Lucianna Forger adalah seorang pelacur di sebuah klub malam. Walaupun hidup sebagai pelacur, Luci tetap memiliki impian untuk mempunyai suami dan anak.
Malam itu ia bertemu dengan Daniel Radcliffe, orang yang dia target menjadi pelanggan selanjutnya. Setelah melalui malam yang panas di rumah Daniel. Ia malah bertemu dengan tiga anak kembar.
Luci baru saja berpikir kalau dia bermalam dengan suami orang lain. Namun nyatanya Daniel adalah seorang duda. Ini memberikan kesempatan Luci untuk mendekati Daniel.
Sulit untuk mendekati Daniel, Luci pun memilih untuk mendekati anak-anaknya terlebih dahulu.
Apakah Daniel bisa menerima Luci dengan latar belakang seorang pelacur?
__________________________________________
Yang penasaran sama ceritanya silahkan baca🙌
[Warning!! konten dewasa]
[Karya ini hanya fantasi authornya, tidak membawa hal apapun yang berkaitan agama dalam novel ini🙌]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NiSeeRINA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[PIAIT] Bab 11 : Masih mengharapkan hukuman
Malam itu, jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari saat Daniel akhirnya tiba di rumah. Tubuhnya terasa remuk redam setelah seharian bergelut dengan pekerjaan yang tak ada habisnya. Ia menghela napas panjang, mencoba meredakan ketegangan yang mencengkeram otot-ototnya.
Kejadian tadi siang masih berputar-putar di benaknya, membuatnya merasa bersalah karena tidak bisa memberikan pengawasan yang cukup pada si kembar.
Saat hendak melangkah menuju kamarnya, telinganya menangkap suara berisik dari arah dapur. Daniel mengerutkan kening, merasa heran. "Kenapa ada suara di dapur jam segini? Para pembantu kan sudah pulang semua. Apa mungkin ada tikus?" gumamnya sambil melangkah perlahan menuju sumber suara.
Daniel sedikit terkejut saat mendapati Lucianna sedang sibuk memasak mi instan di tengah malam. Ia menghela napas lega, baru ingat bahwa Lucianna kini tinggal di rumahnya sebagai pengasuh si kembar. "Sedang apa kau di sini? Kenapa belum tidur?" tanya Daniel dengan nada lelah, menghampiri Lucianna yang tampak terkejut dengan kedatangannya.
"Eh, Daniel? Kau baru pulang?" Lucianna tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aku terbangun karena lapar, jadi aku memutuskan untuk memasak mi instan. Maaf kalau aku membuatmu terbangun," ucapnya dengan gugup.
Lucianna menarik sebuah kursi dari meja makan dan menyuruh Daniel untuk duduk. "Kau pasti lelah sekali. Mau kubuatkan kopi atau teh hangat?" tawar Lucianna dengan nada perhatian.
Daniel sebenarnya merasa tidak nyaman dengan sikap Lucianna yang terlalu perhatian dan sedikit menggoda. Namun, ia juga tidak bisa memungkiri bahwa ia merasa sangat lelah dan membutuhkan istirahat. "Tidak usah repot-repot, Luci. Aku hanya ingin tidur," jawab Daniel dengan nada lelah sambil mengusap wajahnya.
Tanpa menghiraukan penolakan Daniel, Lucianna mendekat dan mulai memijat bahu dan kepala Daniel dengan lembut. Daniel merasa risih dengan sentuhan Lucianna, tetapi ia juga merasa nyaman dengan pijatan itu. Ia mencoba untuk menolak, tetapi Lucianna tetap memaksa memijatnya hingga akhirnya Daniel pasrah dan membiarkan Lucianna memijatnya.
"Kau pulang jam segini, berarti besok kau akan libur, kan?" tanya Lucianna sambil terus memijat kepala Daniel.
"Tidak, nanti jam tujuh pagi aku harus berangkat kerja lagi," jawab Daniel lemas sambil menikmati pijatan kepala Lucianna yang terasa menenangkan.
"Hah? Balik lagi?! Apa kau tidak lelah? Kau harus istirahat yang cukup, Daniel," ucap Lucianna dengan nada khawatir. Daniel hanya menggelengkan kepala pelan, menunjukkan bahwa ia tidak ingin membahas masalah pekerjaannya.
Lucianna melihat Daniel yang mulai mengantuk dan hampir tertidur di kursi dapur. Ia merasa kasihan melihat Daniel yang bekerja keras siang dan malam demi keluarganya. Ia tahu bahwa Daniel adalah orang yang baik dan bertanggung jawab, tetapi ia juga khawatir dengan kesehatannya.
'Kasihan sekali dia. Kenapa dia harus bekerja sekeras ini? Bukankah kehidupannya sudah cukup baik?' batin Lucianna dengan nada kasihan. Ia menghentikan pijatannya dan menatap Daniel dengan tatapan lembut.
'Sebenarnya apa yang membuatmu bekerja keras seperti ini, Daniel?' batin Lucianna bertanya-tanya. Ia merasa penasaran dengan alasan di balik kerja keras Daniel. Apakah itu hanya demi memenuhi kebutuhan materi, atau ada alasan lain yang lebih dalam?
Tanpa ragu, Lucianna membungkuk dan menopang tubuh Daniel yang tertidur lelap lalu memapahnya ke kamar. Ia melakukannya dengan hati-hati agar tidak membangunkan Daniel. Setelah sampai di kamar Daniel, Lucianna membaringkan Daniel di tempat tidur dan menyelimutinya dengan selimut yang lembut.
......................
Pagi yang masih diselimuti kegelapan subuh, Daniel terbangun dari tidurnya. Ia mengerjap, menyadari dirinya berada di kamar sendiri. Namun, bukan keheranan bagaimana ia bisa sampai di sana yang memenuhi pikirannya, melainkan keanehan pada pakaian kerjanya yang kini telah berganti.
Ia segera bangkit dari kasur, mencari Lucianna. Tidak ada di kamarnya, Daniel bergegas ke dapur. Di sana, ia mendapati Lucianna sedang sibuk membuat roti.
"Kenapa kau mengganti pakaianku?!" tanya Daniel kesal, suaranya sedikit meninggi.
Lucianna, yang baru saja memasukkan loyang rotinya ke dalam oven, berbalik menghampiri Daniel yang masih berdiri di ambang pintu. "Aku hanya ingin menggantinya. Aku juga melakukannya dengan senang hati," jawab Lucianna dengan nada menggoda, senyum tersungging di bibirnya.
"Kau tidak perlu malu, lagipula aku sudah pernah melihatnya," lanjut Lucianna, mengulurkan jari telunjuknya ke arah dada bidang Daniel. Daniel dengan cepat menyingkirkan tangan Lucianna dari tubuhnya, merasa risih.
Lucianna tidak marah dengan penolakan Daniel. Ia tetap tersenyum, seolah penolakan itu justru menambah daya tariknya.
"Bagaimana dengan hal kemarin?" tanya Lucianna, suaranya terdengar menggoda.
Daniel mengangkat sebelah alisnya, bingung apa yang dimaksud Lucianna. Pikirannya masih berkutat pada kejadian pagi ini dan rasa kesal yang belum hilang. Lucianna tidak menunggu lama, ia melingkarkan tangannya di leher Daniel, menarik tubuhnya lebih dekat.
"Tentang hukumanku, kau tidak ingin menghukumku? Aku sudah siap," bisik Lucianna, suaranya serak dan penuh gairah. Ia menggesekkan dada montoknya di tubuh Daniel, mencoba membangkitkan reaksi. Daniel tidak merespon, tatapannya datar, meskipun ada sedikit gejolak yang mulai menyeruak di dalam dirinya.
Lucianna berjinjit, mencoba mencium Daniel. Namun, Daniel dengan cepat menahan dahinya, mencegah bibir Lucianna menyentuh bibirnya.
"Ingat Lucianna," ucap Daniel datar, tetapi terselip peringatan keras di dalamnya. "Kau sudah menjadi pengasuh dari si kembar, bukan pelacur lagi. Jadi jaga perilakumu, aku tidak ingin anak-anakku melihat sikapmu yang seperti ini."
Kata-kata Daniel menusuk Lucianna. Ia merasakan kekecewaan yang mendalam. Dengan perlahan, Lucianna melepaskan tangannya dari leher Daniel. Senyumnya pudar, digantikan oleh ekspresi kesal. Ia tidak mendapatkan "hukuman spesial" yang diharapkannya. Tanpa berkata apa-apa lagi, Lucianna kembali ke dapur dan melanjutkan memasak sarapannya dengan gerakan yang sedikit lebih kasar.
Daniel menatap punggung Lucianna sejenak, lalu berbalik dan pergi ke kamarnya. Ia menutup pintu kamar, bersandar di sana, dan menghela napas panjang. Ia menatap ke bawah pinggulnya. Sesuatu terasa aneh di sana, sebuah reaksi fisik yang tidak bisa ia pungkiri, meski ia sudah berusaha keras menolaknya.
"Sialan," gumam Daniel pelan, menyadari betapa mudahnya Lucianna mengusik ketenangannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Bersambung...
padahal dalam hati 🤭