Karena salah paham saat mendengar percakapan Ayahnya tentang pelaku yang terlibat dalam kecelakaan Kakeknya saat dia.masih kecil sehingga membuat seorang pemuda bernama lengkap Arishaka Narendra membalaskan dendamnya kepada seorang gadis bernama Nindia Asatya yang tidak tahu menahu akan permasalahan orang tua mereka di masa lalu.
Akankah Nindia yang akrab di sapa Nindi itu akan memaafkan Shaka yang telah melukainya begitu dalam?
dan Bagaimana perjuangan Shaka dalam meluluhkan hati Nindia gadis yang telah ia sakiti hatinya itu!
Mari kita simak saja kisah selanjutnya.
Bijaklah dalam membaca mohon maaf bila ada nama tokoh atau tempat yang sama. semua ini hanya hasil karangan semata tidak untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon My Choki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecemasan Nindia
Hari berlalu berganti minggu. Tidak terasa kini genap satu bulan Nindia bekerja di Toko grosir itu. Hari-hari yang ia lewati dengan banyak kisah dan cerita yang membuatnya harus pandai-pandai mengambil sikap. Terutama jika berhadapan dengan Rani yang entah mengapa gadis itu memusuhinya.
Padahal kesan pertama yang di tunjukkan Rani baik-baik saja. Terkesan biasa. Seperti teman-teman lainnya. Tapi mengapa makin kesini sikapnya makin kentara akan ketidak sukaanya terhadap dirinya.
"Nindi!" Panggil Nadia dari ambang pintu gudang. Saat ini mereka sedang menyusun stok barang-barang yang habis.
"Iya! Kak Nad, ada apa?" Sahutnya dari dalam gudang kemudian menghampiri Nadia yang berdiri di ambang pintu
"Tolong kamu cari stok pembalut yang warna Orange. Udah habis disana. Lupa mau cek dari kemarin." Perintah Nadia kepada Nindi yang langsung di iyakan oleh wanita itu
"Baik kak, " sahut Nindi yang segera mencari stok barang tersebut di gudang.
"Ah, ini dia. Untung dusnya ada di atas barang yang lain." Gumam Nindia.
Nindia membawa satu dus besar kemasan pembalut untuk di serahkan kepada Nadia yang telah menunggunya.
"Kak Nad, ini!" serunya saat menyerahkan dus yang ia pegang.
"Ah, tolong sekalian kamu susun ya Nin aku di suruh Cici antar barang sebentar. Ada barang Customer yang ketinggalan. Tolong ya! Tenang aja nanti pulang aku belikan Sempol 2biji deh" Tukas Nadia seraya terkekeh. Usai mengatakan itu Nadia pun segera berlalu meninggalkan Nindi.
"Oke, hati-hati kak!" Balas Nindi tersenyum kecil tidak lupa menyuruhnya untuk berhati-hati walaupun sudah tidak di dengar oleh Nadia yang sudah keluar dari Toko menuju Motornya.
"Hm! Kesayangan semua orang, makin hari makin gembrot aja nih, enak ya hidupmu sekarang! Apa-apa di traktir, apa-apa di beliin. Cuma modal tampang doang padahal." Sindir Rani yang menatap Nindia dengan tatapan tidak suka.
"Apa sih, maksud kak Rani! Apa aku ada salah sama kamu kak? Kalau ada, tolong beritahu. Dimana letak kesalahan aku. Biar aku perbaiki." Ucap Nindi yang menjeda kegiatannya yang sedang menyusun barang demi melayani ocehan Rani.
"Kamu masih nanya? Apa salah kamu. Kesalahan kamu itu, ya karena kamu telah hadir di sini. Sehingga mengalihkan semua perhatian teman-teman ke kamu semua. Kamu itu seperti di anak emaskan oleh mereka. Heran deh! Bule miskin aja kok dipuja-puja. Nggak banget deh!" Cibir Rani ketus sekali nada bicaranya.
"Maaf kak, tapi aku nggak pernah memaksa mereka untuk baik sama aku. Mereka baik aku bersyukur banget. Bisa memiliki teman-teman seperti kalian." balasnya masih tak habis pikir dengan pemikiran Rani.
"Kita? Mereka aja kaleee!! Aku mah ogah! Berteman sama kamu. Kamu itu Beban banget tahu nggak. Lihat nih, makin hari badan kamu makin bengkak, kek orang hamil aja. Iyuh..!" Setelah mengatakan itu Rani segera meninggalkan Nindia yang masih diam terpaku di tempatnya.
'Kamu itu beban banget tahu nggak! '
Kata-kata Rani itu membuat Nindia terdiam. Apakah semua yang meninggalkannya karena menganggapnya sebagai beban?
Nindia kembali menyelesaikan pekerjaannya menyusun pembalut yang tinggal sedikit lagi. Saat meletakkan pembalut terakhir di rak. Mendadak Nindia sadar akan suatu hal. Tanpa diduga perkataan Rani kembali terngiang-ngiang di telinganya.
'Lihat nih, makin hari badan kamu mangkin bengkak aja. Kek orang hamil...Hamil....hamil...hamil.'
Kalimat terakhir Rani itu terus saja terngiang-ngiang di telinganya. Nindia meremas kemasan pembalut yang tengah di pegangnya itu. Padangannya perlahan turun memperhatikan perutnya.
Mendadak keringat dingin itu membasahi keningnya. Padahal ruangan itu full AC. Tidak mungkin kepanasan atau gerah. Nindia melepaskan cengkramannya pada pembalut tersebut.
"Nggak! Ini nggak mungkin terjadi sama aku kan? Ya Tuhan, semoga ini hanya ketakutanku saja. Aku nggak mau berurusan dengan manusia itu lagi. Aku nggak mau ada ikatan lagi dengan pria brengsek itu. " Gumam Nindia seraya berjalan cepat menuju gudang setelah menyelesaikan pekerjaannya.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
"Begini jeng Asma, kedatangan saya kemari ingin membicarakan tentang masa depan putra putri kita. anak-anak kita kan sudah sama-sama dewasa. Shaka juga sudah mapan dalam segi apapun. Jadi menurut saya dan Suami saya. Bagaimana jika pernikahan Putra putri kita segera di laksanakan. Biar kita juga sebagai orang tua bisa tenang." Ucap Lena, Mamanya Fira.
Asma tidak langsung menaggapi permintaan orang tua Fira itu soal pernikahan. Jujur, dirinya juga sudah tidak sabar ingin segera melihat putranya segera menikah dengan gadis pilihan mereka itu. Tetapi semua itu tergantung keputusan Shaka nantinya.
"Bagaimana Jeng? Kami berharap kita sepemikiran. Ini juga untuk menghindarkan anak-anak kita dalam perbuatan yang tidak-tidak." Ucap Lena lagi terkesan mendesak.
"Ehm! Begini Jeng Lena, untuk masalah ini. Saya tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Saya juga tidak bisa memaksa jika Shaka, merasa belum siap saat ini. Jadi keputusan akan saya serahkan sepenuhnya kepada Putra saya Saja." Jawab Asma bijak. Nindia memang tidak ingin terlalu ikut campur urusan perasaan. Jika pun Shaka benar-benar memilih tinggal di sana sebagai pendamping hidupnya. Ya Asma i akan tetap mendukung keputusan putranya itu.
"Baiklah Jeng, tolong bicara lagi dengan Shaka . Ya, karena pernikahan itu lebih baik jika segera dilaksanakan. Toh! Anak-anak kita juga sudah sama-sama cocok, dan saling mencintai." Ucap Lena lagi dengan harapan keluarga Shaka segera mengatur tanggal pernikahan Fira dan Shaka. .
Lena tentunya sudah tidak sabar ingin menyandang besan keluarga Narendra.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻
"Huek!! Huek!!!" Shaka terus saja mengeluarkan semua isi perutnya yang baru saja ia makan beberapa menit yang lalu.
Mual yang di sertai pening yang luar biasa di kepalanya. Membuat pria itu tidak berhenti memuntahkan isi perutnya.
Di belakangnya Leo tak hentinya memijat pangkal leher dan bahu Atasnya itu dengan sedikit heran.
"Apa anda ada salah makan Tuan muda? Kok bisa sampai muntah-muntah seperti ini. Seperti orang yang salah makan. Dari pagi perasaan anda sudah tidak semangat. " Tanya Leo yang masih memijat leher belakang Shaka
"Aku juga nggak tahu, bangun pagi-pagi udah pening aja. Dan sekarang malah mual-mual begini. "Sahut Shaka lemes. Sebab sudah berapa kali pria itu bolak-balik ke kamar mandi hanya untuk mengeluarkan isi perutnya yang telah kosong itu.
"Sebaiknya kita ke dokter Tuan muda, jangan menunda-nunda penyakit. " Saran Leo yang begitu khawatir jika terjadi sesuatu dengan sahabat sekaligus bosnya itu.
"Aku malas sekali ke rumah sakit. Pasti bakal di ceramahi lagi sama dokter tengil itu." Sahut Shaka yang kini tengah membaringkan tubuhnya di atas sofa panjang yang ada di ruangannya itu.
"Terus, apa mau dibiarkan saja sakitmu seperti ini?" Kesal Leo.
"Aku malas ketemu orang-orang di rumah sakit. Bau mereka nggak enak banget, padahal baru ngebayangin aja aku jadi pengen muntah lagi...huek!!! Huak!!" Shaka kembali bangkit dari rebahannya. Saat rasa mual itu kembali datang menghampirinya. Pria itu begitu tersiksa sekali.
Hal itu tentu saja semakin membuat Leo heran merasa Shaka, sangat aneh. Masa iya, membayangkan aroma parfum orang-orang saja sudah membuatnya mual kembali.
Leo akhirnya memilih untuk memanggil dokter pribadi keluarga Narendra itu untuk memeriksa keadaan Shaka yang semakin memprihatinkan.
Next......