Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.
Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.
Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Dunia yang tak pernah ia tahu sebelumnya.
Mulai saat itu, dunianya pun berubah.
(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Belakangan ini tidurku selalu tak nyenyak. Padahal tubuhku sudah menuntut, apalah daya mataku mengabaikannya.
Di saat seperti ini, aku bingung harus melakukan apa. Akhirnya aku malah berkalistenik. Meski dilakukan pada tengah malam.
Aku sadar, menjadi seorang idol membutuhkan stamina lebih. Aku tak habis takjub dengan mereka yang bisa membawakan belasan lagu dalam sebuah konser.
Itu sangat membutuhkan tubuh yang bugar dan stamina yang banyak. Aku yang satu lagu saja ngos-ngosan, tidak mungkin bisa melakukannya.
Mungkin aku terdengar ke-PD-an lantaran pengumuman lolos pun belum terbit, tapi apa salahnya mempersiapkan semuanya? Toh olahraga itu menyehatkan badan.
Aku hanya tidak pesimis. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin, apapun hasilnya. Akan kuterima. Kalau aku tidak diterima, tinggal kucari cara lain untuk balas dendam.
Keesokannya, aku yang tertidur karena tubuhku kelewat lelah, terbangun mendengar alarm. Kumatikan alarm yang memekakkan telinga itu, tapi di notifikasi atas, kudapati email yang masuk. Aku yang setengah sadar menyambar telepon, dengan terburu membuka notifikasi itu.
Email panjang yang membuat malas membaca, tapi karena penasaran, kubaca email itu dari awal. Jujur aku tidak tahu yang kubaca, aku hanya fokus mencari satu kalimat. Ah! Ada!
Selamat anda lulus seleksi.
Kalimat yang ingin kubaca. Kalimat yang kuidam-idamkan. Kalimat yang membuatku tidur tak nyenyak belakangan ini. Aku sangat terkejut ketika mendapatinya. Kucubit pipiku, berharap kenyataan tak berubah.
Terasa sakit. Ternyata memang nyata. Kubaca ulang, khawatir salah baca.
"YES! AKU LULUUUUUS! Wooooow."
Aku teriak sekuat tenaga. Rasanya senang bukan main. Baru pertama kali aku merasa seperti ini dalam hidup. Mendapatkan sesuatu dengan jeri payah sendiri bisa membuat hatiku sebahagia ini. Tanpa sadar, air mata meleleh di pipiku.
Pintu kamarku mendadak terbuka. Mama muncul dengan raut khawatir.
"Ada apa? Kok teriak-teriak?"
Kuusap sudut mata. Menggeleng pelan. Mama memiringkan kepala. Memicingkan mata. Aku berdiri langsung memeluknya.
"Ma, aku lulus audisi." Ucapku dengan nada serak.
Punggungku terasa dibelai dengan tangan yang amat lembut.
"Mama pikir kamu kesurupan tadi."
Aku terkekeh kecil.
"Iya, selamat ya. Tapi ingat, papamu enggak akan senang kalau tahu itu, jadi jangan sampai papamu tahu."
"Iya, Ma. Aku janji enggak akan melibatkan mama kalau terjadi apa-apa."
"Walaupun begitu, mama tetap support kamu apapun yang terjadi."
"Makasih, Ma."
Hanya mama, satu-satunya orang yang memihakku. Sosok yang selalu mendukung apapun yang terjadi. Bertolak belakang dengan papa.
Aku yakin, kalau papa tahu, aku bisa dimarahi habis-habisan olehnya. Karena beliau orang yang sangat keras terhadapku.
Benar. Aku harus merahasiakan hal ini dari papa. Tapi, aku khawatir papa akan tahu ketika aku mulai terkenal.
Mungkin saja, kalau aku terkenal, papa akan setuju. Meski terkenal seperti kak Olivia masih terasa mustahil bagiku.
Lagipula papaku lumayan gaptek dan kolot. Aku yakin tak mudah baginya untuk memergokiku.
...----------------...
Aku berjalan diliputi rasa riang. Hatiku rasanya berbunga-bunga bagaikan baru jadian dengan cowok yang kusukai.
Ngomong-ngomong soal cowok, apa kabar Farrel? Aku yang sibuk sampai melupakannya. Mengingatnya hanya menambah kekesalanku saja. Bahkan mengingat nama itu saja sudah membuat darahku mendidih.
Rencana awalku berjalan dengan mulus. Aku yakin, tak ada yang mengira kalau aku bakal lolos audisi. Bahkan aku pun tak menyangkanya.
Menjadi artis, tak pernah terpikirkan olehku.
Lagipula apa di negara ini artis sama dengan idol?
Aku paham. Istilah idol itu berasal dari luar negeri yang kalau di bahasa Indonesia kan berarti idola. Bukankah idola sama saja dengan artis? Harusnya sih sama saja.
Dan mulai hari ini aku bisa menyebut diriku idol.
Hari ini, semua yang lulus seleksi diminta untuk datang. Termasuk juga di antaranya Anna dan Viola. Jujur aku semakin senang mendengar mereka lulus juga, karena kami sudah bertekad akan lulus bersama. Sebenarnya, aku tak terlalu kaget. Mereka memang sangat berpotensi untuk lulus.
Aku bahkan sangat terkejut ketika pertama kali mendengar Viola bernyanyi. Ketika kami latihan bersama, aku sampai tak bisa berkata-kata. Suaranya bukan seperti orang yang baru bernyanyi, tapi katanya, ia belum pernah sekalipun melatih suaranya. Hanya menyanyi untuk iseng.
Meski begitu, suaranya sudah semerdu itu.
Untuk kesekian kalinya aku kembali ke Bongori. Tapi tak seperti biasanya. Kali ini aku telah lulus audisi itu artinya aku telah menjadi bagian dari bongori itu sendiri. Mulai hari ini, gedung ini akan menjadi sarana pembalasan dendamku.
Tenang saja bongori, hari ini kita adalah partner.
Aku masuk ke dalam lobi, terkejut karena banyak barang. Seperti ada yang sedang berkemas. Entah mau kemana. Kuabaikan saja. Segera menuju ke lantai 5.
Di sana telah berkumpul empat belas orang yang familier. Jumlah itu cukup mengejutkan mengingat ratusan peserta yang ikut audisi. Lalu aku berdiri di tengah mereka.
Rasanya bercampur aduk. Aku bahagia sekali bisa lulus di antara ratusan orang tersebut, tapi di sisi lain aku juga merasa bersalah. Aku tahu, bukan hanya aku yang berjuang di sini, mereka juga berjuang dengan sekuat tenaga juga. Bahkan bisa jadi lebih keras daripada aku.
Aku merasa seperti sedang berdiri di atas tumpukan mayat manusia. Memang ungkapan itu terasa kejam, akan tetapi kenyataan tak kalah kejamnya.
Rasanya di belakangku seperti ada roh gentayangan yang tidak akan pernah memaafkanku jika aku berbalik. Dan akan mencekikku jika aku menyerah.
Mendadak aku merasakan tekanan yang tak kuketahui dari mana asalnya.
Mataku berbinar mendapati Viola dan Anna di antara barisan. Aku pun ikut mengisi ujung barisan. Layaknya tentara yang sedang berbaris.
Aku merasa sedang berhadapan dengan komandan kami, Nazwa Olivia. Yang di sisinya ada seorang gadis yang tak kalah intimidasinya, Myeong Sook Hyun.
Aku bisa pastikan sudah menghafal namanya, karena aneh rasanya kalau aku tak mengetahui nama wanita yang membuat semua ini berjalan.
"Selamat buat kalian semua," buka Olivia.
"Terhitung hari ini, kalian adalah juniorku, jangan lupa untuk selalu memperhatikan arahan dari para staf ya." Ucapnya diimbuhi dengan senyum tipis.
"Dan satu lagi, yang ada di sampingku ini adalah general manager dari girls group ini. Beliau adalah Myeong Sook Hyun, barang kali kalian lupa dengan namanya. Seperti yang kalian tahu, beliau adalah orang yang berasal dari Korea." Imbuhnya.
"Hai semua, salam kenal. Selamat datang bagi kalian semua ke dalam grup ini. Tujuanku membentuk grup ini agar bisa melahirkan seorang true idol . Aku harap kalian semua bisa menggapai mimpi-mimpi kalian dengan bergabung bersama kami." Jelasnya sembari menatapi kamu satu per satu.
"Sekali lagi, selamat datang Flow generasi ke tiga. Good luck!"
Aku tak menyangka bisa menjadi bagian dari mereka. Aku tak pernah bermimpi menjadi generasi ketiga dari Flow yang tadinya hanya bisa kulihat dari balik layar.
Dan sekarang, aku di sini. Bisa membanggakan diri sebagai generasi ketiga Flow. Benar-benar tak terbayangkan sedikit pun.
Karena itu, lembaranku sebagai idol baru saja terbuka. Dan karena itu juga, aku harus mulai mencari cara balas dendam yang bagus.