Married To Fierce Boss

Agathias mencondongkan tubuh dan berbisik tepat di telinga Loralei. “Kau tidak membohongiku, kan? Awas saja jika berani melakukan itu, maka pernikahan ini tidak akan ada ujungnya.”

Ada seringai mengerikan di wajah Agathias ketika Loralei menatap penuh keterkejutan. Wanita itu menelan saliva dan lekas menatap ke arah lain supaya tidak terlihat jelas kebohongannya.

Loralei hanya sebentar duduk di kursi kerjanya. Dia harus menemani bos untuk rapat di ruang meeting. Jadi, hanya duduk, mendengarkan, mengamati, mencatat apa saja yang dilakukan dan bicarakan saat pertemuan.

Namun, kali ini sedikit kurang fokus karena di dalam otak Loralei sedang pusing sepuluh keliling. Sepertinya memang harus mencari seseorang yang bisa diseret ke ruang CEO supaya membebaskan dirinya dari pernikahan tanpa ujung. Tak bisa dibayangkan kalau selamanya terjebak hubungan tanpa cinta dengan Agathias, ditindas setiap hari, dijajah, bahkan dicabuli oleh suami sendiri.

Loralei menggelengkan kepala dan memukul tempurungnya supaya berhenti memikirkan hal yang jangan sampai terjadi. “Tidak, aku tak boleh selamanya terjebak.” Tanpa sadar, dia mengeluarkan suara ketika rapat berlangsung.

Otomatis membuat dua bos yang tengah saling berdiskusi itu diam dan menatap Loralei.

“Loralei?!” sentak Agathias. Tidak peduli itu istrinya, ketika bekerja tetap saja mereka adalah bos dan sekretris.

“Ya, Tuan?” Loralei menggigit bibir ketika dia sadar bahwa sudah memancing amarah bosnya yang memang galak. Matilah aku.

“Kau tidak fokus dengan rapat ini?!” Ada mata mendelik di wajah Agathias. Pria itu kalau sudah mode galak pasti mengerikan.

“Maaf, Tuan, tidak diulangi lagi.” Loralei mengangguk dengan bibir mengulas senyum. Sudah tahu bosmu tidak mungkin berbaik hati atau berubah lembut, meski berstatus suamimu, bisa-bisanya mencari masalah dengan menyeletuk. Ia menepuk bibir supaya tidak lagi berbicara saat rapat berlangsung.

“Sudah, mungkin sekretarismu tidak sengaja.” CEO dari perusahaan Otoma pun menengahi.

Loralei bisa bernapas lega karena masih ada seorang malaikat di ruangan itu. Tidak iblis seperti bosnya. Tapi sayangnya, pria itu adalah suami orang, mana bisa diminta pertolongan untuk pura-pura menjadi pria yang ia cintai di depan Agathias. Bisa-bisa digampar istri dan dikira perebut laki orang.

Rapat pun kembali berlangsung. Lorali harus fokus supaya tak diomeli lagi. Dan setelah dua jam lamanya, selesai juga. Tapi masih berganti rapat lagi sampai makan siang baru agenda berakhir.

Loralei bernapas lega setelah kaki memijak di luar meeting room. Dia berjalan di belakang bosnya karena tidak mau beriringan.

“Jangan ulang lagi melamun seperti tadi,” peringat Agathias tanpa berbalik badan.

“Siap, Tuan.”

Loralei menghentikan langkah ketika pria itu berbalik badan secara tiba-tiba. Untung ia tidak menubruk dada bidang bosnya.

“Mau makan siang di mana?” tanya Agathias dengan tatapan yang tidak lagi galak seperti tadi saat mengomelinya.

“Saya ingin di kantin perusahaan saja.” Loralei ingin mencari mangsa orang kantor yang bisa dibayar untuk menjadi pria pujaannya.

“Oke.” Agathias menarik tangan sekretarisnya.

“Mau ke mana, Tuan?” tanya Loralei bingung sembari terus melangkah.

“Makan di kantin perusahaan, aku lapar.”

Bisa gagal rencananya jika Agathias ikut, yang ada tidak ada satu pun pria mau menerima tawarannya. Loralei harus mencari cara supaya pria itu tidak ikut makan di kantin perusahaan.

Loralei lekas mematung dan menahan tangan bosnya agar berhenti bergerak. Agathias menatap wanita itu dengan alis terangkat sebelah. “Kenapa?”