NovelToon NovelToon
TERPAKSA MENIKAHI CEO BEJAD

TERPAKSA MENIKAHI CEO BEJAD

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cerai / CEO / Percintaan Konglomerat / Konflik etika / Balas Dendam
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

Alviona Mahira berusia 15 tahun baru lulus SMP ketika dipaksa menikah dengan Daryon Arvando Prasetya (27 tahun), CEO Mandira Global yang terkenal tampan, kaya, dan memiliki reputasi sebagai playboy. Pernikahan ini hanya transaksi bisnis untuk menyelamatkan keluarga Alviona dari kebangkrutan.

Kehidupan rumah tangga Alviona adalah neraka. Siang hari, Daryon mengabaikannya dan berselingkuh terang-terangan dengan Kireina Larasati—kekasih yang seharusnya ia nikahi. Tapi malam hari, Daryon berubah menjadi monster yang menjadikan Alviona pelampiasan nafsu tanpa cinta. Tubuh Alviona diinginkan, tapi hatinya diinjak-injak.
Daryon adalah pria hyper-seksual yang tidak pernah puas. Bahkan setelah bercinta kasar dengan Alviona di malam hari, pagi harinya dia bisa langsung berselingkuh dengan Kireina. Alviona hanya boneka hidup—dibutuhkan saat Daryon terangsang, dibuang saat dia sudah selesai.

Kehamilan, keguguran karena kekerasan Kireina, pengkhianatan bertubi-tubi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11: KEBAIKAN ASING DARI VELINDRA

🩹 🩹

Lima hari berlalu sejak hukuman itu.

Lima hari Alviona kembali ke rutinitas neraka. Bangun. Makan dikit. Diem di kamar atau taman. Tidur. Kadang Daryon datang malam hari—kadang enggak.

Tapi sekarang ada yang berubah di dalam diri Alviona.

Dia gak nangis lagi.

Gak berontak lagi.

Dia cuma... nurut.

Kayak boneka yang udah diprogram.

Karena setiap kali dia mikirin kabur lagi, ingatannya balik ke tiga hari itu. Tiga hari dikurung sendirian. Tiga hari tanpa suara manusia. Tiga hari hampir gila.

Dan dia gak mau ngalamin itu lagi.

---

Sore itu, Alviona duduk di taman belakang mansion, di bangku kayu di bawah pohon besar. Angin sepoi-sepoi bertiup, daun-daun berguguran pelan.

Dia natap taman luas itu dengan tatapan kosong.

Cantik. Mewah. Tapi tetep terasa... kayak penjara.

"Permisi..."

Suara lembut dari belakang bikin Alviona noleh.

Seorang wanita muda—mungkin sekitar 24 tahunan—berdiri di sana dengan senyum tipis. Rambutnya pendek sebahu, pake blazer abu-abu rapi dan rok hitam. Dia bawa tas kerja kecil.

Alviona gak kenal dia.

"Maaf mengganggu," ucap wanita itu pelan, melangkah lebih deket. "Saya Velindra. Velindra Putri. Sekretaris Tuan Daryon."

Oh.

Alviona diem aja. Gak tau harus jawab apa.

Velindra duduk di ujung bangku—gak terlalu deket, kasih jarak—terus ngeluarin sesuatu dari tasnya.

Sebuah kantong plastik kecil.

"Ini..." Velindra menyodorkan kantong itu pelan. "Obat luka. Salep. Perban. Obat anti-inflamasi."

Alviona natap kantong itu bingung.

"Kenapa..."

"Saya tau," potong Velindra lembut, suaranya penuh pengertian. "Saya tau... bagaimana Tuan Daryon memperlakukan Anda."

Alviona membeku.

Velindra tersenyum sedih. "Saya sering lihat... bekas-bekas luka di tangan Anda. Cara Anda jalan yang hati-hati. Cara Anda... meringis waktu duduk."

Air mata Alviona tiba-tiba keluar. Gak bisa ditahan lagi.

"Saya... saya gak—"

"Anda gak perlu jelasin," ucap Velindra lembut, tangannya mengusap punggung tangan Alviona sekilas—hangat, menenangkan. "Saya cuma pengen... setidaknya bantu ngurangin rasa sakitnya."

Alviona natap Velindra—wanita asing yang bahkan baru pertama kali dia temui—tapi di matanya... ada ketulusan. Ada empati. Ada sesuatu yang udah lama gak Alviona rasain.

Kebaikan.

"Kenapa... kenapa Kak bantuin aku?" tanya Alviona lirih, suaranya serak.

Velindra tersenyum tipis, tapi senyumnya getir.

"Karena saya tau bagaimana rasanya... diperlakukan seperti objek."

Kalimat itu menggantung di udara.

Alviona natap Velindra lebih lama, dan baru sadar—ada sesuatu di mata Velindra. Sesuatu yang familiar. Luka lama. Bekas trauma.

"Dulu..." Velindra berbisik pelan, natap tanaman di depan mereka. "Dulu saya pernah... jadi target dari salah satu klien Tuan Daryon. Laki-laki brengsek yang pikir dia bisa beli apapun dengan uang. Termasuk... tubuh saya."

Alviona nutup mulut, shock.

"Tuan Daryon... akhirnya nolongin saya. Dia putus kontrak dengan klien itu. Kasih saya pekerjaan sebagai sekretarisnya." Velindra senyum tipis. "Tapi bukan berarti dia orang baik. Dia cuma... punya prinsip tertentu."

Velindra noleh ke Alviona, tatapannya lembut tapi sedih.

"Jadi waktu saya liat Anda... saya tau. Saya tau Anda mengalami hal yang sama. Atau bahkan lebih buruk."

Alviona gak bisa nahan tangisnya lagi. Air matanya mengalir deras.

"Aku... aku gak kuat, Kak..." isak Alviona. "Aku udah coba kabur... tapi aku gagal... aku gak tau harus gimana lagi..."

Velindra memeluk Alviona—tiba-tiba, lembut, hangat. Pelukan yang tulus. Bukan pelukan palsu kayak pelukan keluarga Prasetya.

"Saya tau," bisik Velindra sambil ngelus punggung Alviona. "Saya tau rasanya. Tapi Anda harus bertahan, Alviona. Anda harus."

"Tapi aku capek..."

"Saya tau. Tapi suatu hari... suatu hari Anda akan keluar dari sini. Dan waktu itu datang, Anda harus masih hidup."

Mereka berdua diem di bangku itu, dipeluk angin sore yang sejuk, sementara Alviona menangis di pelukan Velindra—orang asing yang lebih peduli dari keluarga kandungnya sendiri.

---

Setelah beberapa menit, Velindra melepas pelukan, ngusap air mata Alviona dengan lembut.

"Dengar," ucap Velindra pelan, ngeluarin ponselnya. "Ini nomor saya. Kalau Anda butuh bantuan—apapun—hubungi saya."

Alviona nerima nomor itu, memasukkannya ke ponsel yang baru dia dapat balik kemarin dari Daryon.

"Dan satu lagi..." Velindra membungkuk sedikit, berbisik pelan. "Tuan Daryon akan ke luar kota besok. Meeting di Surabaya. Tiga hari."

Alviona natap Velindra.

"Gunakan waktu itu..." Velindra tersenyum tipis, "untuk menyembuhkan lukamu. Fisik... dan hati."

Alviona ngangguk pelan, air matanya masih ngalir tapi sekarang ada secercah... harapan kecil.

Velindra berdiri, rapiin blazer-nya.

"Saya harus kembali ke kantor. Tapi inget, Alviona..." Dia noleh, tatapannya serius. "Anda gak sendirian. Gak sepenuhnya."

Dan Velindra pergi, meninggalkan Alviona dengan kantong plastik berisi obat-obatan dan... sedikit kehangatan di hati yang udah lama membeku.

---

Malam itu, Alviona duduk di kamarnya, membuka kantong plastik pemberian Velindra.

Salep. Perban. Obat anti-inflamasi. Vitamin.

Dia mengoles salep di lebam-lebam yang masih sakit, membalut luka lecet di pergelangan tangannya dengan hati-hati.

Dan untuk pertama kalinya sejak lama...

Alviona ngerasa... diperhatikan.

Bukan sebagai istri.

Bukan sebagai objek.

Tapi sebagai manusia.

Dan itu... cukup buat bikin dia bertahan satu hari lagi.

---

**[ END OF BAB 11 ]**

1
Eflin
.uuuuiu]uui
Eflin
pkpp
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!