Nayla Marissa berpikir jika pria yang dikenalnya tanpa sengaja adalah orang yang tulus. Pria itu memberikan perhatian dan kasih sayang yang luar biasa sehingga Nayla bersedia menerima ajakan menikah dari pria yang baru berkenalan dengannya beberapa hari.
Setelah mereka menikah, Nayla baru sadar jika dirinya telah dibohongi. Sikap lembut dan penuh kasih yang diberikan suaminya perlahan memudar. Nayla ternyata alat buat membalas dendam.
Mampukah Nayla bertahan dan menyadarkan suaminya jika ia tak harus dilibatkan dalam dendam pribadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 12
Selama perjalanan pulang, Nayla bolak-balik tak hentinya mengeluarkan isi perutnya. Tubuhnya lemas dan kepalanya pusing, meskipun telinganya mendengar samar suara suaminya yang terlihat khawatir.
Tubuh Nayla kini terbaring di ranjang kamar, matanya tertutup. Dhana berusaha mengganti pakaiannya istrinya, ia tak mau orang lain yang melakukannya walaupun itu pelayan wanita.
Setelah mengganti pakaian Nayla, ia lalu membalut tubuh itu dengan selimut. Dhana kemudian menghubungi seseorang bahwa dirinya tidak bisa melanjutkan acaranya.
Dhana memandangi wajah istrinya yang terlelap, meskipun dirinya tak mencintainya entah mengapa ia begitu tak menyukai ada orang lain yang mendekati Nayla.
Suara ketukan pintu mengalihkan pandangannya, membuka pintu tampak asisten pribadinya berdiri dihadapannya. "Ada apa?"
"Nona Laura memaksa anda kembali ke hotel," kata Rio, 30 tahun.
"Aku tidak bisa, di sana 'kan ada Kak Dhea yang menemaninya," ucap Dhana.
"Tetapi, Nona Laura ingin mengobrol dengan anda!" kata Rio lagi.
"Aku tetap tidak akan kembali ke sana, aku mau menemani dia!" tolak Dhana dengan tegas.
"Apa alasan yang harus saya katakan, Tuan?" tanya Rio.
"Terserah kamu saja, aku menyerahkannya kepadamu!" jawab Dhana.
"Baiklah, Tuan. Saya permisi!" Rio kemudian berlalu.
Menutup pintu, melangkah ke ranjang dan merebahkan tubuhnya di samping istrinya. Dhana kembali memandangi wajah Nayla, hati kecilnya tak tega harus menyakitinya. Tetapi, sakit hati bertahun-tahun yang dirasakan kakaknya membuat ia ingin membalasnya.
"Kamu jahat, kenapa kamu begitu tega padaku? Apa salahku?" racau Nayla dengan air mata menetes.
"Dia mengigau!" gumam Dhana.
****
Nayla mengerjapkan matanya, melihat sekelilingnya. Seingatnya dirinya berada di hotel, ia segera melihat isi dibalik selimut. Pakaian sudah tergantikan, "Siapa yang membawaku pulang?" gumamnya.
Nayla turun dari ranjang lalu membersihkan diri, keluar kamar menuju ruang makan. Suaminya telah berangkat kerja. Menarik kursi dan menikmati sarapan sendirian.
Setelah kenyang, Nayla bertanya kepada pelayan rumah, "Siapa yang mengantarkan aku pulang?"
"Tuan Kavi, Nyonya."
"Bukankah dia sedang asyik menikmati pesta?" batin Nayla.
"Tuan Kavi hari ini pulang terlambat, jika Nona ingin berangkat ke kampus biar sopir yang mengantarkannya," kata Una.
"Aku tidak ke kampus hari ini, aku mau beristirahat saja," ucap Nayla.
"Baiklah, kalau begitu!"
Nayla kembali ke kamarnya, ia mengingat kejadian semalam yang menyakiti hatinya. Suaminya bersenang-senang dengan wanita lain. Dia juga tak dianggap selama di sana, ia diabaikan.
Nayla mencari cara agar dapat kabur dan bertemu dengan kedua orang tuanya. Rasanya ia ingin membongkar rahasia suaminya. Namun, ia bingung karena tembok rumah terlalu tinggi sehingga sulit untuk melarikan diri.
Berjalan ke arah jendela dan berdiri, Nayla memandangi taman yang cukup luas dengan aneka beberapa tanaman dan pohon. Ia juga memperhatikan, bangunan yang berada di sekitar kediaman suaminya.
Mata Nayla tertuju ke salah satu pohon yang tumbuh dekat tembok. Tampak juga ada pohon di balik dinding besar itu. Ia pun menarik ujung bibirnya, ia akhirnya menemukan cara buat kabur.
Keluar kamar dengan mengendap-endap agar para pekerja tidak mengetahuinya, Nayla dengan cepat berjalan menuju halaman belakang. Tanpa berpikir panjang, Nayla menaiki pohon dengan mencoba melawan rasa takutnya.
Ia berhasil naik ke pohon yang masih berada dilingkungan rumah suaminya. Lagi-lagi dengan keberanian, ia melompat tembok. Dengan hati-hati dari atas tembok, ia pindah ke pohon yang lainnya. Akhirnya, Nayla berhasil keluar dari kediaman suaminya.
Nayla bergegas turun dari pohon, ia berjalan pelan karena di bawah pohon semak belukar. Setelah aman, ia berlari menuju jalan raya.
Belum saja menghentikan kendaraan yang melintas, sebuah mobil berhenti tepat di depan Nayla. Pintu mobil terbuka, Dhana keluar dari dalam dengan wajah penuh emosi.
Nayla yang ketakutan memundurkan langkahnya, Dhana mendekat dan memegang tangan wanita itu dengan kuat.
"Lepaskan aku!" Nayla terus memberontak.
Dhana tak bersuara.
"Tolong....!!" teriak Nayla.
Dhana menutup mulut istrinya dan membawanya masuk ke mobil. Ia mendorong Nayla secara kasar.
Nayla yang kesal karena gagal kabur, memukul-mukul dada suaminya. "Apa mau kamu, hah?"
Dhana tak menjawab.
Mobil memasuki halaman rumah Dhana, begitu sampai di depan teras. Dhana menarik tangan istrinya keluar dari mobil dan membawanya ke kamar.
Di kamar, Dhana mendorong Nayla ke ranjang dengan kasar. "Aku tidak suka dengan sikapmu ini. Jika kamu berani melarikan diri, maka kedua orang tuamu yang akan menanggungnya!"
"Kesalahan apa yang sudah dilakukan papaku hingga kamu memperlakukan aku seperti ini?" tanya Nayla beranjak lalu turun dari ranjang dengan mata berkaca-kaca.
"Kesalahannya sangat besar sehingga aku harus kehilangan ayahku dan kakakku pergi ke luar negeri bertahun-tahun. Ibuku terus menangis memohon dia kembali dan akhirnya aku harus kehilangannya juga!" jawab Dhana penuh emosi.
"Memangnya apa yang dilakukan papaku kepada kakakmu?" tanya Nayla lagi.
"Kamu akan mengetahuinya setelah aku sudah puas melampiaskan dendamku!" jawab Dhana.
"Sampai kapan kamu merasa puas, hah? Apa tunggu aku mati atau papaku mati?" tanya Nayla dengan lantang.
"Sampai kalian benar-benar hancur!" jawab Dhana.
"Aku telah hancur, Kavi Wardhana. Kamu menikahi aku saja sudah membuat hidupku berantakan, seharusnya aku masih bisa bermain dengan teman-temanku dan aku bisa menikmati hidupku lebih baik. Aku menyesal mengenal kamu, Aku sangat menyesal!!" Nayla berteriak di depan wajah suaminya.
"Aku membencimu!!!" teriak Nayla sambil meneteskan air matanya sehingga membuat dadanya terasa sesak.
Nayla memegang dadanya dan terduduk di lantai, napasnya naik turun secara cepat.
Dhana mendekati istrinya dan memegang bahunya. "Kita ke rumah sakit!"
Nayla mendorong tubuh suaminya dan menatapnya dengan amarah. Tak lama kemudian, tubuhnya ambruk.
"Nayla!" pekik Dhana ketakutan.
Dhana mengangkat tubuh Nayla membawanya keluar dari kamar. Berjalan dengan tergesa-gesa berteriak memanggil nama sopir dan salah satu pelayan wanita.
Mobil yang membawa mereka melesat ke rumah sakit terdekat. Nayla mendapatkan pelayanan di ruang IGD.
Setelah sadar, Nayla kemudian dipindahkan ke ruang rawat inap. Dhana tak beranjak dari sisi istrinya yang lemah.
Seorang dokter wanita masuk ke ruangan dan mengatakan dari hasil pemeriksaan keseluruhannya tak ada penyakit berat yang ditemukan, melainkan mengalami stres.
"Saya harap anda sebagai seorang suami jangan membuat istri anda stres. Karena jika dia mengalami stres terlalu berat berbagai penyakit akan muncul," nasihat dokter.
Dhana mengangguk paham.
Dokter kemudian berbicara kepada Nayla dan memberikan semangat kepadanya. "Jika ada masalah, bicarakan kepada suami anda atau orang terdekat yang membuat anda nyaman dan lega."
"Iya, Dok. Terima kasih," ucap Nayla lirih.
"Cepat sembuh dan sehat, saya permisi!" Dokter wanita dan seorang perawat pria berlalu.
"Kenapa kamu membawaku ke rumah sakit?" Nayla menatap suaminya yang berdiri di ujung ranjang rumah sakit.
"Karena aku tidak mau kamu mati di rumahku," kata Dhana.
"Sekarang tinggalkan aku sendiri. Kamu jangan khawatir, aku tak akan ke mana-mana!" ucap Nayla.
"Baiklah, aku akan menyuruh Una menemani kamu di sini!" kata Dhana kemudian keluar dari ruang rawat istrinya.
-
Sore harinya, Nayla meminta Una menemaninya keliling taman rumah sakit karena dirinya bosan terus terbaring di ranjang.
Una mengambil kursi roda dan membantu Nayla duduk, ia lalu mendorongnya berkeliling.
Una tak banyak bicara meskipun Nayla terus menanyakan tentang Dhana maupun kehidupan dirinya.
"Kenapa sulit sekali mendapatkan informasi dari mereka?" Nayla membatin.
Lagi menikmati angin di taman rumah sakit, seorang pemuda menghampiri Nayla dan Una. "Kamu gadis yang kemarin di hotel 'kan?" tanyanya menatap Nayla.
"Kamu siapa?" Nayla mengernyitkan dahinya.
"Aku Erick, kita pernah bertemu di acara ulang tahun Paman Kavi," ucap Erick menjelaskan pertemuan mereka.
Nayla pun baru ingat.
"Kamu kenapa bisa di rawat di sini?" tanya Erick.
"Aku hanya kelelahan saja," jawab Nayla berbohong. "Kamu kenapa di sini?" lanjut bertanya balik.
"Aku di sini menjenguk orang tua temanku, kebetulan kami pernah satu sekolah," jawab Erick.
"Oh, gitu," ucap Nayla.
"Maaf, Tuan. Nyonya Nayla mau beristirahat," Una berdiri.
"Nama kamu siapa? Kamu belum memberitahu aku," kata Erick sebelum Nayla berlalu.
"Aku Nayla!" kata Nayla.
Erick tersenyum setelah mengetahui nama wanita dihadapannya.
"Ayo, Nyonya!" Una kemudian mendorong kursi yang diduduki Nayla menuju kamar rawat inap.