamu pulang malam, berdandan seperti itu, dari mana saja kamu?!”

“Aku kerja! Aku bukan main! Aku...”

Indra menunjuk wajah Yuna dengan marah.

“Diam! Sudah cukup! Kamu tidak akan terus-terusan mempermalukan keluargamu. Papi akan menjodohkanmu!”

Yuna menahan napas.

Indra melangkah ke meja, mengambil selembar kartu nama yang sudah ia siapkan.

“Besok kamu akan bertemu anak dari kolega bisnis Papi. Dia anak dari pemilik perusahaan konstruksi dari keluarga baik-baik. Kamu akan menikah dengannya!”

“Aku nggak mau!” Jerit Yuna, matanya membelalak.

“Kamu tidak punya pilihan!” bentak Indra.

“Ini hidup aku, Pi. Bukan lelang perusahaan!”

Indra mendekat, menatap putrinya dengan sorot mata penuh luka dan ego.

“Kamu pikir kamu bisa memilih? Kamu pikir setelah semua yang papi lakukan untuk membesarkanmu, kamu bebas menolak?”

“Yang Papi lakukan cuma percaya pada Sania dan menyalahkan Yuna atas semua hal!”

Indra terdiam sesaat. Tapi wajahnya tetap keras.

“Kamu akan menikah. Titik!”

Dan dengan itu, ia berjalan menuju kamarnya dan membanting pintu.

Yuna terdiam, air mata menetes perlahan. Bukan hanya karena pipinya sakit, tapi karena hatinya kembali tercabik.

Setiap kali ia berpikir bahwa mungkin… mungkin ia bisa menemukan bahagia, selalu ada tembok tinggi yang menghalangi.

Ayahnya. Sania. Luka kecil yang semakin melebar, luka yang tak pernah sembuh.

Dan kini, Rizal.

Apakah ia harus kembali mengorbankan segalanya?

Atau melawan?

*****

Sementara itu, Rizal masih berada di kantor. Ia belum pulang. Matanya menatap langit malam dari balik jendela tinggi, tangannya menggenggam cangkir kopi yang sudah dingin.

Tapi pikirannya tidak pada proyek.

Bukan pula pada ulang tahun perusahaan yang sukses besar.

Melainkan pada satu senyuman dan satu tatapan takut yang tersirat dari gadis itu.

Yuna menyimpan sesuatu.

Dia tahu itu.

Dan Rizal… ingin tahu apa yang membuat matanya terlihat seperti itu setiap kali ia bicara dengannya.

Ada luka di sana.

Dan entah kenapa, Rizal ingin sekali menyembuhkannya.

Pagi belum sepenuhnya datang ketika Yuna duduk di pinggir ranjang, menatap pantulan dirinya di cermin. Pipinya masih memerah, bukan hanya karena tamparan semalam, tapi juga karena beban yang terus menekan dadanya. Gaun pesta sudah tergantung di balik pintu, diganti dengan kaus tipis dan celana panjang, tapi luka di hatinya belum berganti.

Pintu kamarnya terbuka tanpa permisi.

“Wah, sudah bangun juga si anak malam.” Suara tajam itu datang dari ambang pintu.

Yuna menoleh dan mendapati sosok wanita muda dengan senyum mengejek, Nadine, kakak tirinya. Anak kandung Sania dari pernikahan sebelumnya, dan satu-satunya orang yang diwarisi Sania seluruh keangkuhan serta kelicikan.

“Aku kira kamu masih tidur setelah pulang dari… entah mana.” Lanjut Nadine, melangkah masuk tanpa diundang.

“Aku pulang dari acara kantor.” balas Yuna datar.

“Ya ya… kantor. Tapi coba lihat gaun kamu itu, Yuna. Gaun pesta? Heels kecil? Kamu pikir Papi sebodoh itu?”

Yuna menghela napas, menahan diri.

“Aku nggak butuh penilaianmu, Nadine.”

“Oh sayang… kamu memang nggak butuh penilaian. Tapi kamu butuh reputasi bersih dan kamu kehilangannya sejak semalam.” Bisik Nadine, merunduk ke arahnya.

“Dan tahu nggak? Mama sudah menyebarkan cerita ke tetangga bahwa kamu punya hubungan gelap dengan atasanmu.”

Yuna menegang. Nadine tersenyum puas.

“Papi sudah percaya. Tinggal satu langkah lagi dan kamu resmi jadi milik orang yang dia pilihkan. Selamat, Yun. Semoga bahagia… dalam kandang emas pilihan Papi tercintamu.”

Nadine berbalik dan meninggalkan kamar dengan langkah ringan, seolah baru saja memenangkan permainan.

Yuna menatap kosong.

Haruskah ia pergi?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!