Aisyah yang mendampingi Ammar dari nol dan membantu ekonominya, malah wanita lain yang dia nikahi.
Aisyah yang enam tahun membantu Ammar sampai berpangkat dicampakkan saat calon mertuanya menginginkan menantu yang bergelar. Kecewa, karena Ammar tak membelanya justru menerima perjodohan itu, Aisyah memutuskan pergi ke kota lain.
Aisyah akhirnya diterima bekerja pada suatu perusahaan. Sebulan bekerja, dia baru tahu ternyata hamil anaknya Ammar.
CEO tempatnya bekerja menjadi simpatik dan penuh perhatian karena kasihan melihat dia hamil tanpa ada keluarga. Mereka menjadi dekat.
Saat usia sang anak berusia dua tahun, tanpa sengaja Aisyah kembali bertemu dengan Ammar. Pria itu terkejut melihat wajah anaknya Aisyah yang begitu mirip dengannya.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Ammar akan mencari tahu siapa ayah dari anak Aisyah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Maaf Pak Alby
"Maaf, Pak. Saya tak tau kalau Bapak atasan saya," ucap Aisyah sambil menunduk.
Dalam hatinya, Aisyah mengutuki dirinya. Kenapa tadi begitu sok dekat dan sok akrab. Kalau saja dia tadi tak menegur Alby, pasti tak akan terjadi kesalahpahaman.
Aisyah tak mendengar suara apa pun. Dia berpikir semua orang pasti takut dengan Alby sehingga tak ada yang bersuara.
"Pak, maafkan saya." Aisyah mengulang permintaan maafnya.
Beberapa saat menunggu, tak terdengar sahutan atau jawaban, akhirnya Aisyah mengangkat wajahnya. Dia terkejut ketika melihat tak ada seorang pun di sekitarnya.
"Kemana mereka? Jadi dari tadi aku bicara sendiri?" tanya Aisyah pada dirinya sendiri.
Aisyah lalu membalikkan tubuhnya dan langsung masuk ke lift. Sampai lantai empat, dia lalu berjalan menuju meja kerjanya. Dia membuka laptop dan melanjutkan pekerjaannya kemarin. Walau belum tahu mau diletakan di divisi mana, dia tetap bekerja dengan membantu divisi utama perusahaan.
Saat Aisyah sedang asyik bekerja, Luna datang menghampiri. Gadis itu duduk di sampingnya.
"Kamu dah kenal sama Pak Bos?" tanya Luna memulai obrolan. Dia melihat keakraban antara keduanya. Apa lagi tadi, dia sempat melihat senyum Alby. Hal langka yang bisa dilihat dari atasannya itu.
Aisyah menghentikan kegiatannya. Dia menatap wajah teman kerjanya itu. Dengan anggukan kepala, dia menjawab pertanyaan Luna.
"Kalian berdua tampak akrab. Apa kamu sudah sering ngobrol dengan Pak Alby?" Kembali Luna mengajukan pertanyaan. Sepertinya dia sangat penasaran dengan keakraban Aisyah.
"Aku baru kenal dengan Pak Alby. Kami tak seakrab yang kau bayangkan," jawab Aisyah.
Luna terdiam dan tampak berpikir. Semua di kantor tahu jika gadis itu sangat mengagumi bos mereka. Bahkan dia terkadang terang-terangan memperlihatkan perhatiannya, walau sering tak diacuhkan.
"Tapi ...." Luna tak melanjutkan ucapannya karena Mayang, sekretarisnya Alby tampak berjalan mendekati meja mereka.
"Selamat Pagi, Mbak Mayang," sapa Luna dengan suara ramah.
Mayang menatap tajam ke arah wanita itu, sehingga Luna menunduk. Dia takut karena sadar melakukan kesalahan. Pagi-pagi telah menggosip dan meninggalkan pekerjaan.
"Apa pekerjaan kamu telah selesai?" tanya Mayang dengan suara kaku dan dingin. Bukannya menjawab pertanyaan Luna, Mayang justru balik bertanya.
Luna kembali menunduk. Tak berani menatap mata wanita yang menjabat sebagai sekretaris itu. Semua di kantor tahu, jika dia lebih pemarah dari sang Bos mereka. Apa lagi dia adalah kaki tangan atasan. Apa pun yang dilarang dan apa pun yang dia perintah selalu saja disetujui Alby.
"Maaf, Mbak. Aku tadi ke sini karena ada yang ditanyakan." Luna lalu berdiri dan langsung berjalan kembali menuju meja kerjanya. Rekan kerja lainnya sedikit tersenyum melihat Luna yang seperti melihat hantu, dia tampak ketakutan.
"Selamat Pagi, Mbak Mayang," sapa Aisyah dengan tersenyum.
"Selamat Pagi, Aisyah. Pak Alby meminta kamu menghadap," ucap Mayang.
"Baik, Mbak. Terima kasih," balas Aisyah.
Mayang lalu berjalan meninggalkan meja kerja Aisyah. Gadis itu mengikuti dari belakang.
Sampai di depan ruangan atasan, Mayang berhenti. Dia tersenyum dengan Aisyah.
"Kamu pasti sangat istimewa bagi Pak Alby. Tak biasanya dia mewawancarai langsung karyawan," ucap Mayang dengan tersenyum.
"Mbak Mayang bisa aja. Aku baru bertemu dua kali dengan Pak Alby, jadi dimana letak istimewanya aku," ungkap Aisyah.
"Mungkin kamu tak menyadari itu. Baru bertemu dua kali saja kamu sudah mampu menarik perhatian Pak Alby, apa lagi jika lebih lama," ujar Mayang.
"Kita lihat saja besok. Kamu pasti diperlakukan beda dari karyawan lain. Pak Alby itu kelihatan aja dingin, tapi sebenarnya dia perhatian. Apa lagi kalau kita sudah dekat. Dia sangat royal," ungkap Mayang.
Aisyah tersenyum sedikit mendengar ucapan Mayang. "Aku harap begitu, Mbak. Aku ingin membuktikan diri sendiri bahwa aku bisa bekerja dengan baik di sini," kata Aisyah dengan suara yang penuh semangat.
Mayang mengangguk setuju. "Pasti bisa, Aisyah. Kamu terlihat sangat profesional dan berdedikasi. Aku yakin Pak Alby akan melihat itu," ujar Mayang dengan tersenyum.
Aisyah mengangguk, merasa sedikit lebih percaya diri. "Terima kasih, Mbak. Aku akan berusaha semaksimal mungkin," kata Aisyah dengan tekad yang kuat.
Mayang tersenyum dan membuka pintu ruangan atasan. "Baiklah, aku masuk dulu. Kamu tunggu di sini, ya?" tanya Mayang.
Aisyah mengangguk. "Baik, Mbak. Aku tunggu di sini," jawab Aisyah. Mayang lalu masuk ke dalam ruangan, meninggalkan Aisyah sendirian di luar.
Aisyah menunggu beberapa saat di luar ruangan atasan, sambil memikirkan tentang wawancara yang akan dia lakukan. Dia berharap Alby akan melakukan semua secara professional dan tak mencampur adukkan dengan hal pribadi. Dimana dua kali bertemu dia telah meninggalkan kesan kurang baik.
Setelah beberapa menit, Mayang keluar dari ruangan atasan dengan senyum di wajahnya. "Aisyah, Pak Alby ingin bertemu denganmu sekarang" kata Mayang dengan suara yang ramah.
Aisyah merasa sedikit terkejut, tapi dia juga merasa bahwa ini bisa menjadi kesempatan baik untuk membuktikan dirinya. "Baik, Mbak. Aku siap," kata Aisyah dengan suara yang percaya diri.
Mayang mengangguk dan mempersilakan Aisyah untuk masuk ke dalam ruangan atasan. Aisyah mengambil napas dalam-dalam, lalu masuk ke dalam ruangan dengan percaya diri.
Dia lalu masuk dan berjalan mendekati meja kerja Alby. Pria itu sedang menghadapi laptopnya. Aisyah menarik napas sebelum menyapa.
"Selamat Pagi, Pak Alby," sapa Aisyah memulai obrolan.
Alby mengangkat kepalanya dari laptop dan memandang Aisyah dengan mata yang tajam. "Selamat pagi, Aisyah. Silakan duduk," kata Alby dengan suara yang datar.
Aisyah mengangguk dan duduk di kursi yang disediakan di depan meja kerja Alby. Dia merasa sedikit gugup, tapi dia berusaha untuk tetap tenang dan percaya diri.
Alby menutup laptopnya dan memandang Aisyah dengan mata yang penuh perhatian. "Aisyah, dilihat dari nilai di ijazah, kamu cukup layak bekerja di sini. Tapi ...." Alby menghentikan ucapannya. Hal itu semakin membuat Aisyah jadi penasaran sekaligus gugup dan takut.
"Pak Alby, sekali lagi aku minta maaf. Mungkin di dalam dua kali pertemuan, aku meninggalkan kesan yang kurang baik. Tapi, aku yakin Bapak Alby seorang atasan yang professional. Pasti tidak akan mencampur adukan antara keduanya," ujar Aisyah.
"Kenapa tidak? Dari dua kali pertemuan, kamu terlihat kurang fokus dan sangat ceroboh!" seru Alby.
Aisyah menarik napas dalam. Sepertinya sudah pasrah dengan apa pun keputusan yang akan dilakukan Alby.
"Aku pasrah saja dengan keputusan Alby. Semua memang salahku, seperti katanya, aku ini memang ceroboh," gumam Aisyah dalam hatinya.
seperti cintanya alby yg nyantol di hati wanita yg sudah hamil anak orang lain.../Smile//Smile/
next...
alby rela melakukan ini...