Delia Aurelie Gionardo hanya ingin mengakhiri pernikahan kontraknya dengan Devano Alessandro Henderson. Setelah satu tahun penuh sandiwara, ia datang membawa surat cerai untuk memutus semua ikatan.
Namun malam yang seharusnya menjadi perpisahan berubah jadi titik balik. Devano yang biasanya dingin mendadak kehilangan kendali, membuat Delia terjebak dalam situasi yang tak pernah ia bayangkan.
Sejak malam itu, hidup Delia tak lagi sama—benih kebencian, dendam, dan rasa bersalah mulai tumbuh, mengikatnya kembali pada pria yang seharusnya menjadi "mantan" suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadia_Ava02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBMS - Bab 11 Sampai Waktunya Tiba
Saat makan siang, Giselle datang kekantor mereka. Hingga menimbulkan sedikit kisruh bisik-bisik antar karyawan.
"Kenapa wanita itu sering sekali datang,"
"Iya.. Padahal kan pak Dev sudah punya istri, dan nona Delia juga ada disini,"
"Huh! Dasar wanita tidak tau malu.. berani sekali merebut suami orang didepan mata istri sah,"
"kalau aku jadi nona Delia, sudah aku acak-acak rambutnya, aku tendang dia! Gemas sekali rasanya!"
"Betul! Aku setuju,"
Tapi semua bisik-bisik itu seketika senyap ketika Giselle memasuki lift naik ke ruangan Dev.
Delia juga sempat melihat Giselle, karena kebetulan tadi ia tengah berjalan ke pantry kantor untuk mengambil minum.
Tapi Delia diam. Baginya itu semua sekarang bukan lagi urusannya. Dev juga sudah bilang jika mereka akan segera bertunangan, jadi bagus kalau begitu. Setidaknya setelah berpisah dengannya, kini Dev benar-benar mendapatkan kebahagiaannya.
**
Begitu keluar dari lift, Giselle langsung berlari kecil kearah Dev.
"Sayang..."
Pria itu langsung tersenyum melihat kekasihnya datang. Dev langsung berdiri untuk menyambut kekasihnya dengan pelukan hangat.
"Cepat sekali datang?" kata Dev.
"Iya.. Kebetulan hari ini pekerjaanku sudah selesai, jadi aku langsung mampir kesini." sahut Giselle.
Dev mengangguk. "Mau makan siang dimana?"
"Dimana saja, sekarang giliran kamu yang pilih," ujar Giselle.
"Oke, kalau begitu ayo kita berangkat." kata Dev.
"Yeay!" Giselle langsung menggandeng lengan Dev Keluar dari ruangan menuju lift untuk turun.
Sementara itu Delia yang baru saja kembali dari pantry dengan segelas air putih. Tatapannya seketika berubah alih kedua pasangan yang tengah berjalan melewatinya.
Dev bahkan tak melihat kearahnya sedikitpun. mereka berdua tertawa bersama sepanjang jalan sambil menggandeng mesra seolah tak peduli dengan apa yang akan orang lain katakan.
Sementara Giselle, jelas-jelas ia sengaja melirik sambil tertawa seolah tengah menertawakan nasib Delia saat ini. Wanita yang sudah dicampakkan oleh Dev didepan matanya. Karena apapun yang Delia lakukan, seolah akan sia-sia karena pemenangnya akan selalu Giselle.
Delia menghela nafas, menatap air putih digelasnya lalu kembali keruangannya. Ia meminta koki kantor untuk menyiapkan makan siang untuknya.
Meskipun sebenarnya Delia tak ingin makan, tapi itu semua dia lakukan demi anak yang ada didalam perutnya.
***
Pulang dari kantor, sore ini Delia menyempatkan untuk mampir kerumah sakit menjenguk kakek Arthur. Delia juga membawa beberapa kue dan juga buah-buahan keruangannya.
Begitu sampai, mama Risa langsung menyambutnya. "Delia, kamu sudah pulang?"
"Iya ma, kebetulan searah jadi aku mampir. Bagaimana keadaan kakek," tanya Delia, gadis itu menyeret kursi untuk duduk di samping sang kakek.
"Aku baik-baik saja, tidak usah khawatir. Ngomong-ngomong dimana Dev? kenapa dia tidak ikut bersamamu?" tanya kakek Arthur.
"Iya sayang.. apa Dev tidak mengantarmu?" timpal mama Risa.
"mmh.. Mas Devano masih sibuk, ada beberapa pekerjaan yang tidak dia selesaikan," kilah Delia.
padahal ia melihat sendiri jika Dev pulang bersama Giselle. Dan seharian ini wanita itu juga menunggu di ruangannya.
"Hmmh... Anak itu selalu sibuk dengan pekerjaannya, sampai lupa untuk membuatkan aku cucu yang lucu," ujar kakek Arthur.
"Sudah... Dev seperti itu juga untuk masa depannya dengan Delia. Nanti kalau sudah waktunya pasti juga Delia akan hamil," ucap mama Raisa sambil menyodorkan potongan buah dipiring yang Delia bawa untuk sang mertua.
Delia nyaris tersedak liurnya sendiri mendengar itu. Andai saja mereka tau, jika cucu mereka sebenarnya sudah hadir diperut Delia pasti akan sangat senang.
Delia mengambil piring itu dari mama Raisa dan menusuk satu potongan buah apel untuk sang kakek.
"Aku sampai sakit seperti ini karena memikirkan tentang kalian. Aku ingin kalian memiliki momongan, agar aku bisa melihatnya sebelum aku pergi," ucap sang kakek.
"Kakek, jangan bicara seperti itu. Mana boleh bicara macam-macam saat sedang sakit. Kakek pasti akan segera sembuh!" ujar Delia kesal.
Harusnya sang kakek tidak perlu memikirkan masalah seperti ini. Biar semuanya berjalan sesuai kehendak Tuhan.
Lagipula, sang kakek juga pasti akan mendapatkan cucu dari Giselle dan Dev jika mereka menikah nantinya.
Sang kakek menghela nafas, lalu menatap mata Delia dalam.
"Apa kamu bahagia, nak?" tanya kakek Arthur. "Apa Dev memperlakukanmu dengan baik?"
Deg! Pertanyaan itu membuat tubuh Delia bergetar, hatinya seperti diremas kuat, perih sekaligus sakit.
"Kenapa kakek bertanya seperti itu?" ujar Delia.
"Karena kakek sangat mengenal kalian berdua. Dev mungkin keras kepala, tapi kakek harap kamu masih mau bersabar untuknya," ujar sang kakek.
'Tapi bahkan aku sudah menyerah sebelum berhasil meluluhkan hati Dev. Dia membentengi hatinya dengan tembok yang terlalu tebal. Hingga aku tak sanggup lagi untuk menembusnya,' batin Delia.
"Papa ini bicara apa? pernikahan mereka sudah berjalan selama satu tahun. Jika memang tidak saling cinta, pasti mereka sudah bercerai sekarang. Iya kan Delia?" kata mama Raisa, membuat bibir Delia seketika kelu, nafasnya tercekat.
"Kakek harap kalian berdua tidak akan pernah meninggalkan satu sama lain," ucap kakek Arthur penuh harap.
Delia terdiam dipersekian detik, lalu kembali mengajukan pertanyaan lain.
"mmmh... Ngomong-ngomong kapan kakek sudah boleh pulang?" tanya Delia mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Mungkin besok sudah bisa pulang. Lagipula kakek juga tidak betah lama-lama berada disini," terang mama Risa sambil tersenyum menatap sang kakek.
"Disini membuatku terasa semakin lebih dekat dengan kematian," ujar sang kakek.
"Husstt! Jangan bicara seperti itu. Pokoknya papa sudah sehat, dan besok kita akan pulang," ujar mama Risa.
kakek Arthur tersenyum. "Andai menantuku bukan kamu, mungkin aku tidak akan seberuntung ini Risa."
"Bisa saja," ujar mama Risa.
Setelah bercakap-cakap cukup banyak, Delia akhirnya memutuskan untuk pamit pulang. waktu nyaris menunjukkan pukul tujuh malam. Bising di jalanan seolah tak ada artinya bagi pikiran Delia yang tengah suntuk saat ini.
Ia semakin merasa bersalah setelah bertemu mama Risa dan kakek Arthur dirumah sakit. Seolah ia adalah wanita yang tak tau diri. Sudah diberikan kehidupan yang enak, tapi malah menipu mereka mentah-mentah.
"Maafkan aku.. Biarlah semua ini hanya akan menjadi rahasia, sampai nanti waktunya tiba."
Dev jangan jadi di paksa Delia nya
di bujuk secara halus dunk🤭
kasih maaf aja Del tapi jangan cepat² balikan lagi ma Dev
hukumnya masih kurang 🤣
Akui aja toh kalian kan sudah bercerai
biar Dev berjuang samapi titik darah penghabisan 🤭
semangat ya Dev awal perjuangan baru di mulai
kak sekali² cazy up dunk kak🤭🤭
Biar bisa lihat cicit nya
semua butuh waktu dan perjuangan 🤭🤭
Siksa terus Dev dengan penyesalan 🤗🤗🤗
Makan to rencana mu yg berantakan 😏😏
Ayo Dev Nikmati penyesalan mu yg tak seberapa 😄😄
jangan pakai acara nangis Bombay ya Dev 🤣🤣🤣
biar nyesel to Dev
bila perlu ortu Dev tau kalau mereka sudah cerai dan bantu Delia buat sembunyi
soalnya mereka pasti senang kalau tau bakalan punya cicit sama cucu🤭🤭
tunggu karma buatmu ya Dev 😏😏