NovelToon NovelToon
KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

Status: tamat
Genre:Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Gadis bernama Yasmin yang baru pindah ke desa, setelah coba tinggal di kota dan tidak nyaman, dia tinggal di rumah sang nenek, Yasmin seorang gadis yang mandiri, ceria diluar, namun menyimpan sebuah duka, bertemu dengan Ziyad seorang dokter muda yang aslinya pendiam, tidak mudah bergaul, terlihat dingin, berhati lembut, namun punya trauma masa lalu. bagaimana kisahnya.. sedikit contekan ya.. kita buat bahasa seni yang efik dan buat kita ikut merasakan tulisan demi tulisan..

yda langsung gaskeun aja deh.. hehehe

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Bab 11

Bab ini mengandung Bawang ya bossku.. Siap-siap tisu.. Hihihi...

**

Malam itu semakin larut, tapi waktu seolah berhenti di dalam rumah kecil milik Ziyad. Lampu minyak yang berkelip seperti berjuang mempertahankan cahaya, sama seperti nyawa seorang ibu yang terbaring di ranjang bambu usang. Suara napasnya berat, tersengal, kadang terhenti beberapa detik sehingga membuat semua yang ada di ruangan itu menahan napas.

Ziyad duduk di sisi ranjang, tubuhnya membungkuk, kedua tangannya menggenggam jemari ibunya yang semakin dingin. Air matanya sudah terlalu banyak jatuh hingga wajahnya basah. “Ibu… jangan tinggalkan aku, Bu. Aku tidak bisa hidup tanpa Ibu,” ucapnya parau dengan isak pecah.

Yasmin duduk di sisi lain ranjang. Matanya bengkak, wajahnya pucat, namun tangannya tetap sigap mengusap kening sang ibu dengan kain hangat. “Bertahanlah, Bu. Ziyad sangat mencintaimu. Kami semua masih butuh doa dan senyummu,” ucapnya lirih dengan suara bergetar.

Ridho berdiri di dekat pintu, wajahnya tegang. Ia berusaha menahan emosinya, meski matanya ikut memerah. “Tahan napasnya, Yasmin. Bantu miringkan posisi tubuhnya agar lebih lega,” ucapnya cepat dengan nada tenang.

Ziyad menurut, meski tubuhnya bergetar. Ia menopang punggung ibunya dengan hati-hati. “Begini, Bu, pelan-pelan. Jangan tinggalkan aku,” ucapnya putus asa dengan nada parau.

***

Beberapa menit terasa seperti jam. Suasana hening kecuali suara napas parau sang ibu. Sesekali terdengar suara jangkrik di luar, tapi semuanya tenggelam oleh isak dan doa yang memenuhi ruangan.

Tiba-tiba mata ibu Ziyad terbuka sedikit. Sorot matanya redup, namun masih memancarkan kasih yang tak pernah padam. Ia menoleh perlahan, menatap putranya. Bibirnya bergerak, nyaris tak terdengar.

“Ziyad…” panggilnya lemah.

Ziyad segera mendekat, wajahnya basah oleh air mata. “Ibu, aku di sini. Aku tidak akan pergi. Bicara padaku, Bu, bicara…” ucapnya terisak dengan nada memohon.

Wanita tua itu tersenyum tipis, meski tubuhnya lemah. “Nak… jangan keras kepala lagi. Hidup tidak bisa kau jalani hanya dengan duka dan marah,” ucapnya lirih dengan suara bergetar.

Ziyad mengguncang kepala, menolak. “Aku tidak bisa, Bu. Aku sudah terlalu hancur. Aku tidak sanggup tanpa Ibu,” ucapnya lirih dengan air mata jatuh deras.

Ibunya mengangkat tangan gemetar, menyentuh pipi Ziyad. “Kau harus sanggup… karena hidupmu bukan hanya untukmu. Ada orang lain yang siap menggenggam tanganmu ketika aku sudah tidak bisa lagi,” ucapnya lirih dengan senyum samar.

Matanya kemudian bergerak ke arah Yasmin. Jemari tuanya meraih tangan Yasmin yang sedang menggenggam kain basah. “Nak… jangan tinggalkan dia. Ziyad membutuhkanmu lebih dari yang dia tahu,” ucapnya lirih dengan senyum haru.

Air mata Yasmin langsung tumpah, jatuh deras di punggung tangan sang ibu. “Aku janji, Bu. Aku akan tetap ada. Aku tidak akan pernah pergi darinya,” ucapnya tulus dengan suara pecah.

***

Ruangan itu dipenuhi isak. Ziyad menunduk, menempelkan keningnya ke punggung tangan ibunya. “Ibu, jangan pergi. Aku tidak siap. Aku tidak akan siap selamanya,” ucapnya lirih dengan suara serak.

Ibunya kembali tersenyum tipis, meski wajahnya pucat. “Tidak ada anak yang siap… tapi suatu hari, kau akan mengerti bahwa kepergian bukanlah akhir. Aku selalu ada… dalam doa dan hatimu,” ucapnya lirih dengan suara melemah.

Napasnya mulai terputus-putus. Dada Ziyad bergetar hebat, isaknya pecah. Yasmin menggenggam jemari tua itu semakin erat, sementara Ridho menutup matanya, menunduk dalam diam.

“Ibu… bertahanlah, Bu. Jangan tinggalkan aku. Aku mohon…” ucap Ziyad parau dengan teriakan histeris.

“Ya Allah, kuatkan beliau… jangan ambil dulu… jangan biarkan Ziyad sendirian,” ucap Yasmin lirih dengan doa penuh tangis.

***

Detik-detik berikutnya terasa panjang. Nafas sang ibu semakin pelan, setiap tarikan terdengar seperti perjuangan terakhir. Ziyad mengguncang tubuh itu, panik, tidak rela. “Ibu! Jangan pergi! Aku masih butuh Ibu!” ucapnya teriak dengan suara pecah.

Namun tiba-tiba… semua menjadi sunyi.

Dada itu terhenti, bibir itu tidak lagi bergerak, mata itu perlahan terpejam dengan senyum tipis. Seolah kepergian ini sudah dipersiapkan dengan ikhlas.

Ziyad terdiam sesaat, lalu menjerit keras, tubuhnya ambruk di samping ranjang. “IBUUUU!” ucapnya meraung dengan isak tak terkendali.

Tangannya mengguncang tubuh yang sudah dingin itu, air matanya jatuh membasahi kain lusuh ibunya. “Bangun, Bu! Jangan tinggalkan aku! Aku tidak bisa hidup tanpa Ibu!” ucapnya putus asa dengan suara pecah.

Yasmin menangis tersedu, tubuhnya bergetar hebat. Ia memeluk Ziyad dari samping, berusaha menahan tubuh lelaki itu agar tidak hancur sepenuhnya. “Sabar, Ziyad… sabar… beliau sudah tenang sekarang,” ucapnya lirih dengan air mata tak henti jatuh.

Ridho berdiri kaku, matanya berkaca-kaca. Ia memalingkan wajah, menahan gejolak dalam dadanya. “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un… semoga Allah lapangkan jalan beliau,” ucapnya lirih dengan suara bergetar.

***

Malam itu, rumah kecil itu menjadi lautan air mata. Tangisan Ziyad menggema hingga ke luar, membuat beberapa tetangga terbangun. Yasmin terus memeluknya erat, meski air matanya juga jatuh deras.

Ziyad menjerit, tubuhnya gemetar, seolah jiwanya ikut tercabut bersama kepergian ibunya. “Aku tidak sanggup, Yasmin… aku tidak sanggup…” ucapnya terisak dengan suara parau.

Yasmin membalas pelukan erat itu, tangisnya pecah. “Aku di sini, Ziyad. Aku tidak akan tinggalkanmu. Kita hadapi ini bersama,” ucapnya tulus dengan isak.

Ridho berdiri diam, menatap keduanya dalam diam. Sorot matanya tajam, bukan karena marah, tapi karena ikut merasakan luka yang dalam itu.

Malam itu, doa dan tangisan bercampur menjadi satu. Seorang ibu telah pergi, meninggalkan warisan cinta, luka, dan pesan terakhir yang kelak akan mengikat Ziyad dan Yasmin dalam perjalanan panjang penuh ujian.

Bersambung…

1
Nadhira💦
endingnya bikin mewek thorrr...
Babah Elfathar: Biar ga sesuai sangkaan, hehehe
total 1 replies
Amiura Yuu
suka dg bahasa nya yg gak saya temukan dinovel lain nya
Babah Elfathar: mkasi jangan lupa vote, like dan subscribe ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!