Laki Abrisam Gardia adalah seorang penyanyi religi tersohor berusia 28 tahun yang sangat akrab dengan kesempurnaan. Dia memiliki sempurna rupa, harta, dan silsilah keluarga. Ketika kuliah S-2, dia dipertemukan dengan Mahren Syafana Humairoh, sosok perempuan tangguh yang hidup sendiri dengan menanggung utang yang di tinggalkan oleh almarhum ayahnya.
Pertemuan mereka menjadi awal malapetaka. Maksud hati Laki menolong Syafa yang tengah kesulitan dengan mengamankan Syafa di salah satu hotel miliknya, malah membuat beredar kabar di sosial media, bahwa Syafa adalah wanita satu malam Laki. Kondisi semakin kacau. Desakan media dan keluarga membuat Laki dan Syafa memutuskan untuk menikah kontrak.
Janji mereka adalah, tidak ada cinta. Hanya ada parting smile, setelah 5 tahun pernikahan. Namun, waktu yang dihabiskan bersama membuat keadaan menjadi rumit. Ada luka ketika sosok lain hadir diantara keduanya. Mungkinkah cinta perlahan tumbuh diantara keduanya?
AWAS!ZONA BAPER!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alyanceyoumee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 Bukan Sepatu Kaca
Serentak Laki membuka jaket. Lalu menelungkupkannya di kepala dan wajah Syafa. "Ayo, ikuti saya." Laki menggenggam erat lengan Syafa yang tertutup kain sweater. Menariknya menuju arah mobil. Mereka berdua berjalan sambil terdiam. Sementara para wartawan mulai merongrong mereka dengan jarak semakin dekat. Sangat dan terlalu dekat.
Laki membuka pintu belakang mobil. Dan sesaat sebelum Syafa memasukinya. Sorot mata Laki menemukan sebelah telapak kaki Syafa yang telanjang. Ya Allah.., apa tadi saya terlalu kuat menariknya? sejak kapan dia kehilangan sepatu sebelah kanannya? rutuk Laki dalam hati. Merasa kasihan.
Setelah memasukan Syafa ke dalam mobil dan menguncinya dari luar, Laki berbalik arah. Menerobos kerumunan wartawan yang tanpa henti menjadikan dirinya objek dari kamera mereka masing-masing. Dia abaikan. Dia tidak peduli lagi. Sudah terlanjur.
Tepat dua meter dari mobil, dia menemukan sepatu sebelah kanan Syafa yang berbahan dasar dari karet, tergeletak dengan sangat menyedihkan. Sepatu yang dengan sekali tatap saja sudah jelas tertebak harga murahnya itu, tampak kotor karena berulang kali diinjak para wartawan yang mengejarnya.
Laki berjongkok dengan lesu. Lalu sambil menghempaskan napas, lelaki itu mengambilnya dan kembali berjalan menuju mobil. Dia hanya terus menyabitkan senyuman tanpa sepatah kata pun terucap, ketika para wartawan yang haus gosip itu terus menanyainya. Tepat sebelum dia memasuki mobil, Laki bicara.
"Nanti saya jelaskan semuanya. Mohon maaf. Terimakasih."
Mobil BMW keluaran terbaru seharga puluhan Milyaran milik Laki melaju cepat. Menerobos keramaian lalu lintas jalan. Menghindari kejaran para wartawan. Menuju salah satu hotel dari ke tujuh belas hotel berbintang miliknya.
Dari kaca spion tengah, Laki meneliti aktifitas yang tengah Syafa lakukan di jok belakang. Tidak ada. Dia hanya menemukan wanita itu tengah menyandarkan kepala di kaca jendela mobil, dengan tatap kedua bola mata amber yang mengawang. Hening. Keduanya membisu.
"Kamu baik-baik saja?" Setelah menghabiskan waktu lima belas menit dari tempat kejadian, akhirnya Laki membuka pembicaraan. Syafa mengubah posisi duduk menjadi bersandar di jok mobil, lalu menjawab dengan lesu, "Ya. Saya baik."
Laki mengangguk berulang. Kemudian tampak menghubungi seseorang. "LAG 10 ada tingkat yang kosong? Tolong kosongkan dari pegawai. Lima belas menit lagi saya sampai." Itu saja. Syafa hanya mendengar Laki memerintah seseorang seperti itu.
LAG 10? Wanita itu mengerutkan kening, berusaha menebak dan memahami singkatan itu. Tapi, percuma. Dia tetap tidak memahaminya. Syafa berdeham, dan dengan ragu bertanya pada Laki yang tengah khusu mengatur kendali mobil.
"Kamu mau bawa saya kemana?"
"LAG 10 hotel," jawab Laki santai.
"Apa?! Hentikan mobilnya!" tegas Syafa. Segala pemikiran negatif mulai bermunculan di otaknya.
"Apa maksudmu? Sebentar lagi kita sampai."
"Tidak. Turunkan saya disini! Kalau mengantar saya ke rumah terlalu merepotkan, cukup turunkan saya di sini!"
"Wanita aneh! Apa kamu sudah gila?! Apa maksudmu dengan pulang ke rumah?! Kamu pikir preman-preman itu tidak akan kembali ke sana?! Kamu balik ke sana sama saja dengan bunuh diri!" tekan Laki.
"Lalu kamu pikir dengan keadaan saya sekarang, saya mau menjadi wanita semalam mu?! Begitu?! Hentikan mobilnya sebelum saya melompat!" ancam Syafa.
"Hahaha.!" Laki terbahak. Dan Syafa membelalakkan mata. Kenapa dia tertawa? Gak lucu! gerutunya.
"Iroooh... Iroooh..," apa? Iroh? Syafa merasa jengkel ketika dirinya dipanggil dengan sebutan itu.
"Jangan berlebihan, Roh. Wanita semalam saya paling tidak tingginya harus 170 cm. Bukan sepertimu yang tingginya hanya sedada saya. Dan... Kamu tidak cukup seksi untuk membuat saya menginginkanmu. Saya akan membawamu ke hotel milik saya. Kamu dan saya istirahat di kamar berbeda. Paham?!" ungkap Laki. Lalu kembali tertawa setelah menemukan ekspresi aneh dari Syafa di spion mobilnya.
"Sebenarnya apa yang kamu pikirkan tentang saya? Saya tidak sebejat itu, Iroh."
"Berhenti memanggil saya Iroh!" jengkel Syafa.
"Oh, oke. Sorry Iroh," ledek Laki sambil menahan tawa.
Drrrtrr ddrttt..
Tiba-tiba handphone samsung keluaran terbaru milik Laki yang tertengger di jok sebelah Syafa bergetar.
"Jangan diterima," perintah Laki tepat saat Syafa hendak mengambil handphone tersebut. Dalam hitungan detik handphone berhenti bergetar. Lalu setelahnya giliran handphone Shafa yang bergetar.
"Untuk sekarang jangan dulu nerima pang.."
"Assalamualaikum.," Terlambat. Syafa sudah lebih dahulu menerima panggilan masuk di handphone sebelum Laki menyelesaikan bicara.
"Waaahhh... sebenanya apa yang telah terjadi?! Ini Syafa? Bener kan? Ada apa sebenarnya? Bisa kamu jelaskan?! Mana Laki? Kamu lagi bersamanya, kan?" tanpa menjawab salam yang Syafa ucapkan, seseorang di sebrang telephone bicara nyeroscos dengan tanya bertubi. Dan lucunya, dia menanyakan, ini Syafa? Ya, tentu saja Syafa, bukan kah dia menghubungi nomor Syafa? Kenapa malah bertanya?
"Damar?" tebak Syafa tepat.
"Benar Syafa, saya Damar. Bisa bicara sama Laki?"
"Tapi dia lagi nyetir.
"Load speaker kalau begitu. Tolong." Syafa melakukan apa yang Damar perintahkan. Lalu mencondongkan tubuhnya untuk mendekatkan handphone miliknya ke arah Laki.
"Kenapa?" tanya Laki dengan santai.
"Apa?! Kamu tanya kenapa?! Laki!! Apa kamu sudah mau pensiun dari dunia tarik suara, heh?! Bagaimana? Aiisshhh!!! Bagaimana bisa kamu membuat skandal seperti ini heh?! Title King Of Untouchable kamu hancur sudah! Kamu tau. Salah seorang wartawan mengirimkan vidio lengkap kamu sama... Uh, saya merinding dibuatnya. Bagaimana kalau wanita-wanita penggila mu benar-benar jadi gila, Laki?! Atau bagaimana kalau setelah skandal ini kamu ditinggalkan fans mu, heh?! Kamu tau, mereka bilang Syaf.."
"Nanti kita bicara. Tutup!" potong Laki.
"Kenapa? Mereka bilang saya kenapa?" penasaran Syafa.
"Apa bicara saya tidak jelas, Mar?! Tutup!!!" bentak Laki dengan nada naik beberapa oktaf. Membuat Syafa sedikit terperanjat. Dasar pemarah, rutuk Syafa dalam hati.
Sunyi. Suasana kembali sepi. Hanya terdengar deru mesin mobil memasuki tempat parkir LAG 10 Hotel, dan melaju menuju tempat parkir di tingkat tujuh. Tingkat yang sudah di amankan dari khalayak ramai.
Brug.
Laki menutup pintu mobil. Dia keluar duluan, setelah mengatakan pada Syafa untuk sesaat tunggu dulu di dalam. Lelaki itu perlu meneliti keadaan sekitar. Jangan sampai ada yang memergoki dirinya membawa wanita ke dalam hotel. Ceritanya pasti jadi berbeda. Meskipun dia hanya berniat menolongnya saja. Tidak lebih dari itu.
Setelah yakin bahwa tidak ada satu orang pun yang memperhatikan kehadirannya, Laki Kembali mendekati mobil. Mengetuk berulang kaca jendela yang tepat di dalamnya Syafa tengah duduk melamun.
"Kamu sudah boleh keluar" perintah Laki. Dan Syafa malah sesaat memejamkan kedua bola mata. Tepat saat dia hendak membuka kenop pintu mobil, dia menyadari bahwa sepatu sebelah kanannya hilang.
Syafa membuka pintu mobil sebelah kanan. Lalu dengan percaya diri mengeluarkan kaki kanannya yang tak bersepatu dengan pergelangannya yang sedikit nyeri.
"Tunggu sebentar." Tepat saat Syafa hendak menjatuhkan kakinya di lantai, Laki menghentikannya. Lelaki itu membuka pintu depan mobil. Mengambil sepatu milik Syafa yang dia simpan di atas jok samping jok supir. Lalu berjongkok di depan Syafa. Menyimpan sepatu itu di bawah kaki kanan Syafa.
Serentak jemari tangan Syafa meremas lengan bajunya sendiri. Dia tidak pernah diperlakukan seperti itu. Jantungnya... Tidak tidak. Wanita itu tidak mau menerima reaksi berbeda dari debar jantungnya.
"Sepatumu jelek sekali," ungkap Laki sekenanya.
Huuhh..
Syafa menghempaskan napas kasar. Ya. Debaran jantungnya yang sebentar tadi itu adalah kesalahan. Sudah tidak ada lagi. Sama sekali. Dengarkan ucapannya yang begitu menyebalkan, Syafa. Rugi sekali jantungmu bereaksi seperti tadi, rutuknya dalam hati.
"Sepatu karet, bukan sepatu kaca," lanjut Laki dengan posisi masih berjongkok dihadapan Syafa.
Syafa sedikit cemberut. Dia enggan memakai sepatunya saat itu. Selagi Laki masih berjongkok di depannya. Laki adalah Laki. Sampai kapanpun akan tetap menyebalkan di depanku, gerundelnya.
Laki berdiri sambil bicara, "Pakailah. Kapan ulang tahunmu? Nanti saya belikan sepatu kaca sebagai hadiah," lalu lelaki itu menunjukan senyum yang ketulusannya dibuat-buat.
Sepatu kaca? Lucu! Sangat terharu! Semakin banyak Laki bicara, membuat Syafa semakin tidak menyukainya.
"Ikuti saya!" perintah Laki. Tanpa bicara, Syafa haya menurutinya. Mengekori Laki di belakang punggungnya. Wanita itu sedikit berlari mengejar Laki yang langkahnya dua kali lipat lebih lebar darinya. Ia abaikan rasa nyeri di pergelangan kaki yang masih bisa ditahan.
Selang beberapa menit, mereka sampai di depan pintu kamar hotel nomor 405 yang bersampingan dengan kamar hotel nomor 406. Laki memberikan card lock kamar 405 pada Syafa.
"Istirahatlah, lupakan semua yang sudah terjadi, ya," ucap Laki lembut, saat Syafa sudah memasuki kamar, dan berdiri di balik pintu yang masih terbuka, menghadap dirinya.
"Kamu dimana?" tanya Syafa dengan menunjukan ekspresi sedikit takut. Dia takut ketika mengira Laki hendak menjadikan dirinya wanita semalam. Tapi dia juga takut jika lelaki itu meninggalkannya terlalu jauh.
"Jangan hawatir. Saya di kamar sebelah. Kamu istirahat saja. Jangan pikirkan apapun. Mengenai para wartawan, saya akan mengurusnya," jelas Laki.
Syafa mengangguk. Lalu wanita itu kembali bicara saat Laki memutar tubuhnya.
"Laki,"
"Ya?" Laki mengurungkan niatnya untuk meninggalkan Syafa.
"Saya... Saya minta maaf. Sepertinya gara- gara saya kamu jadi dapat masalah," ungkap Syafa pelan. Dan sebagai tanggapan, Laki hanya menyabitkan senyuman.
"Dan... Ma.. Makasih," lanjut Syafa dengan suara lebih pelan dari sebelumnya.
"Apa? Saya tidak mendengarnya. Coba ulangi," goda Laki.
"Hm?"
Laki merekahkan senyuman. Lalu Kembali menggoda Syafa." Saya tidak salah dengar bukan? Seorang Syafa mengucapkan terimakasih pada musuh bebuyutannya? Coba ulangi. Biar saya rekam."
Brug!
Syafa menutup pintu kamar. Membuat jantung Laki rasanya hampir terjatuh karena tidak mengira Syafa akan melakukan itu.
"Aiisshhh... Wanita ini!" rutuk Laki pelan. Lalu melangkahkan kaki menuju kamar 406. Bibirnya yang merah kembali menyabit. Sedikit. Laki memasuki kamar. Membuka jaket dan melemparnya di sofa. Mengambil air minum. Membuka jendela, dan melangkah ke balkon kamar. Dia meminum air mineral. Namun dalam tegukan ke tiga, dia menghentikannya. Lelaki itu menghempaskan napas sambil menggantungkan kedua lengannya di pagar balkon. Dia terdiam. Mendengarkan sedu sedan tangis dari seorang wanita yang tinggal disamping kamarnya.
Ya, menangislah. Kamu butuh tangisan seperti itu untuk menenangkan hati...
To be continued.
Yu yu yu... Lanjut baca ya. Jangan lupa like dan komentar nya oke. luv you...