Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Sambil memasak Siti mengingat obrolan tadi bersama Teo. Dia harus bicara pada Gio, bukan sebagai suami istri tapi sebagai atasan dan bawahan.
"Lagi masak tuh tidak boleh bengong, nanti gosong masakannya." Gio berdiri di depan dispenser, gelasnya penuh dengan air mineral.
Siti menoleh ke arah masakannya yang sudah matang lalu disalinnya ke atas piring dan dihidangkan di meja makan.
"Laporan yang tadi..."
"Aku tidak suka jika pekerjaan di bawa ke rumah."
Gio sudah memotong ucapan Siti dan dia juga sudah menegaskan ketidaksukaannya pada topik pembicaraan Siti.
Siti diam sambil mengisi piringnya dengan sayur bayam yang baru dibuatnya. Yang diketahuinya Gio bersahabat baik dengan Teo, tapi apa yang terjadi tadi seperti tidak menujukkan hal itu. Seolah-olah Teo sedang menggerogoti Gio secara perlahan.
Apa yang harus dilakukannya?.
"Aku mengajak Ayah menginap di sini."
Seketika Siti menaruh sendoknya lalu buru-buru menelan makanannya. Dia saja berada di sini supaya Ayahnya tidak perlu melihat kepalsuan dalam rumah tangganya.
"Lalu apa kata Ayah?," semoga saja Ayah menolaknya karena biasanya Ayah tidak betah di tempat baru.
"Tenang saja tidak sekarang-sekarang Ayah ke sini." Seolah Gio tahu keresahan Siti.
Kemudian Siti mengusap dadanya seolah merapikan hijab. Dia merasa lega, kalau tidak dia harus mau satu kamar dengan Gio. Pria itu tersenyum simpul, sepertinya Ayahnya Siti bisa dijadikan alat untuk membuatnya satu kamar dengan Siti.
Dia masih penasaran dengan wajah Siti.
Tengah malam Gio keluar apartemen, dia sudah ditunggu oleh ketiga sahabatnya di tempat biasa. Tidak ada alasan baginya untuk tidak menyalurkan hobinya tersebut.
Dentuman suara musik keras sudah bergemuruh, semua orang sudah turun bergoyang memadati tempat yang kosong. Semakin bersemangat Gio untuk me-mixing beberapa lagu menjadi satu.
Banyak pasang mata tertuju pada pria tampan berusia 27 tahun ini. Perawakan tinggi dengan kulit putih mulus tanpa bulu-bulu karena selalu dicukurnya habis. belum mau memiliki bulu seperti pria-pria yang ada di novel.
Kancing kemejanya dibiarkannya terbuka, memperlihatkan dada bidang. Memancing kaum hawa untuk merapat dan menggodanya. Tapi sejauh ini tidak ada yang berhasil menariknya keluar dari area DJ. Dia hanya menghabiskan waktunya malamnya dengan alat-alat DJ yang sanggup memberinya kepuasan.
Berbeda dengan Gio, ketiga sahabatnya melantai berbaur dengan wanita-wanita yang mengincar Gio. Bukan masalah bagi mereka, terpenting mereka bisa menikmati malam ini bersama wanita-wanita yang nantinya berakhir di bilik kamar VIP.
Usai memuaskan pengunjung dengan musik hasil mixing-nya, Gio duduk di meja depan bartender. Dia hanya memesan wine yang biasa diminumnya. Terlihat seorang wanita cantik datang menghampiri dengan botol minuman di tangannya.
"Aku Yessi, aku sangat suka saat kamu perform." Wanita yang bernama Yessi itu duduk di sebelah Gio tapi Gio tidak menghiraukannya. Dia tetap fokus pada gelas yang berisi wine. Dia bukan tipe pemain yang suka gonta ganti wanita di club malam.
Kehidupan pribadinya bisa dikatakan biasa saja, tidak ada wanita spesial di dalam hidupnya. Belum saja menemukan cinta yang benar-benar dirasakannya yang sanggup menggetarkan hatinya.
Tak berselang lama ketiga sahabatnya keluar dari ruangan VIP dengan senyuman yang menggambarkan kepuasan sesaat mereka. Mereka ikut minum bersama Gio tanpa ada yang memperhatikan Yessi karena gadis itu bukan level mereka yang menginginkan wanita di atas rata-rata.
Gio tiba di apartemen bersamaan dengan Siti yang baru keluar kamar.
"Kamu tidak ke kantor?."
"Ke kantor."
"Jam segini baru pulang, bagaimana mau kerja?."
"Masih ada waktu dua jam, cukup untuk aku tidur satu jam lalu siap-siap berangkat."
"Hmmm."
Siti melanjutkan langkah kakinya ke dapur, sedangkan Gio menjatuhkan tubuhnya di atas sofa yang ada di sana. Dia bisa tidur di mana saja tanpa terganggu.
Terbukti apa yang dikatakan Gio, pria itu sudah bangun lalu mandi dan sekarang mereka sudah dalam perjalanan ke kantor.
Sesekali Gio melirik ke arah Siti. Merasa bete karena perjalanan pagi diganggu macet padahal ini masih pagi. Dia pun berinisiatif mengajak Siti bicara.
"Sejak kapan kamu berpakaian serba tertutup begini?."
Sejenak Siti menoleh lalu kembali fokus ke depan.
"Sejak kelas satu SD."
"Itu masih sangat kecil," histeris Gio sebab tak percaya dengan pengakuan jujur Siti.
"Kenapa bisa umur sekecil itu berhijab dan memakai cadar?. Pasti ada alasan besar kenapa kamu mau menggunakannya?."
Untuk waktu yang cukup lama Siti tidak bicara, dia sedang menimang. Apa perlu untuk bicara jujur dan terbuka pada orang yang menjadikannya target taruhannya?. Orang seperti itu akan sangat sulit untuk dipercaya. Kemudian dia memilih diam sampai mereka tiba di kantor.
Gio dan Siti menaiki lift yang sama, keduanya berdiri berjauhan. Di pertengahan menuju lantai di mana mereka bekerja, tiba-tiba saja lift terbuka dan ada beberapa orang yang masuk. Refleks saja Gio menarik tubuh Siti untuk berdiri di dekatnya.
Sangat dekat, bahkan lebih sangat dekat lagi, semakin bertambah orang yang memasuki lift sebelum sampai di tujuan mereka. Gio pasang badan di depan Siti dari beberapa pria yang berada dekat dengan Siti. Tatapan mereka bertemu dan saling mengunci. Memandang mata Siti dari sedekat ini, sangat jernih dan bulat.
Pun Siti, dia tidak menyangkal pria yang telah menjadi suaminya sangatlah tampan. Jadi bukan hal yang aneh jika wanita-wanita itu selalu mengerumuninya di setiap kesempatan.
Kembali di dalam lift itu hanya ada mereka berdua sampai mereka sampai di tempat tujuan. Gio langsung di sambut ketiga sahabatnya guna meeting.
Setelah peserta meeting lengkap Gio pun memimpin jalannya meeting. Ada banyak pekerjaan yang mereka bahas, proyek baru yang menanti, strategi yang harus dijalankan dan ada juga kendala yang harus segera mereka atasi.
Mereka benar-benar menguras tenaga dan pikiran mereka untuk meeting kali ini.
Di luar persahabatan mereka berempat yang sangat solid, mereka adalah seorang pribadi yang sangat cerdas dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka. Buktinya sekarang, perusahaan itu tumbuh dan berkembang lebih besar lagi setelah mereka turun tangan di perusahaan.
Selesai meeting lanjut makan siang tapi Gio harus absen karena pekerjaannya sudah menunggunya. Gio sibuk dengan dokumen-dokumen pentingnya. Tangan satunya menekan tiga nomor dan bicara pada seseorang.
"Ke sini sekarang!," kalimat perintah tegas yang tidak akan bisa ditolak oleh siapa pun juga. Gio meletakkan kembali gagang teleponnya.
Siti sudah duduk berhadapan dengan Gio, di depannya sudah ada beberapa dokumen penting yang harus diceknya juga.
"Temani aku lembur!."
"Iya," Siti tidak pernah membantah perintah Gio selama bekerja di perusahaan. Sudah biasa jika dia bisa lembur 3 sampai 5 kali dalam satu bulan.
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti