NovelToon NovelToon
SETIAP HUJAN TURUN, AKAN ADA YANG MATI

SETIAP HUJAN TURUN, AKAN ADA YANG MATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Hantu
Popularitas:386
Nilai: 5
Nama Author: Dranyyx

Riski adalah pria yang problematik. banyak kegagalan yang ia alami. Ia kehilangan ingatannya di kota ini. Setiap hujan turun, pasti akan ada yang mati. Terdapat misteri dimana orang tuanya menghilang.

Ia bertemu seorang wanita yang membawanya ke sebuah petualangan misteri


Apakah Wanita itu cinta sejatinya? atau Riski akan menemukan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Apakah ia menemukan orang tuanya?

Ia pintar dalam hal .....


Oke kita cari tahu sama-sama apakah ada yang mati saat hujan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 : INVESTIGASI VIRUS

Suara kerumunan warga di luar mulai mereda. Suasana mulai kembali sunyi. Hanya suara burung gereja yang bersahutan dalam rumah itu. Aroma menyengat mulai pekat menyelimuti ruangan itu. Darah segar berubah menjadi layu — amis dan tidak menyenangkan.

Setelah Riski dan Dinda dievakuasi, Bu Selvi dengan sorot mata tajam menatap wajah pria itu (mayat).

"Ricardo." Matanya menatap dalam ke Pak Erwin.

"Siapa dia?"

"Tolong, mayatnya jangan dulu dibawa ke RS Bhayangkara," ucap Selvi.

"Dia bisa jadi bukan korban, tapi sebagai tersangka. Dan menurut informasi yang saya tahu dalam organisasi, dia ini adalah anggota VIRUS!"

"Dia ini bukan korban?" Alis Erwin mengerut.

"Bisa jadi bukan. Kalau prediksi saya, anak itu kemungkinan hanya membela diri."

"Secara latar belakangnya mayat ini yang terafiliasi dengan organisasi itu."

"Yah, nanti kita minta keterangan dari saksi pada saat interogasi."

Suasana seketika hening sesaat.

"Vox Infernalis Ritus Ultima Sectae." Selvi merogoh sakunya mengambil sebuah buku catatan.

"Namanya Ricardo, alias Dodo. Berusia 34 tahun. Tinggi 181 cm. Hobi memasak dan memelihara kucing. Dan beberapa informasi lainnya."

"Apakah ada informasi lain yang perlu saya catat?" Erwin mengeluarkan buku catatannya.

"Sebe... " ucap Selvi tertahan.

"Ehhh Bu Selvi... Ini agak aneh," ucap Erwin sembari memeriksa catatan.

"Perlukah hobinya disebut? Apalagi hobi memelihara kucing itu tidak ada hubungannya dengan kasusnya." Pak Erwin mengelus-elus janggutnya.

"Hemm... Entahlah. Itu urusan masing-masing orang." Pundak Selvi sedikit naik.

"Sebenarnya saya tidak ingin memberi tahu ini, tapi saya anggota BIN — Badan Intelijen Negara, Regu Malam. Kami mencurigai adanya aktivitas tidak normal dalam keanggotaan VIRUS dan sudah lama kami awasi."

"Salah satu tanda keanggotaan mereka yaitu terdapat logo kepala kambing dengan lingkaran bintang Daud yang dibuat menggunakan cap bara api. Tanda itu dibuat sebagai kontrak keanggotaan," ucap Selvi sembari membuka tabnya. Selang beberapa saat ia mendekat ke mayat dan — menunduk. Kemudian matanya melihat ke arah punggung tangan mayat itu.

"Ini yang saya maksud. Cap kontrak..."

Erwin mengambil gambar dan sedikit mengangguk pelan.

Selvi lanjut membuka tabnya lagi. " Informasi tambahan, mereka ini adalah organisasi ilegal. Beberapa kasus yang terjadi di beberapa daerah Sulawesi dan beberapa lagi di luar daerah Sulawesi. Tujuan mereka masih di selidiki lebih lanjut. Tapi Menurut beberapa informan, mereka ini kemungkinan sekte Satanic . Untuk informasi lebih lanjut tidak bisa saya sebutkan.

Karena data-data itu adalah arsip negara. " Selvi menutup tabnya.

"Baiklah. Jika mayat itu selesai diautopsi, silakan bawa ke RS khusus untuk anggota itu." Erwin sepertinya paham maksud Selvi.

"Baiklah, saya pun sadar akan urgensi yang terjadi. Saya akan melakukan sesuatu sesuai dengan prosedur saja."

Selvi pun pergi ke sudut ruangan, menjauh dari petugas yang ada di sana.

"Sepertinya mereka sudah mulai bergerak," ucap Selvi ke sebuah alat komunikasi yang tersembunyi.

"Di-copy." Terdengar samar-samar seperti suara pria.

Proses identifikasi dan olah TKP pun dilanjutkan. Pihak kepolisian menutupi kejadian ini dari publik. Yang dibeberkan hanyalah Kasus pembunuhan saja untuk menjaga kerahasiaannya.

(RUMAH SAKIT)

Rumah sakit ( 12:26 )

Hari yang cerah. Suasana dalam kamar rumah sakit. Aroma karbol, suara bising pasien dan petugas medis, bergema halus sepanjang lorong sempit. Beberapa lorong bak gang sepi tanpa kehidupan. Sesekali suara cicak menghiasi area itu.

Dalam kamar 02, terlihat Sinta yang tertidur kelelahan dalam duduknya. Hanya selimut putih yang mendekap hangat di antara dinginnya udara dari AC. Ia berjaga semalaman, menjadi pujaan hatinya.

Flashback ingatan masih terukir jelas. Pemandangan yang menyayat hati mungilnya.

Riski dalam tidurnya bergulat dengan pikirannya sendiri, menghadapi trauma yang ia rasakan.

"Aku pembunuh? Apa ini... aroma darah ini menyengat sekali."

Ia seperti berada dalam ruang kosong.

"Hah? Apa di tanganku ini?"

Pisau itu muncul kembali dalam genggamannya.

"Aku pembunuh!"

"Kau mau lari ke mana.....!!!"

Riski menoleh ke belakang. Seorang pria dengan wajah yang hancur dan berlumuran darah mengejarnya. Ia berlari dalam lorong yang gelap tak berujung. Seolah langkah kakinya tak bergerak maju. Ia melawan rasa takut itu.

"Aku pembunuh." Wajahnya pucat pasi. Mengerang, berteriak, bercucuran keringat. Seolah tak ada tenaga yang ia rasakan.

Di ujung lorong ia melihat cahaya. Cahaya yang sangat terang.

"Ya, aku pembunuh."

Setibanya di ujung lorong, ia berdiri di bawah cahaya itu. Ia pun berbalik, mengarahkan pisau itu ke arah pria tadi. Pria tadi tak berhenti, seolah sengaja mengikuti arah pisau itu. Seketika semua lenyap — kondisi, suasana, aroma.

Seolah sedang membuka mata, ia kemudian berada di padang rumput hijau dengan tumbuhan yang ada. Aroma lavender tercium oleh Riski. Ia berjalan pelan. Langit yang cerah di bawah bintang-bintang yang gemerlap, dan bulan yang terang sekali.

Di hadapannya muncul sosok dirinya sendiri.

"Kamu bukan pembunuh." Sosok itu bak doppelgänger.

"Bukan?" Riski dengan ekspresi wajah yang sumringah.

"Kamu siapa?" Ia bertanya ke sosok itu.

"Aku adalah kamu. Dan kamu adalah aku. Realita kehidupan harus kita jalani. Berproses, menghayati, memahami, menerima, menyelesaikan."

"Jadi aku harus bagaimana?"

"Terima aku sebagai dirimu yang baru. Karena aku adalah kamu. Dan kita itu harus kuat, tegar."

"Hai author? Kamu lihat aku, kan?"

Ya tentu, Riski. Kamu dalam novelku. Jika ini diangkat jadi film, berarti ini dalam film. Okay?

Tumben memanggil. Ya, dirimu saat ini sedang kesulitan... saat ini, hehe.

"Tega sekali kamu yah..."

Riski sejenak terdiam.

"Pembaca sudah sampai di chapter ini?"

Tidak tahu, saya pun baru buat bab ini. Memangnya kamu mau spoiler? (ucap saya).

"Iya. Apakah yang terjadi selanjutnya?"

Wkwkwk... Sudah, sudah. Berdamai saja dulu dengan dirimu.

Apa yang terjadi selanjutnya tidak diketahui. (ucap saya).

Riski menarik napas panjang. Ia pun menerima dirinya. Menjadi sosok yang baru nan kuat... melawan rasa traumanya.

Tap tap... (jujur saya tidak tahu efek suara apa yang bisa saya beri…, intinya Riski buka mata. Ya, itulah.)

Jantung Riski berdegup tidak beraturan. Pandangannya buram sesaat. Bayangan lorong gelap tadi seolah belum benar-benar hilang. Dilihatnya tangan kanannya yang masih terbalut perban. Aroma karbol yang khas langsung masuk menerobos ke hidung Riski.

Saat Sinta memegang lengannya, ia spontan menepis—refleks, seperti seekor binatang yang takut disentuh.

"Maaf..." Gumamnya lirih, menyesal dengan reaksi itu. Ia tahu Sinta hanya peduli. Tapi rasa takut itu belum benar-benar pergi. Sinta memahami kejadian itu. Ia sadar temannya itu menerima trauma yang sangat berat. seketika air mata Sinta gugur. Tangis bahagia karena saat yang ia tunggu telah tiba.

"Rizali.... Riski sadar."

Rizal yang mondar-mandir di luar sembari menunggu kabar. Mata Rizal tertuju ke arah kamar mendengar tangisan dari Sinta. ia melihat temannya itu telah siuman. Ia pun berjalan dan masuk ke dalam ruangan itu. "Riski....!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!