"Sejak kamu datang... aku tidak bisa tidur tanpa mencium bau tubuhmu."
Yuna, dokter 26 tahun yang belum pernah merasakan cinta, mendadak terlempar ke dunia asing bernama Beastia—tempat makhluk setengah binatang hidup.
Di sana, ia dianggap sebagai jiwa suci karena tak bisa berubah wujud, dan dijodohkan dengan Ravahn, kepala suku harimau yang dingin dan kejam.
Misinya sederhana: temukan cinta sejati, atau terjebak selamanya.
Tapi siapa sangka... pria buas itu justru kecanduan aroma tubuhnya.
Temukan semua jawabannya hanya disini 👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azida21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 :Kabur Karena Gengsi, Bukan Karena Benci
Yuna sedang kesal. Setelah marah-marah pada Nolan, kini ia malah kebingungan sendiri. Mana mungkin ia kembali ke rumah Nolan setelah bersikap seperti itu. Gengsi dong.
Akhirnya, tanpa tujuan jelas, ia memutuskan untuk keluar dari desa.
"Aku lapar... tapi nggak punya uang," gumam Yuna lirih sambil mengusap perutnya yang mulai terasa perih.
"Sial banget nasibku hari ini," keluhnya lagi, napasnya berat.
Ia menatap langit yang mulai berubah warna, tanda sore akan segera datang. Angin hutan menerpa wajahnya, membawa aroma dedaunan basah.
"Aku harus makan. Kalau tidak, bisa-bisa aku pingsan di tengah jalan," ucapnya dengan nada lemah, mulai memikirkan sesuatu.
Beberapa detik kemudian, wajahnya sedikit bersinar. "Ah, iya. Cari buah-buahan hutan saja. Biasanya banyak yang bisa dimakan."ujar pelan.
Saat sedang berjalan menyusuri jalan setapak di pinggir hutan, Yuna melihat seorang pejantan yang tampaknya baru kembali dari dalam hutan. Di pundaknya tergantung sekeranjang buah-buahan segar—ada murbei, buah Luwi, dan jambu liar.
Mata Yuna langsung berbinar melihat keranjang penuh buah itu. Perutnya spontan berbunyi pelan.
Pria itu tampak terkejut melihat seorang betina asing di tengah hutan. "Kamu siapa?" tanyanya heran.
"Namaku Yuna," jawab Yuna cepat, namun sopan. Tatapannya tetap tertuju pada buah-buahan yang tampak menggoda itu.
Pria itu mengerutkan alis. "Kamu tinggal di suku mana?"
"Aku tinggal di suku harimau," jawab Yuna dengan senyum ramah.
Tanpa malu-malu, Yuna langsung meminta, "Aku boleh minta buahmu nggak? Aku lapar banget."
Pria itu menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil. "Kamu lapar?"
Yuna mengangguk cepat.
"Kalau begitu, ambil saja beberapa. Aku tidak keberatan," katanya sambil menurunkan keranjang dari punggungnya.
"Pilih saja yang kamu mau," lanjutnya sembari meletakkan keranjang di tanah.
Yuna berjongkok dan mulai mengambil beberapa buah yang menurutnya paling matang. Ia tersenyum lega, benar-benar bersyukur bertemu orang baik seperti ini.
"Aku belum pernah melihatmu sebelumnya di suku harimau," ucap pria itu pelan, suaranya terdengar tenang. "Kamu pendatang, ya?"
"Iya," jawab Yuna tanpa menoleh.
"Kamu berasal dari suku mana?"
Yuna berhenti mengambil buah, lalu menghela napas. "Aku nggak tahu. Aku diselamatkan Nolan, lalu dibawa ke suku harimau,"tambahnya.
"Jadi kamu nggak ingat apa pun?"
Yuna mengangguk pelan.
Pejantan itu menatapnya sejenak, lalu bertanya agak hati-hati, "Apa Nolan calon pejantanmu?"
Yuna langsung menggeleng cepat. Dalam hati, mana mau dia punya pejantan yang bahkan tidak berani membelanya di depan orang lain!
Pejantan itu malah tersenyum cerah mendengar jawabannya. "Aku juga belum punya calon betina," katanya ringan.
Yuna mengerutkan kening. "Kamu juga nggak lulus ujian?"
Pria itu terlihat kaget. "Kok kamu bisa tahu?"
"Nolan juga gagal ujian, jadi aku tebak-tebak aja," jawab Yuna sambil menggigit buah murbei di tangannya.
Pria itu hanya mengangguk pelan, tatapannya tak lepas dari Yuna yang tengah duduk santai sambil menikmati buah-buahan. Ia tampak terpesona, seolah tak bisa mengalihkan pandangan. Wajah Yuna, cara makannya yang kalem, bahkan caranya mengunyah pun terasa berbeda dari betina lain yang pernah ia temui.
Yuna yang menyadari tatapan itu langsung mengangkat alis. "Kamu kenapa liatin aku terus kayak gitu?" tanyanya heran.
"Kamu cantik sekali," jawab pria itu jujur, tanpa ragu sedikit pun. "Aku belum pernah melihat betina secantik kamu."
Nada suaranya begitu tenang, dan sorot matanya menunjukkan ketulusan yang sulit disangkal. Yuna tahu, pujian itu bukan basa-basi belaka.
Dalam hati, Yuna menghela napas. Ternyata menjadi cantik memang sebuah privilege. Kalau aku nggak cantik, mungkin dia nggak akan rela kasih buahnya ke orang asing kayak aku.
Ia menunduk sebentar, menatap jemarinya yang masih menggenggam sisa buah. Semua pria memang sama saja, gumamnya lagi dalam hati.
Setelah selesai makan, Yuna bangkit berdiri. Ia menepuk sisa-sisa debu di pakaiannya, lalu menatap pria itu. "Terima kasih ya, udah bagi buahnya. Kalau begitu, aku pergi dulu."
Pria itu tampak terkejut. "Kamu mau ke mana?"
"Aku... mau cari sesuatu dulu sebelum pulang," jawab Yuna agak gugup. Ia sebenarnya tidak punya tujuan, tapi juga tak ingin terlihat seperti orang tersesat.
"Tapi langit mulai gelap. Nggak aman untuk betina masuk ke hutan sendirian."
"Aku nggak mau masuk hutan kok. Aku cuma mau ke tempat aku jatuh waktu itu. Ada sesuatu yang perlu aku ambil," jelas Yuna sambil menciptakan alasan spontan.
"Kalau begitu, biar aku temani."
"Enggak perlu," sahut Yuna cepat sambil melambaikan tangan.
"Aku cuma sebentar. Kamu pulang aja duluan."
Pria itu masih tampak ragu, namun akhirnya mengangguk. "Baiklah. Hati-hati ya. Jangan lama-lama, hutan bisa berubah bahaya saat malam."
Yuna membalas anggukan kecil, lalu berbalik meninggalkannya. Tapi begitu pria itu sudah cukup jauh, ia segera berlari pelan dan bersembunyi di balik pohon besar, menunggu sampai yakin pria itu benar-benar sudah tidak memperhatikannya lagi.
Setelah merasa aman, Yuna keluar dari persembunyiannya. Ia menatap sekitar. Pepohonan tampak gelap dan menjulang tinggi, angin malam membawa suara daun-daun bergesekan yang terdengar seperti bisikan samar.
"Harus tidur di mana malam ini?" gumamnya pelan.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Matanya membesar seketika.
"NOVA," ucapnya refleks, matanya berbinar.
Baru ia ingat bahwa ia masih memiliki pintu ajaib—satu-satunya peninggalan dari kehidupan lamanya yang terasa seperti mimpi.
"NOVA, muncullah," perintahnya pelan namun mantap.
Sekejap kemudian, sebuah pintu berwarna perak muncul di hadapannya, memancarkan cahaya hangat yang menyilaukan mata. Yuna membuka pintu itu dan masuk ke dalam.
Ruangan yang ditinggalinya terasa seperti supermarket kecil yang bisa berubah bentuk sesuka hati. Kali ini, Yuna mengaturnya menjadi tempat tinggal yang nyaman, menyerupai kamar kos sederhana. Ia menyeret sebuah sofa empuk ke tengah ruangan, lalu meletakkan televisi di depannya.
"Aku makan mi instan saja malam ini. Buah-buahan doang nggak cukup bikin kenyang," keluh Yuna sambil mengambil satu cup mi dari rak.
Ia menyalakan kompor kecil, merebus air, dan mulai menyiapkan beberapa topping—sosis, keripik rumput laut, dan sekantong cemilan ringan sebagai pelengkap.
"Malam ini aku tidur di sini saja. Lagian, lebih enak juga daripada harus balik ke rumah Nolan," katanya sambil tersenyum puas.
Sofa telah digeser, bantal dan selimut sudah disiapkan. Yuna duduk dengan nyaman, mengangkat mangkuk mi-nya, dan menyalakan televisi.
"Me time ala Yuna. Selamat datang kembali ke dunia kecilku," ujarnya riang, merasa seolah kembali ke kehidupannya yang lama.
Tapi di balik semua itu, hatinya masih menyimpan kekesalan. Ia menghela napas.
"Biarin aja si Nolan itu bingung nyariin aku. Siapa suruh lebih belain ketua sialan itu," gerutunya sambil menyuap mi panas.
Malam pun mulai larut. Di dalam pintu ajaib itu, Yuna tertawa kecil menonton tayangan komedi, mencoba melupakan semua kekesalan di hatinya.
Tanpa Yuna tahu, seseorang diam-diam menunggu... dengan janji yang hanya akan ditepati jika ia kembali.
*
Gimana nih, guys?🤭Suka nggak sama bab kali ini?☺️
Author harap kalian menikmati ceritanya dan tetap setia menantikan bab-bab selanjutnya ya, karena perjalanan Yuna masih panjang dan penuh kejutan!
Author juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya buat kalian yang udah setia kasih like...senang banget rasanya lihat antusiasme kalian. Tapi jangan lupa juga untuk meninggalkan komentar dan ulasan, ya. Sekedar satu-dua kalimat pun sudah cukup untuk bikin author semangat nulis terus!
Sampai jumpa di bab berikutnya! Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca 💖