Masuk ke situs gelap. Cassia Amore nekat menjajakan dirinya demi bisa membiayai pengobatan ibunya. Kenekatan itu membawa Amore bertemu dengan Joel Kenneth pengusaha ternama yang namanya cukup disegani tak hanya bagi sesama pengusaha, namun juga di dunia gelap!
“Apa kau tuli, Amore?” tanya Joel ketika sudah berhadapan langsung tepat dihadapan Cassia. Tangannya lalu meraih dagu Cassia, mengangkat wajah Cassia agar bersitatap langsung dengan matanya yang kini menyorot tajam.
“Bisu!” Joel mengalihkan pandangan sejenak. Lalu sesaat kembali menatap wajah Cassia. Maniknya semakin menyorot tajam, bahkan kini tanpa segan menghentakkan salah satu tungkainya tepat di atas telapak kaki Cassia.
“Akkhhh …. aduh!” Cassia berteriak.
“Kau fikir aku membelimu hanya untuk diam, hmm? Jika aku bertanya kau wajib jawab. Apalagi sekarang seluruh ragamu adalah milikku, yang itu berarti kau harus menuruti semua perkataanku!” tekan Joel sangat arogan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fakrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER—11
“Aku nggak boleh telat!” Cassia meraih tas yang kemudian ia sampirkan pada lengan. Bergerak cepat sambil menguncir rambut, lalu segera keluar dari rumah.
Hari ini ia harus kembali pada rutinitasnya, yakni menjadi budak corporate di sebuah perusahaan ternama. Cassia harus tiba sebelum pukul delapan, mengingat dari informasi Nania hari ini akan ada sidak dadakan yang mengharuskan seluruh karyawan perusahaan hadir lebih awal.
Jarak dari tempat tinggalnya ke perusahaan tempat ia bekerja memang tak terlalu jauh. Namun, Cassia tetap mengeluarkan skuter matic yang ia punya. Mengendarai secara ugal-ugalan, membuat ia tak lama diperjalanan hanya membutuhkan waktu tiga menit saja.
Kini Cassia memarkirkan skuternya di parkiran khusus roda dua. Mengeluarkan kartu kepegawaiannya di perusahaan tersebut, kemudian kembali berjalan tergesa.
“Aku nggak boleh telat. Aku nggak boleh telat!”
Karena melangkah terburu. Tanpa sengaja Cassia malah menabrak seseorang yang berjalan di depannya. Wanita itu sempat melihatnya. Lalu, ketika menyadari siapa sosok bertubuh jangkung tersebut, buru-buru Cassia membuka kunciran rambutnya. Membawa seluruhnya ke depan, lalu menundukkan wajah.
“M- maaf, Tuan, saya tidak sengaja.” Merasa sudah meminta maaf. Tanpa basa-basi dengan kepala yang masih tertunduk wanita itu segera berlalu ke arah depan.
Pria lain yang bersama pria yang barusan ditabrak Cassia tersebut hendak menghalau. Namun, ditahan oleh pria itu yang tak lain adalah Joel.
“Tapi, Tuan…”
“Biarkan saja,” ucap Joel seraya menggeleng pelan.
Cassia sudah berada di dalam lift. Akhirnya ia bisa bernapas lega. Tapi pemikirannya tentang Joel membuat Cassia mulai was-was.
‘Kenapa pria itu bisa ada di sini? Apa tujuannya? Nggak mungkin ‘kan ia sengaja datang ke sini hanya untuk mencariku?’ batin Cassia.
Apa yang dilakukannya kemarin malam membuat sepanjang hari wanita itu tidak tenang. Apalagi saat tadi melihat Joel di area perusahaannya, membuat Cassia jadi sibuk menerka apa yang akan pria itu lakukan di perusahaannya.
Lalu Cassia berusaha menenangkan diri dengan mengingat status pria itu yang bukan dari kalangan biasa. Membuatnya berasumsi mungkin kedatangan Joel ke tempat itu karena ada keperluan dengan petinggi perusahaan?
“Aaah… pasti seperti itu!”
Ting! Pintu lift terbuka. Kedatangan Cassia langsung disambut riuh oleh teman seperjuangannya.
Salah satunya Nania. Gadis itu segera menarik lengan Cassia, begitu ia melihat kedatangannya. Lantas membawa menjauh dari kerumunan, menuju ke suatu tempat.
“Eeeh… ngapain kita ke sini?” tanya Cassia.
“Ada rapat,” kata Nania.
Cassia menatap bingung. Ada rapat? Tapi kenapa tidak ada pemberitahuan?
“Dadakan! Dan ini menyangkut dengan presdir kita,” ujar Nania menimpali kebingungan Cassia.
Sebelumnya yang Cassia tahu hari ini akan ada sidak dadakan dari pusat. Maka dari itu ia tidak boleh telat, karena tidak ingin mendapat teguran sebagai karyawan kurang teladan.
Cassia harus mempersiapkan segalanya. Menunjukkan hasil kinerjanya dalam meneliti bahan makanan untuk dijadikan contoh produk kepada atasan. Terkait dengan sidak dadakan, wanita muda itu takut kedatangannya yang terlambat akan membuat hasil penelitiannya diragukan terkait ketidakdisiplinan.
Cassia mengikuti langkah Nania yang membawanya menuju ruang rapat. Ketika sudah tiba di sana, ia melihat tak ada satu pun orang. Cassia berkata pada Nania. “Nia… sepertinya kita terlalu awal deh. Orang-orang belum pada datang.”
“Justru itu. Aku ingin kita bisa memilih kursi kita, agar bisa melihat jelas wajah Presdir tampan kita,” kata Nania.
Cassia tersenyum. Gosip itu pernah ia dengar dari rekan kerjanya. Kata mereka sosok pemilik perusahaan ini memiliki proporsi wajah yang begitu memukau, sehingga membuat orang-orang akan langsung menaruh perhatian padanya.
Sebelumnya Cassia sendiri tidak terlalu peduli dengan apa yang dibicarakan oleh rekan-rekan kerjanya. Tentang presdir mereka, atau apalah… karena yang terpenting bagi Cassia adalah ia harus melakukan yang terbaik disetiap pekerjaannya, agar mendapatkan imbalan yang terbaik pula untuk ia bawa pulang mengobati penyakit ibunya.
Dan kini Cassia sudah duduk dibagian kursi paling belakang. Bersama Nania menantikan kedatangan presdir mereka.
“Cassy, Nanny!” sebuah seruan mengalihkan atensi Cassia serta Nania yang saat ini sedang berbicara.
Kedua sahabat itu kemudian mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara—yang ternyata merupakan sahabat Cassia lainnya yaitu Jasmine.
Jasmine, wanita muda berkulit putih dengan proporsi tubuh ramping itu kemudian menghampiri Cassia dan Nania. Cassia mengulas senyumnya, sementara Nania hanya menampilkan ekspresi datar karena memang ia tidak terlalu menyukai sosok Jasmine.
“Hei… kenapa kalian duduk di sini? Kenapa nggak ngambil posisi di bagian paling depan? Bukannya tadi aku lihat kalian berdua masuk duluan ya ke sini?” ucap Jasmine dengan nada lembut serta cara bicaranya yang begitu manja.
Nania menyipitkan mata. Ia menanggapi pertanyaan Jasmine. “Bukannya kau sendiri tahu ya gimana pemalunya Cassia? Lalu, kenapa masih bertanya kenapa kami memilih untuk duduk di sini?”
Dari cara penyampaian serta sorot mata Nania jelas sekali menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Jasmine. Langsung ditimpali oleh Cassia agar tak semakin memperkeruh suasana.
“Jasmine… sepertinya rapat akan segera dimulai. Kenapa tidak langsung ke kursimu saja?” Cassia tidak berniat mengusir. Namun, hanya dengan cara itu ia bisa melerai perselisihan yang sebentar lagi akan terjadi antar sahabatnya. Maka dari itu ia mengucapkan hal seperti itu.
Jasmine melihat pada arloji di pergelangan tangannya. “Ya, kamu benar. Aku harus segera duduk ke kursi ku sekarang, sebelum acaranya dimulai.”
Jasmine yang merupakan teman baik Cassia sejak duduk di bangku SMP itu kemudian berbalik meninggalkan mereka. Masih ditatap sinis oleh Nania—yang mana hal tersebut langsung ditimpali Cassia dengan menepuk pundaknya.
“Udahlah… fokus aja sama tujuan sebelumnya. Bukankah kita di sini ingin melihat Presdir J?” ucap Cassia.
Nania mengalihkan sorot matanya yang sedari tadi menatap sinis pada kepergian Jasmine. “Hmm… kau benar. Lebih baik fokus sama tujuan awal, daripada temanmu yang sok cantik itu,” ujar Nania.
“Tapi Cassy… sekali lagi aku memperingati mu jika kau harus berhati-hati dengan temanmu yang sok cantik itu. Kedekatannya dengan Luke terlihat tidak wajar. Aku takut, mereka akan mengkhianatimu di belakang,” lanjut Nania.
Cassia tersenyum. “Iya… iya… aku akan mengingat nasehatmu. Tapi untuk kedekatan Luke dengan Jasmine, kamu tahu sendiri ‘kan sedekat apa mereka berdua? Mereka sudah saling mengenal bahkan sebelum aku mengenal Luke. Juga jangan lupakan mengapa aku bisa bersama Luke sekarang. Semua ini berkat Jasmine yang menjodohkan kami berdua.”
Bukan tanpa alasan mengapa Nania berkata demikian. Hubungan antara Luke dan Jasmine terlihat jelas lebih dari sekedar teman kerja. Tapi Cassia yang begitu mengenal Jasmine juga Luke, sama sekali tak mempermasalahkan hal tersebut. Karena menurutnya kedekatan Jasmine dan Luke masih dalam kategori wajar, mengingat bagaimana dekatnya mereka jauh sebelum bersama Cassia.
Acara akan segera dimulai. Orang-orang penting yang menjabat di perusahaan sudah hadir semua, mereka berdiri di sekitar ruangan dengan wajah serius juga siap. Semua mata tertuju pada pintu masuk, menunggu kedatangan Presdir H, orang yang menjadi iconik dalam acara tersebut.
Tiba-tiba pintu masuk terbuka, bersamaan dengan Presdir J masuk dengan cara jalannya yang gagah. Ia melangkah penuh percaya diri dengan sorot mata tajam dan senyum yang ramah—membuat semua orang di ruangan itu tidak bisa tidak memandangnya dengan kagum.
Tepuk tangan meriah menyertai langkah Presdir J yang sedang menuju podium. Presdir J tersenyum dan mengangguk sebagai ucapan terima kasih sebelum memulai sambutannya.
Dengan suara jelas penuh percaya diri, Presdir J memulai sambutannya. “Selamat pagi, semua. Saya sangat senang bisa hadir di sini hari ini dan berbagi dengan anda semua tentang visi dan misi perusahaan kita untuk masa depan.”
Deg!
Cassia menghentikan jemarinya yang sedang mengetik pada ponselnya. Suara itu… seperti tidak asing di telinga. Cassia lalu menengadah. Menatap ke arah podium. Joel Kenneth berdiri dengan wajah cerah sembari menyampaikan visi dan misinya, membuat Cassia tertegun sekaligus terpaku.
Bersambung.