NovelToon NovelToon
BENCONG UNDERCOVER - My Bencong Is Aman-zing

BENCONG UNDERCOVER - My Bencong Is Aman-zing

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Mafia / One Night Stand / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Roman-Angst Mafia
Popularitas:736
Nilai: 5
Nama Author: Yuni_Hasibuan

Nama besar - Mykaelenko... bukan hanya tentang kekayaan.
Mereka mengendalikan peredaran BERLIAN
— mata uang para raja,
Juga obsesi para penjahat.

Bisnis mereka yang resmi. Legal. Tak bernoda
— membuat mereka jauh lebih berbahaya daripada Mafia Recehan.

Sialnya, aku? Harus Nikah kilat dengan Pewarisnya— Dimitry Sacha Mykaelenko.
Yang Absurdnya tidak tertolong.

•••

Namaku Brea Celestine Simamora.
Putri tunggal Brandon Gerung Simamora, seorang TNI - agak koplak
- yang selalu merasa paling benar.

Kami di paksa menikah, gara-gara beliau yakin kalau aku sudah “di garap” oleh Dimitry,
yang sedang menyamar menjadi BENCONG.

Padahal... sumpah demi kuota, aku bahkan tak rela berbagi bedak dengannya.
Apalagi ternyata,,,
Semua cuma settingan Pak Simamora.

⛔ WARNING! ⛔
"Cerita ini murni fiksi, mengandung adegan ena-ena di beberapa bab.
Akan ada peringatan petir merah di setiap bagian — Anu-anu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuni_Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

No debat: pasif-agresif.

***

"Tekukuruyuuuk... kikuk, kikuk, kikuk..."

Itu bukan suara ayam original.

Tapi suara jam weker ku, yang jarumnya udah nunjuk ke angka 4 lewat dikit.

Suaranya tajam banget, sampe nyawaku yang masih melayang-layang langsung balik lagi ke badan.

Kubuka mata pelan. Berat.

Pandanganku berkunang-kunang, dan kepala terasa nyut-nyutan.

Mungkin, ini efek aku nangis semalaman

Aku bahkan gak tau kapan tepatnya aku ketiduran.

"Tok, tok, tok..."

Suara ketukan pelan terdengar tiba-tiba dari balik pintu.

Biasanya kalau selembut itu... Pelakunya pasti mamakku.

Dan aku langsung keinget lagi semua drama semalam, yang bikin perutku mules.

"Bea... buka pintunya, cucuku tercinta. Opung tau kau udah bangun. Yuk kita sholat Subuh bareng-bareng."

Tapi rupanya, bukan suara mamak yang muncul.

Ini mah, Opung.

Entah kenapa aku langsung ngerasa lega.

Tapi tetap—aku masih mode ngambek.

Gak bisa dong semudah itu langsung buka pintu? Gengsi, gengsi!

"Bea... kalau mau marah, tunda dulu ya, Sayang. Ini waktunya sholat Subuh, bukan waktunya ngamuk. Nanti dosa kau dobel—udah marah sama orang tua, lupa sholat pulak."

Hadeh, udah masuk jalur langit, nih.

Opung andalan, selalu bisa bikin cucunya kena serangan rohani level ultra di pagi hari.

"Iya, Opung... bentar. Aku udah bangun," sungutku buru-buru.

Mau ngeles udah sholat di kamar, juga gak bisa.

Gak ada kamar mandi, mana bisa ambil wudhu?

Masa iya aku mau tayamum ngesot di tembok? Serius segitu efortnya mau bohong? Yang ada dosaku di dobel jadi sembilan.

Cklik.

Kubuka pintu.

Langsung kelihatan siluet Opung lengkap sama tongkatnya. Dia duduk kalem di kursi makan.

Lampu ruang di matikan. Cahaya dari musala kecil di pojokan bikin dia kelihatan kayak penjaga dimensi waktu.

Kalau bukan Opungku sendiri, udah pasti aku lari nyungsep ke galon.

"Udah. Sana, ambil wudhu. Abis itu kita sholat," katanya tenang.

Aku angguk kecil, tapi langkah langsung mandek.

Mataku otomatis nyerong ke arah pintu kamar mamak.

"Haishh... gak usah takut gitu lah. Udah ku usir mereka sholat ke masjid. Biar kau bisa tenang dulu."

Opung, benar-benar... spesialis membaca isi kepala cucunya.

Aku geret langkah ke kamar mandi, cuci muka, ambil wudhu, terus balik ke mushola lagi.

Tapi pas nyampe...

JEDER.

Mataku langsung nemu satu pemandangan... aneh.

Ternyata Dimitry.

Masih di sini.

Pake baju koko, plus peci pulak.

Rapi banget tampilannya, kayak mau jadi menantu idaman di sinetron religi.

Bukannya udah ku usir dia ke jalan?

"Heh... gak usah segitunya kau liatin suamimu. Durhaka nanti kau. Dia gak salah, yang salah ayahmu."

Opung, seperti biasa, masih bisa baca semua kata makianku yang belum sempat keluar.

Gak lama, Opung qamat.

Kami pun sholat. Tenang, adem, penuh hikmat.

Di lanjutin dengan Doa, dan sholawat,,,

Setelahnya...

Entah kenapa perasaanku jadi lebih ringan.

Emosiku kayak disapu bersih.

Pikiranku mulai jernih.

Aku masih gak ngerti kenapa mereka segitunya...

Kenapa semua orang rela rempong banget bikin jebakan nista gina gitu buat aku?

"Oh iya. Abis ini kalian berdua bisa antarkan Opung ke lapangan golf, kan? Kau juga, Dimitry. Bukannya kau udah janji bawa Opung ke tempat mainmu?"

ucap Opung, sambil melepaskan pecinya pelan-pelan.

Lapangan golf katanya?

Sekarang?!

Jam segini gitu loh? Pagi-pagi buta, ayam aja masih pemanasan nyari suara.

Tumben banget. Biasanya Opung lebih milih duduk ngopi sambil ngitung dosa masa muda.

"Beres, Opung. Aku udah booking tempatnya."

Dimitry jawab semangat banget, kayak lagi mau nge-date pertama kali.

Loh, serius? Booking lapangan Golf di jam segini?

Emangnya siapa yang mau buka subuh-subuh?

"Tenang, Bea. Lapangannya punya temenku. Jadi agak gampang."

Jawab Dimitry, seolah dia lagi baca pikiranku.

Yaelah, sombong banget hidupnya.

Tadi malam katanya temenannya broker berlian.

Sekarang pemilik lapangan golf.

Besok-besok? Temenan sama pemilik kilang minyak?

Atau pabrik jet pribadi?

Aku cuma bisa muter bola mata sampai retina nyaris lepas.

Tapi ya sudahlah.

Mumpung Opung masih di sini.

Kapan lagi bisa nemenin dia main kayak dulu?

"Kenapa gak main badminton aja, sih, Pung? Kayak dulu-dulu?"

tanyaku pas di jalan, sambil duduk di kursi belakang golf cart.

Aku dan Opung memang di belakang.

Karena Dimitry? Lagi jadi supir merangkap caddy.

Sibuk banget hidupnya, dari tadi dorong tas peralatan yang kayak koper jemaah haji.

Mungkin karena caddy aslinya belum bangun tidur jam segini.

"Haih, umur segini mana pantas main badminton lagi? Bisa kena encok akut, patah tulang tinggal nunggu hari."

jawab Opung sambil ngakak.

"Ah, menurutku Opung belum setua itu," timpal Dimitry sambil nyetir, "Kalau mau, bisa coba Pickleball. Atau badminton versi lansia."

‘PRAKK!!’

Tapi omongannya malah di samber,

sama tongkat sakti Opung yang mendarat manis di kepala Dimitry.

"Kurang ajar! Katanya aku belum tua, tapi nyuruh aku main badminton versi lansia?! Itu muji atau lagi ngehina, hah?"

Dimitry cuma cengengesan, kayak udah biasa disayang pakai benda tumpul.

"Lagian main golf kayak gini lebih cocok buatku," lanjut Opung, sambil angkat tongkatnya dengan bangga.

"Pegang stick golf... hampir sama kayak pegang tongkat ini."

Tongkat Opungku...

Dulu pemukul ayahku, sekarang nambah tumbal baru: Dimitry.

"Iya, Opung. Cocok banget," sahutku setengah tulus. Setengahnya? Nyesek.

Soalnya...

Opung kalau udah merasa cocok, biasanya langsung pengen jadi brand ambassador-nya.

Narsis banget. Bakat turunan keluarga barangkali.

"Jadi kelihatan lebih elit juga, kan?"

Dia nyengir lebar.

Aku cuma bisa ngelirik tajam sambil mikir:

Tuh kan. Mirip banget sama Dimitry. Dua-duanya pick-me boomer.

Gak lama, kami sampai di titik Point 1.

Dimitry turun duluan, sigap kayak asisten pribadi.

Mulai beresin peralatan, nyiapin stick, dan bantu Opung turun dari cart.

Dan... kami pun mulai main.

Awalnya niat nemenin sebentar.

Tapi tahu-tahu, tempe-tempe,,,,

Dua jam udah kelewat.

Matahari udah mulai panas.

Keringat udah kayak orang olahraga beneran.

Dan pikiranku juga mulai panas, sudah gak bisa nunggu lagi, makanya langsung masuk ke debat.

"Oh iya, Pung. Dari yang aku dengar semalem, katanya mamak sama ayah mau jelaskan semuanya, iya kan?"

Opung tiba-tiba melirik Dimitry.

Dimitry melirik Opung.

"Tapi karena aku lagi balas dendam mogok ngomong sama mereka, sekarang Opung yang harus jelasin."

Dan mereka berdua langsung nyari jalan kabur pakai tatapan mata.

Sayang banget gak berhasil, karena tongkat opung langsung ku sita. Sekarang akan kutunjukkan, kalau aku lebih jago soal intimidasi pasif-agresif.

"Aku ini cucumu, Pung. Bukan boneka. Kalian pikir aku rela di giniin?"

suaraku naik setengah oktaf.

"Kenapa aku mesti nikah dadakan sama manusia absurd kayak dia?" Tunjukku ke arah Dimitry.

"Kenapa Mamak sampe nangis semalaman kayak kehilangan cucian yang kebawa banjir?!"

Mulut Dimitry langsung mangap, tutup, mangap, tutup lagi.

Kayak ikan cupang kurang oksigen.

Opung malah elus dada sambil nyebut nama Tuhan.

"Pung..."

nadaku lebih lembut, "...aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa nerima alasan kalian. Tapi tolong, jangan bikin aku nebak-nebak sendiri. Aku udah capek."

Mereka Diam.

Mungkin lagi perhatian sama burung di pohon kayak background musik telenovela.

Sampai akhirnya Opung angkat tangan, nunjuk ke langit.

"Baiklah. Karena kau udah minta, Opung akan cerita."

Suara Opung berat, tapi tenang.

Nada yang cuma muncul kalau dia mau ngaku dosa masa mudanya.

"Tapi sebelum itu... biar lebih rapi, kita pinjam suara si Penulis aja, ya. Si Yuni Hasibuan itu. Biar gak terlalu banyak dramanya."

Opungku kedipin matanya ke langit.

Sumpah demi apa

dia kedip ke langit. Kayak tau lagi ada kamera di atas kepala kami.

...Dan di situlah......

...POV AUTHOR — ON....

...Suara Hati Yuni Hasibuan bakal di mulai dari sini....

...Jangan heran kalau orangnya Pick me banget, dikit-dikit minta di sebut. ...

...*** ...

1
Xavia
Jelek, bosen.
Yuni_Hasibuan: Boleh di skip ya say.

Lain kali, lebih baik diam daripada dapat dosa, karena menghina karya orang lain.
total 1 replies
Esmeralda Gonzalez
Aku suka banget sama karakter tokoh utamanya, semoga nanti ada kelanjutannya lagi!
Yuni_Hasibuan: Sip,,,,
Terimakasih banyak Say.
Tetep ikutin terus.. Ku usahakan baka update setiap hari.


Soalnya ini setengah Based dari true story. Ups,,, keceplosan.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!