Ini adalah kisah Si pemeran antagonis di dalam sebuah novel. Wanita dengan sifat keras hati, kejam, dan tidak pernah peduli pada apapun selama itu bukan tentang dirinya sendiri.
Seperti pemeran antagonis dalam sebuah cerita pada umumnya, dia ada hanya untuk mengganggu Si protagonis.
Tujuan hidupnya hanya untuk mengambil semua yang dimiliki Si protagonis wanita, harta, karir, kasih sayang keluarganya, bahkan cinta dari protagonis pria pun, ingin ia rebut demi misi balas dendamnya.
"Aku akan mengambil semua yang Karina dan Ibunya miliki. Aku akan membuat mereka menanggung karma atas dosa yang meraka perbuat pada Ibuku!" ~ Roselina ~
"Apa yang kau lakukan itu, justru membuat mu mengulang kisah Ibu mu sendiri!" ~ Arsen ~
"Ternyata, laki-laki yang katanya pintar akan menjadi bodoh kalau sudah berpikir menggunakan perasaannya, bukan otaknya!" ~ Roselina ~
Akankah Roselina Si wanita yang tak percaya dengan yang namanya cinta itu akan berhasil membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembalikan semuanya!
Rose merasa risih karena merasa Arsen sering kali menatapnya begitu dalam akhir-akhir ini. Walau Rose sudah mencoba untuk pura-pura tidak tau, tapi lama-lama dia kesal juga.
"Kenapa kau selalu menatapku seperti itu akhir-akhir ini?!" Rose sudah dalam puncak kekesalannya.
"Tidak, siapa yang menatapmu?!" Arsen langsung memalingkan wajahnya.
Dia baru sadar kalau Rose itu punya mata depan belakang dan kiri kanan. Bahkan wanita itu seprti cenayang yang bisa membaca pikirannya. Tentu saja Rose menyadari kalau Arsen sering menatapnya.
Sebenarnya Arsen penasaran dengan apa yang Rose alami selama ini. Padahal, Rose terlihat wanita yang keras dan tangguh. Rose juga tidak pernah menujukkan tanda-tanda yang Jaden sebutkan kepadanya. Jadi rasanya masih tak percaya kalau Rose mengalami depresi seperti yang Jaden katakan.
Tapi selama beberapa hari ini, Arsen memperhatikan setiap gerak-gerik Rose. Arsen juga melihat bagaimana Rose menelan obat itu saat terbangun dari tidurnya di malam hari.
Saat malam itu, Arsen seperti melihat Rose yang berbeda. Jika biasanya Rose begitu dingin dengan wajah datarnya itu, tapi di saat terbangun karena mimpi buruknya, Rose terlihat cemas dan ketakutan.
Arsen yang melihatnya dengan jelas terus berpura-pura untuk tidur karena dia ingin melihat apa saja yang Rose alami, kemudian mengkonsultasikan semuanya pada Jaden.
Dan menurut Jaden, orang dengan depresi sering mimpi dan ketakutan karena otak mereka memproses stres dan kecemasan yang intens, bahkan saat tidur, yang mengarah pada mimpi buruk yang mengganggu. Depresi juga mengganggu pola tidur secara keseluruhan, dan pikiran serta perasaan negatif yang terus-menerus sering kali termanifestasi menjadi cerita yang menakutkan dalam mimpi. Selain itu, pengalaman traumatis yang mendasari depresi juga dapat menyebabkan mimpi buruk.
Jadi Arsen menyimpulkan, selama beberapa hari mereka menikah, dia melihat Rose tidur saat hampir dini hari itu bukan karena Rose menghindar darinya, atau banyak pekerjaan, tapi karena pola tidur Rose yang terganggu.
Belum lagi masalah mimpi yang kerap kali membangunkan Rose hingga Rose harus menelan obat itu lagi, pasti sebuah trauma masa lalu yang Rose alami dan masih terbawa sampai sekarang ini.
"Apa karena kematian Ibunya?" Batin Arsen saat ini.
Jaden sempat menyarankan untuk membawa Rose ke psikiater. Tapi Arsen tidak ingin buru-buru karena dia tau bagaimana sifat Rose. Mungkin dia akan mencari tau dulu darimana Rose mendapatkan obat itu.
"Besok malam, kita menginap di rumah Ibu. Mereka mau kita menginap di sana!" Arsen berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa Ibu tidak memberitahuku?" Heran Rose.
"Y-ya tidak papa. Yang penting kan aku sudah bilang padamu!"
Rose memicingkan matanya pada Arsen. Dia seperti mencium bau-bau mencurigakan dari Arsen.
"Apa yang kau rencanakan?"
"Tidak ada, kenapa kau selalu mencurigai orang?"
"Bukannya kau dan anak haram itu yang sering mencurigai ku?"
Arsen langsung terdiam, sebelum ia menikahi Rose, dia pikir setalah menikah dia bisa mengendalikan Rose. Tapi ternyata, dia malah menajdi lemah yang langsung terdiam hanya karena ucapan Rose.
"Ck, pikiran mu selalu saja kotor!" Arsen berjalan ke ranjang untuk menghindari Rose. Dia kembali berpura-pura tidur, menanti Rose terlelap dan kembali mengalami mimpi buruk seperti biasa.
Menit demi menit berlalu, Arsen masih terjaga sampai Rose mulai terlelap disampingnya. Dia berbalik menghadap pada wanita yang berbaring dengan tenang di sampingnya. Nafas Rose juga teratur pertanda Rose sudah benar-benar terlelap.
Tapi tidak lama lagi, Rose pasti akan terlihat cemas dalam tidurnya. Dia juga akan terus bergumam memanggil Ibunya kemudian terbangun dengan seluruh tubuhnya yang basah dengan keringat.
Rose mulai terlihat gelisah, Arsen mendekat dan mencoba menenangkan Rose. Dia mengsuap pelipis Rose yang mulai dibasahi oleh keringat.
"Ibu!" Gumam Rose.
"Rose, bangunlah!"
"Ibuu!!" Kepala Rose bergerak ke kiri dan kanan semakin cemas.
"Rose! Heyy, bangunlah!" Arsen menepuk pipi Rose dengan pelan.
"IBUUU!!" Seru Rose dengan kencang, kemudian setelah itu matanya terbuka dengan lebar.
Nafasnya terengah-engah, tatapan matanya terlihat kebingungan menatap ke segala arah. Dia juga langsung terduduk dengan begitu cemas dan gelisah.
"Rose!" Arsen menyentuh baju Rose naik Rose langsung menyingkirkan tangan Arsen begitu saja.
Rose malah beranjak menuju ke sofa dan meraih tasnya yang ia letakkan disana. Rose membuka tasnya dengan buru-buru. Gerakan tangannnya gemetar dan tidak tenang. Jelas sekali jika Rose benar-benar tak terkendali saat ini.
Semua itu tak lepas dari perhatian Arsen. Dia mendekati Rose tepat saat Rose menemukan botol obat di dalam tasnya itu.
Srettt...
"Kau?!!" Tatapan mata penuh kecemasan tadi langsung berubah tajam karena Arsen merebut botol obat tadi. Bola mata Rose yang biasanya jernih terlihat memerah dan mengkilap.
"Berhenti mengkonsumsi obat ini!" Arsen sudah tau efek samping obat itu jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
Rose bisa saja mengalami pinsan mendadak karena aliran darah tiba-tiba berhenti menuju ke otak, halusinasi dan insomnia bahkan gejala yang lebih parah lagi.
"Jangan melewati batas Arsen!" Desis Rose dengan kedua tangan terkepal dengan erat.
"Jangan bergantung dengan obat semacam ini Rose. Ini bahaya untuk tubuhmu!"
"Jangan merasa kau paling tau! Kembalikan!" Rose berusaha mengambil botol itu dari tangan Arsen.
"Tidak akan. Cobalah untuk lepas dari obat ini. Ayo kita ke dokter, aku akan menemanimu!" Ucap Arsen dengan tetap menggenggam botol itu dengan erat.
"Berikan padaku! Jangan ikut campur urusanku!" Rose semakin memaksa. Wajahnya juga semakin memerah, bahkan kini air mata mulai menyeruak dari matanya.
"Tidak akan!" Arsen merasa harus bertindak kali ini.
"Kembalikan! Ayo kembalikan!" Tangan Rose yang berusaha merebut botol itu mulai melemah. Kini dia agak menjauh dari Arsen.
"Kembalikan milikku! Kembalikan semuanya! Kembalikan!" Rose memegang kepadanya dengan kedua tangan.
Plak..
Plak...
Tangannya mulai memukul kepalanya sendiri dengan keras.
"Rose, hey! Apa yang kau lakukan!" Arsen menahan kedua tangan Rose.
"Kembalikan semuanya padaku! Kembalikan Ibuku!!" Rose semakin tak terkendali.
"Rose, sadarlah!" Arsen memegang kedua bahu Rose.
"Lepaskan! Aku membencimu! Aku bebenci kalian. Aku benciiii!!!!"
Arsen menarik Rose ke dalam pelukannya. Dia mendekap tubuh Rose yang masih meronta.
"Tenanglah Rose!" Bisik Arsen sembari memeluk Rose. Jujur saja dia merasa iba sekaligus terkejut melihat keadaan Rose yang seperti itu.
"Ibuuu!" Suara Rose semakin lirih.
"Tenang Rose!" Arsen mengusap punggung Rose dengan lembut dan terus berbisik untuk membuat Rose tenang.
"Ibu" Lirih Rose kemudian tubuhnya terasa mulai lunglai dalam pelukan Arsen.
"Rose!!" Arsen terkejut karena Rose tak sadarkan diri dalam pelukannya.
blm sadarkahhh????!!