Yunita, siswi kelas dua SMA yang ceria, barbar, dan penuh tingkah, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis saat orang tuanya menjodohkannya dengan seorang pria pilihan keluarga yang ternyata adalah guru paling killer di sekolahnya sendiri: Pak Yudhistira, guru Matematika berusia 27 tahun yang terkenal dingin dan galak.
Awalnya Yunita menolak keras, tapi keadaan membuat mereka menikah diam-diam. Di sekolah, mereka harus berpura-pura tidak saling kenal, sementara di rumah... mereka tinggal serumah sebagai suami istri sah!
Kehidupan mereka dipenuhi kekonyolan, cemburu-cemburuan konyol, rahasia yang hampir terbongkar, hingga momen manis yang perlahan menumbuhkan cinta.
Apalagi ketika Reza, sahabat laki-laki Yunita yang hampir jadi pacarnya dulu, terus mendekati Yunita tanpa tahu bahwa gadis itu sudah menikah!
Dari pernikahan yang terpaksa, tumbuhlah cinta yang tak terduga lucu, manis, dan bikin baper.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 - rapat komite
Keesokan paginya.
Suasana sekolah berbeda. Beberapa orang tua murid sudah berdiri di halaman, berbicara dengan nada tinggi. Yunita yang baru datang langsung merasakan hawa tegang.
“Rara… itu orang tua murid, ya?”
“Iya, Yun. Mereka lagi ngomong sama kepala sekolah. Katanya mereka mau klarifikasi soal foto itu.”
Langkah Yunita terasa berat. Setiap langkah menuju kelas seolah menyeret beban besar. Ia hanya bisa berdoa dalam hati agar hari ini cepat berlalu.
Namun nasib berkata lain.
Pukul sepuluh pagi, pintu kelas terbuka. Guru piket memanggil, “Yunita, kepala sekolah minta kamu ke ruang rapat.”
Semua kepala menoleh.
Bisik-bisik mulai terdengar.
“Duh, beneran dipanggil!”
“Wah, kayaknya parah nih.”
Yunita menunduk, menahan rasa malu yang membakar pipinya. Rara meremas tangannya pelan. “Tenang, lo gak sendirian.”
Dengan langkah gontai, Yunita berjalan menuju ruang rapat.
Di dalam ruangan, suasana menegangkan. Kepala sekolah, dua guru senior, dan tiga orang tua murid duduk di sana. Di sisi lain, Yudhistira berdiri tegak dengan wajah tenang.
Begitu Yunita masuk, salah satu orang tua langsung menunjuk ke arahnya.
“Itu anaknya! Yang di foto itu kan dia!”
Kepala sekolah mengangkat tangan, mencoba menenangkan. “Mohon tenang, Bapak, Ibu. Kita dengarkan dulu penjelasan Pak Yudhistira.”
Semua mata tertuju padanya.
Yudhistira menatap Yunita sekilas, lalu berkata mantap, “Foto itu memang benar. Saya berjalan dengan Yunita malam itu. Tapi tidak ada hubungan yang tidak pantas di antara kami. Saya hanya mengantar dia pulang setelah acara sekolah selesai, karena sudah malam dan hujan turun.”
Salah satu ibu murid bersuara ketus, “Tapi kenapa kelihatannya begitu akrab?”
Yudhistira menatap lurus. “Karena saya bertanggung jawab sebagai gurunya. Tidak lebih.”
Suasana sunyi. Kepala sekolah mengangguk kecil, lalu menatap Yunita. “Yunita, kamu mau menambahkan sesuatu?”
Yunita menatap meja, lalu menggeleng pelan. “Pak Yudhistira tidak salah. Semua kesalahannya karena aku gak berpikir panjang. Aku gak sadar kalau jalan bareng bisa bikin salah paham.”
Salah satu guru senior akhirnya berkata, “Sudahlah. Kita semua tahu Pak Yudhistira orang yang sangat menjaga batas. Mungkin ini cuma kesalahpahaman.”
Rapat berlangsung hampir satu jam sebelum akhirnya dinyatakan selesai. Tidak ada sanksi, hanya peringatan agar keduanya berhati-hati.
Tapi begitu keluar ruangan, Yunita nyaris roboh.
“Pak…” suaranya serak. “Aku… lega, tapi juga takut.”
Yudhistira menatapnya lembut. “Tenang. Semua sudah selesai.”
“Tapi gosipnya belum, Pak. Mereka masih ngomongin aku.”
“Biarkan. Suatu hari, mereka akan diam ketika tahu kebenaran.”
Yunita menatapnya lama. “Dan kapan itu, Pak?”
“Ketika waktu berpihak pada kita.”
Beberapa hari kemudian.
Gosip mulai reda, tapi sesuatu berubah dalam diri Reza. Ia lebih diam di kelas, jarang bercanda. Setiap kali melihat Yunita, ia hanya tersenyum kecil lalu pergi.
Hingga suatu sore, Yunita memberanikan diri mendekatinya di taman sekolah.
“Reza…” panggilnya pelan.
Reza menatapnya, matanya lelah tapi lembut. “Kau kelihatan bahagia, Yunita.”
Yunita tertegun. “Aku… gak tahu harus jawab apa.”
Reza tersenyum getir. “Aku dulu pikir aku yang bisa jagain kamu. Tapi ternyata bukan aku yang kamu butuhin.”
“Reza…”
“Gak apa. Aku cuma mau bilang, aku udah hapus semua foto itu. Aku gak mau lo diserang lagi.”
Air mata Yunita jatuh. “Makasih.”
Reza berdiri, menepuk pundaknya pelan. “Jaga diri, Yun. Kalau dia beneran sayang, dia bakal ngelindungin lo. Tapi kalau dia nyakitin lo…”
Reza tersenyum kecil. “Lo tau kan siapa yang bakal datang pertama?”
Yunita mengangguk, air matanya makin deras. “Iya, aku tahu.”
Mereka saling diam sejenak. Hanya angin sore yang bicara.
---
Malamnya, di rumah, Yudhistira memandang Yunita yang tengah menulis di buku catatan.
“Sedang apa?”
“Menulis diary. Tentang hari ini.”
“Dan kamu tulis apa di sana?”
Yunita tersenyum kecil. “Tentang seseorang yang selalu melindungi aku. Kadang nyebelin, kadang bikin deg-degan, tapi selalu ada.”
Yudhistira tertawa pelan. “Kedengarannya seperti seseorang yang sabar sekali.”
“Banget. Tapi juga dingin banget di sekolah.”
“Mungkin karena dia guru.”
“Mungkin juga karena dia takut ketahuan kalau sebenernya cinta mati.”
Yudhistira menggeleng sambil tersenyum. “Kamu gak pernah kehabisan kata, ya.”
“Aku belajar dari Bapak. Guru killer yang ternyata romantis diam-diam.”
Ia mendekat, lalu menatap mata Yunita lama. “Kalau begitu, muridnya yang satu ini juga bikin guru-nya gak bisa tidur tenang.”
“Kenapa?”
“Soalnya dia jatuh cinta setiap kali kamu senyum.”
Dan di malam yang tenang itu, dua hati yang sempat diombang-ambingkan gosip akhirnya menemukan ketenangan —setidaknya untuk sementara.
Karena di luar sana, badai mungkin mereda, tapi belum hilang.
Dan kisah rahasia mereka baru saja memasuki babak yang lebih dalam.
Bersambung
yo weslah gpp semangat Thor 💪 salam sukses dan sehat selalu ya cip 👍❤️🙂🙏