Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3
Mereka akhirnya bekerja. Yang laki-laki bertugas memotong batang-batang jagung hingga tumbang. Sementara yang Ibu-ibu melepaskan buah jagung dari batangnya, lalu di kumpulkan. Hingga tak terasa hari sudah menjelang siang. Dan mereka sekarang sedang beristirahat menikmati makan siang mereka di bawah tenda yang sengaja di pasang untuk beristirahat.
"Mir..apa kamu nggak berniat menyusul suami kamu ke kota? Dia kan sudah kerja. Dari pada kamu disini udah capek-capek kerja, malah nggak di hargai sama Ibu mertua kamu itu. Belum lagi perlakuan dia sama kamu yang sudah seperti titisan Dajjal orangnya..muak aku lihat orang kayak gitu."Ucap Bu Kokom masih dengan sisa-sisa kesalnya.
"Iya Mir..mendingan nyusul si Andika saja. Takutnya nasip kamu sama seperti si Endang.."
"Hussss nggak boleh ngomong kayak gitu Sri, tidak semua laki-laki se brengsek Tomi." Bu lek Tati memotong ucapan Sri.
Amira cuma menunduk menyuapi bekal makan siangnya yang dibawah dari rumah. Tapi jangan di tanya hatinya saat ini. Apa yang di ucapkan Sri, membuat hatinya gelisah. Antara rasa takut dan khawatir.
"Mir, jangan di dengarin ucapan si Sri. Yakin kalau Andika tidak seperti itu. Dia suami yang setia buat kamu, Ayah yang hebat buat Alif." Bu lek Tati kembali memberi dukungan pada Amira. Dia juga merasa kasihan dengan Ibu muda itu.
"Iya Bu lek, makasih, aku yakin Mas Dika tidak seperti itu." Balasnya, menguatkan dirinya sendiri. Suaminya tidak mungkin mengkhianati dirinya, dia suami yang setia, sangat mencintai dirinya. Ayah yang hebat buat Alif anak mereka.
"Aku kok jadi takut menikah ya...takut di selingkuhi suami, takut mendapat mertua Dajjal." Cicit Yuni, satu-satunya gadis di antara Ibu-ibu itu.
"hallaah, boro-boro mau menikah, pacar aja kamu nggak punya." ucapan Bu Kokom membuat mereka tergelak.
"Apaan sih Bu Kokom..jangan di buka di depan umum juga, Yuni kan jadi malu." Yuni membalas ucapan Bu Kokom, sambil mendudukkan kepalanya. Wajahnya terlihat merah menahan malu, akibat kejujuran Bu Kokom.
Gelak tawa kembali terdengar, dari Ibu-ibu. Rasa kebersamaan mereka, membuat pekerjaan yang berat jadi ringan. Tak terasa hari menjelang sore saat Amira kembali pulang ke rumah, setelah menjemput Alif dari rumah Bu lek Tati.
................
"Kerja apa saja sih kamu, jam segini baru pulang hahh..apa kamu tidak tau kalau di rumah tidak ada apa, apa kamu mau bikin aku mati kelaparan Amira di mana otak kamu..benar-benar menantu durhaka, menantu kurang ajar kamu. Awas ya akan aku laporkan sama anak ku..kalau istrinya tidak becus ngurus Ibunya." Teriak Bu Susi saat Amira akan melangkah masuk ke dalam rumah.
Pulang kerja capek-capek, badan pegal semau, bukannya di sambut dengan ramah atau hanya sekedar senyum, Amira malah di sambut dengan cercaan menyakitkan dari Ibu mertuanya. Amira berdiri mematung di depan pintu rumah. Matanya di pejamkan sebentar, napas di hembuskan kasar. Alif yang masih dalam gendongan Ibunya, cuma diam. Bola mata kecilnya menatap wajah sang nenek yang barusan memarahi Ibunya.
"Maaf Bu..perasaan sebelum ke ladang, aku sudah masak. Sudah siapin makan Ibu di meja makan juga. Malah aku sudah sisihkan sedikit untuk makan malam kita nanti..apa Ibu..."
"Apa? Apa kamu mau bilang kalau aku yang sudah habiskan makannya?" Bu Susi kembali berteriak menyela ucapan menantunya.
"Aku bersumpah Amira, Andika anakku akan menikah dengan perempuan kota yang kaya, dia akan menceraikan kamu Amira, membuang kamu dan anak kamu, kamu akan menjadi janda, menjadi gembel."
Selesai dengan sumpahnya, Bu Susi berbalik, melangkah begitu saja meninggalkan Amira di depan pintu.
Jedarrr..
Langit seakan-akan mengamini sumpah Bu Susi. Amira tercengang, mematung di tempatnya berdiri. Sumpah yang keluar dari lisan Ibu mertuanya, membuat dunia seakan runtuh menimpa dirinya saat itu juga. Jantungnya berpacu dengan cepat. Alif yang masih berada dalam gendongannya, di pelukannya dengan erat. Air matanya langsung mengalir begitu saja, membasahi wajah lelahnya.
"Astaghfirullah..sebegitu bencinya Ibu sama aku, sampai Ibu menyumpahi Mas Dika menikah perempuan kaya?"
Amira melangkah masuk dengan hati hancur. Dia sendiri tidak mengerti, apa kesalahannya sampai mertuanya tidak pernah menyukainya. Dari awal dia menikah dengan Andika, hingga saat ini. Kalau soal wajah, Amira sangatlah cantik. Memiliki kulit yang putih, ukuran tinggi dan raut wajah khas perempuan Indonesia dari suku Jawa. Apakah dia seorang anak yatim piatu? Ataukah dia hanya seorang wanita miskin, yang untuk bertahan hidup, harus bekerja keras terlebih dahulu baru bisa makan. Walau menikah di usia yang masih sangat muda, Amira lemah.
Sejak meninggalnya kedua orang tuanya karena kecelakaan, Amira di asuh oleh keluarga dari pihak Ayahnya, yang tinggi di kampung sebelah. Tapi tidak bertahan lama. Setelah selesai lulus SMA, Amira keluar dari rumah saudaranya, karena perlakuan mereka yang sangat buruk pada dirinya.
Untuk bertahan hidup, dia bekerja di salah satu mini market di kampungnya. Dan di situlah dia bertemu dengan Andika. Perbedaan usia yang cukup jauh, tidak menghalang Amira menerima pinangan Andika untuk di jadikan istri. Seperti kata pepatah, keluar dari sarang buaya, masuk ke sarang harimau. Itulah jalan hidup Amira.
"Ibu.."Panggil Alif pelan.
"Iya sayang..Alif punya Ibu, Alif kekuatan Ibu, kita akan terus bersama apapun yang akan terjadi."Ucapnya menguatkan dirinya. Dia terus melangkah masuk ke dalam rumah. Dia sudah terbiasa di perlakukan seperti ini. Tapi ucapan Ibu mertuanya barusan, membuat hatinya benar-benar takut. Dia takut sumpah itu akan menjadi kenyataan.
"Aku tuh nggak habis pikir deh sama kelakuan Bu Susi. Mau punya menantu seperti apa lagi sih. Amira itu sudah terlalu baik udah terlalu sabar. Udah tua bukannya sadar diri, ehhh malah nggak tau diri. Kalau aku jadi Amira, sudah aku tinggalin tuh mertua jahat, dari pada makan hati, di maki tiap hari, kerja udah capek malah nggak di hargai, mendingan susul suami ke kota."
Pak Slamet suami Bu Sinta, tetangga Amira, cuma tersenyum mendengar omelan istrinya, yang tidak terima dengan perlakuan Bu Susi pada Amira. Mereka memang tidak sengaja mendengar suara teriakan Bu Susi yang memarahi Amira menantunya.
................
Tujuan Amira tidak ke kamarnya. Dia terus melangkah ke arah dapur. Matanya langsung tertuju pada meja makan. Di atasnya, tumpukan piring kotor bekas makan tergelak begitu saja. Tudung saji di letakan di lantai dekai kaki meja. Desahan kasar kembali terdengar. Rasa lelahnya seharian di ladang jagung, di tambah cacian dari Ibu mertuanya, membuat rasa lelahnya kian bertambah. Barang bawaannya di letakan di atas meja.
"Jadi maksud Ibu apa..bikin dia mati kelaparan. Bekas piring kotor ini, yang makan siapa?" Batinnya.
"sekarang Alif turun ya sayang, Ibu nyuci piring kotor dulu, habis itu, Alif Ibu mandiin."Katanya pada sang anak.
"Oce Ibu."
"Anak pintar, anak sholeh, Ibu sayang Alif banyak-banyak."
Bocah dua tahun itu, terkekeh geli wajahnya dicium sang Ibu.
Bersambung......
Jd gmes bcanya bkin emosi
Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya