Keberanian tidak akan pernah absen dari ketakutan.
Orang berani bukan berarti mereka tidak pernah merasa takut, akan tetapi mereka berhasil menaklukkan rasa takut itu.
Hanya karena kau pernah gagal lalu terluka di masa lalu, bukan berarti semua yang kau hadapi sekarang itu sama dan menganggap tidak ada yang lebih dari itu.
Kau salah . . . . . !!!
Briana Caroline MC.
Yang arti nya KEBERANIAN, TANGGUH, KUAT DAN PENAKLUK DUNIA.
Tidak seperti arti dari namanya yang diberikan orang tuanya. Justru malah sebalik nya.
Bayang-bayang dari masa lalunya membuat dia TRAUMA. Itulah yang membuatnya selalu menghindari apapun yang akan masuk ke dalam hidupnya.
Dia lebih memilih untuk lari ketimbang menghadapinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fidha Miraza Sya'im, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Hari demi hari Anya berusaha mendekati Briana. Ia berusaha keras untuk mengakrabkan dirinya sehingga ia bisa menjadi sahabat Briana.
Anya selalu mencari muka dan mencari perhatian pada Briana, tak peduli ia harus menjatuhkan harga dirinya demi tujuannya tercapai.
"Huffft . . . Kenapa susah banget sih ngedeketin cewek aneh itu?". Anya mengeluh di hadapan Raysha yang duduk di bangku taman sekolah.
"Apa gue bilang, mending lo nyerah saja. Ini saja waktu elo sudah hampir limit, sedangkan elo belum berhasil juga ngedeketin Briana. Sudah, elo bilang sana sama si Chiko, batalin saja taruhannya". Ujar Raysha sembari menyeruput jus jeruk yang ia genggam.
"Ahh mana mau gue. Enak saja! Gue sudah sejauh ini masa mau gue batalin gitu saja, lagian taruhannya mobil BMW emm . . . Lagian ya mungkin si Chiko enggak bakalan mau terima kalau taruhannya di batalin gitu saja". Anya langsung membantah Raysha.
" Terus kalau elo gagal? Emang elo mau tidur sama dia? Emang elo sudah siap menghancurkan masa depan elo gara-gara taruhan ini?". Raysha mengingat resiko taruhan tersebut.
Anya/ "Why not? Lagian kan enggak apa-apa juga kalau tidur sama Chiko. Chiko itu orangnya cakep terus tajir lagi, gue kan bisa menjebak dia balik untuk minta pertanggung jawaban ke dia". Otak licik Anya membuat Raysha merasa ngeri serta berpikir bahwa ia sudah salah memilih teman.
"Terserah elo lah Nyai. Merinding gue lama-lama ngeliatin lo". Cibirnya, sedangkan Anya tersenyum licik.
Di balik pohon yang menjulang tinggi, tepat nya di bagian sisi kanan mereka. Seperti biasa, Briana sedang duduk fokus membaca bukunya. Tanpa sengaja ia kembali mendengar pembicaraan mereka berdua lalu tersenyum.
...
"Pagi Briana...". Anya berlari menghampiri Briana yang baru muncul dari parkiran sekolah. Tanpa segan Anya menggandeng lengan Briana.
Briana memutar bola matanya.
" Pagi". Singkatnya.
"Elo sudah sarapan belum? Temani gue ke kantin yuk, soalnya gue belum sarapan nih, tadi gue enggak sempat sarapan di rumah, dan sekarang gue lapar banget he he he". Anya memasang wajah memelasnya sembari ia memegang perutnya yang datar.
Briana melirik dirinya. Sebenarnya ia sudah enek banget melihat tingkah Anya yang sok akrabnya enggak ketulungan. Namun Briana teringat sesuatu dan berpikir untuk mengikuti alur permainan mereka.
"Yuk, gue juga belum sarapan". Tanpa basa-basi Briana menerima ajakan Anya.
Betapa senangnya Anya, seperti mendapatkan lampu hijau dari takdir. Dengan semangat ia menggandeng tangan Briana menuju ke kantin.
Setiba di kantin, Semua mata tertuju pada mereka berdua tak ketinggalan Chiko yang menatap salut pada Anya. Anya melirik ke arah Chiko and the geng yang duduk di bagian pojokan dekat lapangan basket. Anya memamerkan kedekatannya pada Chiko dengan isyarat agar tidak di curigai oleh Briana.
"Kita duduk di sana saja yuk". Briana sengaja menunjuk ke arah meja yang bersebelahan dengan meja Chiko and the geng.
Anya terkejut dan sedikit takut ketika Briana menunjuk ke arah itu.
"Ha . . . Iya, yuk kita ke situ. Kayaknya tempatnya enak he he he". Anya tersenyum getir.
"Mati gue, kalau gue ketahuan sama si Chiko bisa gawat, gue kan sama Briana belum sedekat yang dia pikirin, ini saja kebetulan nih cewek mau, aduuuh". Batinnya berkata-kata dengan keresahan.
Briana berjalan lebih di depan, ia sempat melirik sekilas ke arah Chiko yang sudah memasang senyuman yang menjijikkan.
Dengan terpaksa Anya menuruti Briana lalu menyusul duduk berhadapan dengan Briana lalu sesekali ia melirik ke arah Chiko.
"Elo mau makan apa Nya? Biar gue pesankan". Briana berpura-pura untuk terlihat ramah, seolah-olah mereka sudah akrab.
"Ha . . . Hmm . . . Gue... Samain saja deh pesanannya sama kayak punya loe Bri". Anya menjadi kikuk sendiri.
"Oke, bentar gue pesan dulu". Briana beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju outlet pemesanan.
"Sst . . . Sstt . . .". Chiko memanggil Anya dengan isyarat, Anya pun menoleh.
"Jangan sekarang deh, nanti saja di tempat biasa. Kalau disini entar ketahuan sama Briana". Anya mengecilkan suaranya seperti berbisik namun pandangannya melirik ke arah Briana.
"Oke oke, jam istirahat gue tunggu loe di tempat biasa". Chiko sudah tidak sabar ingin mengetahui kabar taruhannya.
Sebelum Briana balik ke tempat duduknya, Chiko mengajak teman-temannya untuk cabut dari tempat mereka.
"Gue cabut". Ujarnya pelan sembari tangannya memegang pundak Anya.
" Emm . . .". Singkatnya.
Chiko berjalan melewati Briana, tak lupa juga ia menyapa Briana sembari menebarkan senyumannya.
"Briana". Sapanya dengan begitu ramah, namun tak sedikit pun di gubris olehnya, alias kacang-kacang. Meski kesal tapi Chiko harus tetap bersabar.
" Sekarang loe boleh mengacuhkan gue. Lihat saja nanti, gue bakal membuat elo yang ngemis-ngemis sama gue dan loe bakalan menjadi milik gue selamanya. Tunggu saja nanti". Kata hati busuknya berkata menatap langkah kaki Briana yang menghampiri Anya.
...
"Elo ya Chik, enggak sabaran amat! Kalau kita ketahuan sama Briana gimana? Bisa kacau rencana kita". Anya yang tiba-tiba muncul, ia langsung mengomeli Chiko.
"Abis nya gue gemes lihat kalian berdua jalan bergandengan gitu dan buat gue penasaran. Tapi gue salut sama elo. Elo berhasil ngedeketin Briana". Prok prok prok, Chiko bertepuk tangan untuk Anya.
"Kan gue sudah bilang ke elo, kalau urusan begituan mah kecil buat gue, kalau elo ngasi tantangan yang lain pun gue layani". Anya berlagak sok oke.
"Ya ya ya, gue akui kehebatan loe. Elo memang berhasil untuk yang satu ini dan sekarang waktunya elo memanfaatkan dia untuk gue". Chiko punya rencana licik lainnya untuk mendapatkan Briana.
" Oke, gue bakalan ngedeketin elo dengan dia biar supaya dia bisa jadian sama elo, iya kan?". Tebaknya.
Chiko menggelengkan kepalanya.
"Tebakan elo salah, gue enggak butuh itu. Sekarang elo harus berhasil mewujudkan apa yang gue mau".
"Emang apa lagi yang elo mau selain menjadi pacar nya dia?". Dahi Anya mengerut penasaran.
Chiko membisikkan keinginan nya pada telinga Anya.
"Serius loe?". Anya terkejut mendengarnya.
"Emang gue pernah bercanda?".
"Oke, terus kalau gue berhasil ngelakuin hal itu, apa yang gue dapat dari elo?". Anya tidak mau rugi.
Chiko melempar kunci mobil BMW dan sebuah kunci rumah. Dengan sigap Anya meraih keduanya.
"Itu semua untuk elo". Ujarnya.
"Ini kunci apa?". Anya sedikit menaikkan kunci rumah itu.
"Itu kunci villa gue yang ada di puncak dan itu untuk loe. Kalau elo berhasil villa itu gue balik nama menjadi nama loe tapi kalau loe enggak berhasil villa itu yang akan menjadi saksi nafsu kita berdua, gimana?". Chiko mah enggak sebodoh itu untuk memberikan itu semua. Ia pasti harus mendapatkan keuntungan yang setimpal.
"Oke, gue terima tantangan loe. Gue janji dalam sebulan gue bakal berhasil mewujudkan keinginan loe itu". Dengan beraninya ia menerima tantangan itu.
"Oke, gue sudah enggak sabar menanti nya".