Siapa sangka moment KKN mampu mempertemukan kembali dua hati yang sudah lama terasa asing. Merangkai kembali kisah manis Meidina dan Jingga yang sudah sama-sama di semester akhir masa-masa kuliahnya.
Terakhir kali, komunikasi keduanya begitu buruk dan memutuskan untuk menjadi dua sosok asing meski berada di satu kampus yang sama. Padahal dulu, pernah ada dua hati yang saling mendukung, ada dua hati yang saling menyayangi dan ada dua sosok yang sama-sama berjuang.
Bahkan semesta seperti memiliki cara sendiri untuk membuat keduanya mendayung kembali demi menemui ujung cerita.
Akankah Mei dan Jingga berusaha merajut kembali kisah yang belum memiliki akhir cerita itu, atau justru berakhir dengan melupakan satu sama lain?
****
"Gue Aksara Jingga Gayatra, anak teknik..."
"Meidina Sastro Asmoro anak FKM, kenal atau tau Ga?"
"Sorry, gue ngga kenal."
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Evaluasi malam
Rapat dan sambutan telah selesai di jam 2 siang, setelah mereka memutuskan untuk solat berjamaah dan makan-makan.
Beberapa masih selonjoran manis di beranda depan menurunkan keringat yang sejak tadi mengucur. Beberapanya mengisi kekosongan dan berseliweran di area rumah.
"Chargeran gue ada yang mindahin ya?!" teriak Senja.
Byurrr!
Zaltan yang sejak pagi belum kebagian mengisi air akhirnya turun tangan juga.
"Ini seriusan tiap hari selama 45 hari mesti ngerekin air nih, tangan gue kapalan..." keluh Mahad yang tak terbiasa melakukan pekerjaan berat hanya untuk mendapatkan air.
"Jov, coba lo benerin mesin pompa air...kira-kira ngerti ngga? Gue bantu..." tanya Jingga, Jovian yang sejak tadi merebahkan dirinya di beranda mengangguk, "ntar gue coba."
"Jangan ntaran peak, sekarang....gue udah males mesti ngerekin air terus, cewek boros banget pake airnya..." Arlan kembali ingat dengan rasa perih di tangan akibat kerekan tali.
"Guys makan malam nanti mau dibikinin apa?!" Vio melongokan kepalanya dari balik gawang pintu ke arah dimana para laki-laki ini berada.
"Rendang kalo ada," jawab Mahad ngasal.
"Rendang daging tikus, mau?" cebik Vio, "yang bener aja Mahad..." ia merotasi bola matanya.
"Apa aja Vio, kita ngga banyak pilih-pilih makanan." Tukas Jovian.
"Eh engga, gue alergi udang..." kini Maru bersuara, seolah ia baru saja mengingat sesuatu.
"Oke dicatat. Siapa lagi yang punya alergi atau makanan yang ngga disuka?" tanya Vio.
"Gue alergi makan jengkol sama pete...apalagi ikan asin." Jawab Mahad kembali membuat Vio mencebik.
Sementara Jovian sudah tertawa, "bisa banget alergi lo pilih makanan berbau gitu. Itu lo alergi atau emang belum pernah coba?" cibirnya, namun sayang...orang yang ia sindir itu anteng-anteng saja menggidikan bahunya dengan kaki yang ia tumpangkan di pagar kayu pembatas beranda sementara dirinya duduk di atas kursi.
"Gue bukan cuma alergi makanan berbau, tapi alergi kalo dompet gue isinya selain warna biru sama merah juga..." jawabnya membuat mereka tertawa menemukan wajah kecut Jovian.
"Sayang sekali kawan, lo belum pernah coba rasanya nasi liwet orang sunda yang dipakein ikan asin di atasnya, itu surga dunia banget..." ujar Jovi lagi, hampir saja ilernya netes padahal baru saja ia makan 2 kali tambah saat di balai desa.
"Lo juga belum pernah ngerasain gimana rasanya isian dompet tinggal orang bawa-bawa piring kosong..."
"Pantesan tadi makan lo cuma sama tempe, tahu, ayam, sambal doang." Ujar Vio yang sudah melengos kembali ke dalam, "Lula! Catat....Maru alergi udang, Mahad alergi jengkol, pete, sama ikan asin!!"
"Hah?!!" bukan Lula yang ber-hah ria sambil tertawa, tapi yang lainnya.
Seketika topik alergi Mahad itu mencuat jadi keriuhan dan bahan candaan mereka.
Syua turut bergabung sambil membawa log book, "ini udah masuk belum sih guys, mau gue isi..." ujarnya meminta bantuan dan terdampar di sisi Maru.
Mengenai anggota kelompok 21, sejak tadi Jingga tak menjumpai Meidina, selepas sampai di posko...Mei masuk dan belum terdengar suaranya.
Jingga beranjak meninggalkan kekhusyuan Syua dan Maru mengisi log book, serta Mahad, Arlan dan Jovian yang masih mengobrol santai membicarakan masalah proker.
Hanya ada Arshaka dan Alby yang kini tengah menulis rancangan greenhouse akuaponik dan hidroponik, "Ga, kayanya pipa paralon yang dibawa kemaren kurang...kemaren bawa berapa, Ka?" kini Alby menoleh.
"Berapa batang ya, ukuran 12 inch 5 batang, 4 inch 7 batang...cukup kali, By..."
Meninggalkan kebimbangan dan perhitungan keduanya, Zaltan berjalan ke arah depan sembari membuka kaosnya dan menyampirkan itu di sebelah pundak setelah beres mengisi wadah-wadah air.
Senja terlihat tengah memoleskan beberapa produk skin carenya di kamar sembari bernyanyi-nyanyi ria.
Dan akhirnya, Jingga menghentikan langkahnya di gawang pintu dapur seraya bersandar di satu sisinya melihat Nalula yang mengisi toples-toples plastik dengan makanan dari balas desa tadi. Vio dengan semua catatan varian menu yang sedang dipikirkannya.
"Nyambungnya kalo sop ayam tuh sama apa ya?" tanya Vio.
"Tempe---tahu goreng." Mei turut bersuara.
"Budgetnya dulu berapa, tapi tahu tempe cocok, ramah di kantong." Angguk Lula.
"Lo bisa kan bikin sayur sop, La?" tanya Vio, diangguki Lula, "jaman sekarang udah banyak bumbu instan."
"Kayanya gue harus minta dipaketin bumbu dapur instan deh dari nyokap..." ujar Vio yang kemudian mengambil ponselnya.
"Tukang sayur aman? Percuma juga kalo menu dipikirin tapi bahannya ngga ada..." Mei kembali menatap Vio dan Lula.
"Tadi gue tanya tuh, sama ibu-ibu pkk, guru-guru paud yang rumahnya di sekitaran sini, warung sayur disini yang terdekat tuh di deket balai desa....lah coba...tiap hari kita mesti jalan ke balai desa buat dapet bahan lauk makan, jauh banget, gila..keburu abis niat gue berceceran di jalan..." seru Vio, "itu pun pagi-pagi udah sering keabisan diburu ibu-ibu, katanya. Harus jam berapa gue belanja, kalo gitu?"
Mei terkekeh renyah, "minta anter anak cowok aja. Biar dianter pake motor."
"Mereka mana ada yang bangun pagi, ke bo semua. Paling Jingga atau Maru..." keluhnya lagi.
"Minta tolong Jingga, pasti mau...Maru juga sih, daripada ngga makan kan?!" Lula turut memberikan pendapatnya.
*****
"Ga," Maru cukup dibuat heran dengan sikap Jingga itu...dimana ia menemukan kordes-nya tengah berdiri memperhatikan ketiga anggota perempuan, dan hanya memperhatikannya saja dari gawang pintu tanpa mau memberikan pendapat untuk masalah mereka, kurang kerjaan apa gimana?
"Kenapa?" Jingga berbalik mengikuti Maru kembali ke depan.
/
"Evaluasi malam yuk kawan-kawan..." suara Jingga tak membentak apalagi marah-marah, tapi mampu membuat kesibukan anggotanya terhenti seketika demi menghampirinya dan membuat lingkaran di ruang depan.
Seperti biasa, urutannya...Mei selalu berada di jangkauan Jingga.
"Pertama, gue mau kasih kabar baik dulu...." ujar Jingga praktis membuat para anggota kelompoknya ini menatapnya lekat penuh rasa penasaran, "kabar baik apa, Ga? Kita bisa balik dalam waktu seminggu?" tanya Senja sayangnya digelengi Jingga, "lo belum ngisi log book, Nja."
Bibir Senja langsung tegap maju.
"Kabar baiknya, kalo Jovi udah bisa benerin mesin pompa air di belakang."
Dan demi apa, bukan para anggota perempuan yang berseru melainkan para anggota laki-laki yang sudah sujud sukur mengucap alhamdulillah sampai guling-guling, bahkan Arlan sampai berteriak-teriak terharu membuat para perempuan mengernyit nyengir, "lebay deh lo, Lan." Syua cengengesan.
"Lo ngga tau sih ci Yu, tangan merah-merah ngerekin air tuh ngga kaya ngerekin bendera pas upacara, rasanya perih jendral...mana cewek make airnya kaya lagi mandiin ke bo satu peternakan lagi..." jawab Jovi.
Mei tertawa kecil membuat Jingga tertarik untuk menoleh kepadanya. Sadar akan perhatian Jingga, Mei segera menyudahi tawanya dan berdehem.
"Oke. Sekarang kita lanjut masalah proker....mulai dari Mahad sama Zaltan..."
"Oke, gue sama Mahad udah ngomongin sama sekdes tadi siang...tempat buat pendampingan umkm kita adakan di balai desa, pak sekdes bakalan siapin satu ruangan khusus sekaligus satu komputer kantor desa dan kebutuhan yang menunjang..." keduanya menjelaskan, begitupun satu persatu penanggung jawab program kerja lain.
"Kalo ada kesulitan bisa langsung disampaikan aja. Untuk biaya kalo bisa Mahad, lo mesti pandai memanage jangan gampang meng-acc, dipilah pilih mana yang emang penting, soalnya uang kas kelompok yang di budgetin kampus ngga gede." Mahad mengangguk-angguk paham saat Jingga meliriknya.
"Elah, tinggal ditambahin pake duit dia, Ga....orang kaya ngga boleh pelit, Had. Biar kuburan lo ntar seluas lapangan bola..." ujar Zaltan, "dia mah ketimbang ce bok doang pake duit, Ga..."
Arlan dan Arshaka tertawa.
"Untuk yang lain, bisa bantu para penanggung jawab...disini ngga ada yang kerja sendiri atau enak sendiri, sebisa mungkin dibantu...backing juga kerjaan yang lain..." kini bukan hanya Mahad, melainkan yang lain ikut mengangguk paham.
"Oh ya, satu lagi...kalo ada permintaan tolong dari warga, kalian bisa ditimbang-timbang dulu, dipilah pilih...kira-kira memungkinkan ngga, jangan sampai menghambat dan mengganggu proker kelompok. Kadang orang nganggap mahasiswa kkn itu serbaguna, kaya tepung. Masalah piket...dikocok aja biar adil..." Ucap Jingga menutup pembahasan tentang evaluasi malam ini.
.
.
.
.
eeeeh tapi ngapain jingga n mei didlm????
jadi jangan ada yg di tutup²in lagi ya cantik