"Aku akan membayarmu" Ucap Vaya sahabatnya.
"Kamu bercanda Va" Tanya Maura memastikan.
Sebuah tawaran yang cukup gila, membuat Maura harus menjalani hari - harinya bersama Gilang. Seorang pria tampan yang mempunyai segudang pengagum.
"Kamu cukup menjadi asistennya, dan buat dia jatuh cinta"
"What.!!" Teriak Maura.
Apakah Maura setuju dengan tawaran yang diajukan oleh Vaya?
Apakah Maura sanggup menjalani hari - harinya bersama Gilang?
Lalu hubungan seperti apa yang akan terbentuk antara Maura dengan Gilang?
Yuk mampir, ikuti kisahnya😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kurniasih Paturahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gilang Panik
Maura memasuki cafe akhirnya. Pandangannya tak luput ke arah Bian. Bian terlebih dahulu melangkah memesan minumannya. Sedangkan Maura menyusul berada di sampingnya sekarang. Maura ikut memesan minuman pada seorang pria yang sedang melayaninya. Dengan lancar pria itu menyebutkan berbagai macam minuman kopi yang tersedia di cafe ini.
Setelah menyelesaikan pesanannya, Maura melangkah meninggalkan tempat itu terlebih dahulu, mencari sebuah bangku kosong untuk bisa didudukinya. Memandang ke segala sudut cafe, dan memutuskan di mana ia akan duduk kemudian.
"Aku akan duduk di sana." Fikir Maura, saat melihat dua buah bangku yang bersandar pada dinding kaca cafe ini. Posisinya memang agak ke dalam. Namun terlihat nyaman jika duduk di sana.
Perlahan Maura mulai mengaduk kopi miliknya sambil memandang ke luar dari dinding kaca cafe ini, dan pria itu.. Bian menghampiri Maura. Meletakannya minuman miliknya tepat berhadapan dengan minuman milik Maura. Mata Maura membulat saat Bian menarik kursi yang ada di hadapannya dan duduk kemudian.
"Kau sungguh mengikutiku." Ucap Maura menuduhnya kembali.
"Sangat membosankan jika duduk sendiri." Bian membalas ucapan Maura dan Maura hanya diam mendengar ucapan Bian padanya. Kembali menikmati suasana cafe dengan alunan lagu yang merdu dan romantis.
Maura kembali mengaduk-ngaduk kopinya, meneguknya perlahan. Ia sibukkan dirinya dengan Handphone yang di gengamanya saat itu.
"Bagaimana kau bisa kenal Gilang?" Tanya Bian tiba-tiba.
"Aku tak perlu menjelaskannya. Kalian tampak tak suka satu sama lain?" Jujur Maura padanya dan Bian tertawa mendengarnya.
Sebuah lagu kembali terdengar, mengganti lagu sebelumnya yang telah usai. Ini lagu yang pernah Maura dengar di mall saat bersama Gilang waktu itu.
Liriknya menyedihkan, seorang pria yang ditinggal pergi kekasihnya. Namun suaranya sekarang terdengar begitu familiar di telinga Maura.
"Kau tahu lagu ini?" Tanya Bian kembali.
"Seharusnya ini menjadi milikku, tapi Gilang merebutnya." Ucap Bian dan tertunduk kemudian dengan tatapan kosong menatap secangkir kopi miliknya.
Drrtttt.. drrtttt..
Getaran handphone menyadarkan lamunan Maura tentang hubungan rumit antara Gilang dan Bian. Maura menatap handphone miliknya itu. Tertera nama Gilang di sana. Maurapun mengangkatnya dan mulai menyusun alasan jika Gilang mengetahui kebohongannya.
"Kamu di mana?" Tanyanya.
"Ehmm.. toilet."
"Kenapa lama sekali?"
"Ehmm.. sakit perut."
"Kau bohong."
"Kenapa kau menuduhku."
"Seseorang melihatmu turun ke bawah. Dengan siapa?"
"Oke.. aku di bawah, beli kopi."
"Kau belum menjawab pertanyaanku."
"Pertanyaan yang mana?" Tanya Maura bingung.
"Dengan siapa kau di bawah?"
Maura terdiam, nada suaranya terdengar menyebalkan dan tiba-tiba saja Gilang mematikan teleponnya.
Di tempat lain, Gilang tampak panik. Sebenarnya Gilang tau dengan siap Maura pergi. Seseorang memberitahukannya saat Gilang mulai bertanya ke siapapun yang ditemuinya.
"Kenapa mesti dengan dia." Bisik Gilang tampak kesal.
Gilang bergegas melangkah menuju lift dan hendak turun ke bawah. Maura menyebut kata kopi tadi, hanya ada satu cafe di gedung ini. Pasti Maura ada di sana.
Sesaat setelah pintu lift terbuka. Gilang mulai mengedarkan pandangannya. Ia melihat sosok Maura yang duduk berhadapan dengan seorang pria yang sangat dibencinya.
Gilang melangkah lebih cepat, dan masuk ke dalam dan langsung berdiri di hadapan Maura dan Bian saat itu.
"Gilang." Panggil Maura.
"Ayo kita pergi.." Ajaknya dan menarik tangan Maura dengan paksa.
"Tunggu.. tunggu.." Teriak Muara.
"Apa?" Tanya Gilang pada Maura akhirnya.
"Kopiku belum habis." Ucap Maura memelas menatap Gilang.
"Kau ini, aku akan membelikannya lagi nanti. Berapapun yang kau minta." Ucap Gilang dan kembali menarik tangan Maura. Maura kali ini menurut tak melakukan perlawanan sedikitpun.
Mereka melangkah bersama. Menuju ke atas kembali. Sepanjang jalan Gilang diam, Maura ikut diam. Sesekali Maura melirik Gilang, tapi ekspresinya tak berubah sedikitpun.
"Kau kenapa?" Tanya Maura memberanikan diri.
"Kau tidak boleh menemuinya lagi."
"Kenapa?"
"Kau tak perlu tahu alasannya. Jika kau menemuinya lagi, aku akan menghukummu."
"Aku tidak menemuinya."
"Tapi kalian terbukti bersama."
"Aku hanya tak sengaja bertemu dengannya."
"Tak percaya."
"Ah.. terserahlah. Untuk apa juga aku menjelaskannya padamu.
Mereka kembali terdiam. Kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Gilang mengganti pakaiannya dan mulai menghapus riasan tipis di wajahnya. Sedangkan Maura sibuk dengan barang bawaan mereka tadi.
"Kau kemana saja?" Tanya seorang wanita yang juga tengah sibuk seperti Maura saat itu.
"Maksudmu?"
"Yah.. tadi Gilang panik mencarimu."
Maurapun terdiam menatap tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. Iapun menatap Gilang dari kejauhan dengan kesibukannya.
"Oh.. tadi aku ke bawah beli kopi, cuman aku lupa memberitahukannya ke Gilang." Maura mencoba menjelaskannya, sebuah alasan yang tak sesungguhnya.
Tak mungkin juga kalau Maura harus menjelaskan alasan yang sesungguhnya pada orang yang baru dikenalnya saat ini.
"Kau sungguh pergi bersama Bian?" Tanyanya kembali.
"Kau tahu sesuatukah, tentang hubungan Bian dan Gilang." Tanya Maura sedikit berbisik pada wanita. Wanita yang hingga saat ini Maura tak tau namanya.
"Aku juga tak tahu pasti, hanya mendengar-dengar saja. Menurut rumor yang beredar. Bian telah merebut pacarnya Gilang."
"Sungguhkah.." Teriak Maura akhirnya dan membuat hampir sebagian orang yang ada di sekitarnya menatap mereka, termasuk Gilang. Tatapannya yang penuh kebingungan mendengar teriakan Maura tadi dan Maura hanya bisa tersenyum melihat sekelilingnya yang telah terkejut mendengar teriakkan yang telah dibuatnya barusan.
"Kecilkan suaramu." Pinta wanita itu.
"Iya.. iya.. Maaf." Ucap Maura akhirnya.
Mungkin ini bukan sebuah rumor belaka, ini kenyataan yang sesungguhnya terjadi. Pantas saja Gilang sangat membenci Bian.
"Oh ya, aku belum tahu namamu. Ke depannya pasti kita akan sering bertemu."
"Aku Amel."
"Maura."
Tak beberapa lama kemudian, Maurapun melangkah menuju Gilang. Gilang tampak kesulitan membuka jas yang sedang digunakannya. Gilang duduk bersandar kemudian. Menghentikan tindakannya saat itu memejamkan matanya sesaat. Sebenarnya ini mudah dilakukan, namun fikiran Gilang sedang teringat kembali akan kejadian beberapa tahun lalu, saat ia memergoki pacaranya bersama dengan Bian.
"Biar ku bantu." Ucap Maura tiba-tiba dan mengagetkan Gilang. Gilangpun langsung membuka matanya dan menatap sosok Maura di hadapannya sekarang.
Kancing-kancing itupun terbuka akhirnya. Gilang melihat senyum Maura yang tulus padanya. Hatinya mulai bergetar. Rasa nyaman yang dirindukan seperti hadir kembali dalam dirinya.
Gilangpun membalas senyum Maura dan terus menatapnya.
.
.
.
.
Ehmm.. ehmm.. aku ikut tersenyum, tapi tak ada yang membalasnya.😅
Tinggalkan jejaknya dan likenya ya kak.
Di jadikan Favorite trus kasih Rate yang banyak. Supaya tambah semangat up nya.
💪😊
Semoga selalu setia membacanya dan menunggu upnya.
Mau likenya ya kak 😊
Mau ratenya juga ya kak😇
Mampir juga yuk ke novelku yang lain, judulnya "Cinta Pak bos"
Terima kasih semua🙏
lanjut
lanjut
semangat Thor, ceritanya bagus, penasaran laras maunya apa sekarang . . 💪
Tuan rumah ngebucinin Art sendiri