Kimi Azahra, memiliki keluarga yang lengkap. Orang tua yang sehat, kakak yang baik, juga adek yang cerdas. Ia miliki semuanya.
Namun, nyatanya itu semua belum cukup untuk Kimi. Ada dua hal yang belum bisa ia miliki. Perhatian dan kasih sayang.
Bersamaan dengan itu, Kimi bertemu dengan Ehsan. Lelaki religius yang membawa perubahan dalam diri Kimi.
Sehingga Kimi merasa begitu percaya akan cinta Tuhannya. Tetapi, semuanya tidak pernah sempurna. Ehsan justru mencintai perempuan lain. Padahal Kimi selalu menyebut nama lelaki itu disetiap doanya, berharap agar Tuhan mau menyatukan ia dan lelaki yang dicintainya.
Belum cukup dengan itu, ternyata Kimi harus menjalankan pernikahan dengan lelaki yang jauh dari ingin nya. Menjatuhkan Kimi sedemikian hebat, mengubur semua rasa harap yang sebelumnya begitu dasyat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmbunPagi25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Kimi
Kimi memang punya rencana untuk masa depannya. Dulu, Ia bahkan sering menyusun langkah-langkah apa saja yang akan ia lalui. Mulai dari saat sekolah, kuliah, dan juga merancang busana yang sesuai tema untuk acara wisudanya. Lalu bisa mendirikan Cake castle adalah sebuah anugerah untuknya.
Dan dulu sekali, ia punya rencana tentang pernikahan nya. Menikah dengan lelaki yang ia cintai, dikaruniai anak-anak yang lucu, lalu diliputi sebuah kebahagiaan hingga bisa menua bersama. Semua terasa mudah dan sederhana.
Dari kecil rencananya tidak ada yang luput, ia sudah terbiasa mendapatkan semuanya. Jadi ketika satu hal saja tidak sesuai dengan rencananya. Maka ia tidak dapat lagi merasakan eforia bahagia itu. Hidupnya terasa kacau, rencananya buyar seketika.
Ini memang keputusan Kimi, ia mencoba mengabaikan kebahagiaan nya demi Papa nya yang kini selalu melebarkan senyumnya.
"Bagaimana dengan mu, Kimi?"
Tanya lelaki gempal itu yang merupakan Pamannya Arkan. Yang katanya adalah saudara dari Tante Fatma.
Ia menghela napasnya, "Saya menerima lamaran dari, Mas Arkan." Jawab Kimi dengan kaku saat menyebut Mas pada Arkan.
Sejenak Kimi bisa melihat mata Papa yang dengan sorot bangga menatapnya, juga belaian lembut Mama di punggungnya saat ini. Ia tahu, Mama juga sedang melebarkan senyum disebelahnya. diseberang nya Kimi melirik seorang pria yang duduk diapit oleh Ibu dan Pamanya itu sedang menatap kearahnya yang hanya menunduk. Tidak ada senyuman disana, tetapi tatapannya seolah menelisik Kimi.
"Apa mahar yang kamu minta, Kimi?" Tanya Paman Arkan yang ia ketahui namanya Arifin.
"Apa saja, yang tidak memberatkan tetapi juga tidak merendahkan saya."
"Sebutkan saja, Nak. Biar Arkan mencarikannya." Kata Bu Fatma padanya.
Kimi menggeleng, "Saya tidak mau merepotkan siapapun, Tante. Apapun yang Mas Arkan berikan untuk dijadikan mahar akan saya terima."
"Baiklah jika begitu, Nak. Pak Galang dan Ibu Amy, kapan kita akan menyelenggarakan pernikahan kedua anak kita.?" Tante Fatma menatap Mama yang juga menatap Pada Papa.
"Bagaimana jika besok lusa? Lebih cepat lebih baik." Jawab Papa.
"Bagaimana Nak, Kimi? Apa kamu setuju menikah besok lusa?" Tanya Tante Fatma lagi padanya.
Kimi hanya mengangguk, "Tapi saya punya satu syarat, Tante."
"Katakan, Nak."
Kimi menatap Papa yang kini juga menatapnya, menunggu ucapannya. "Saya tidak ingin ada resepsi."
"Kimi, kenapa mengambil keputusan sepihak, begini? Ini pernikahan kalian berdua. " protes Papa dengan tidak setuju. Kedua alis Papa nyaris menyatu membuatnya segera menundukkan kepalanya lagi.
Arkana menyahut dengan pelan, "Saya tidak keberatan, Om. Jika Kimi tidak menginginkan resepsi." Jawaban Arkan membuat Papa diam.
Kimi tahu setelah ini hidupnya tidak akan sama lagi, akan ada berbagai masalah yang akan ia hadapi. Karena, baginya. Arkana lah masalah itu.
*Sehari sebelum lamaran tiba*.
Pagi adalah awal, pagi adalah Kesempatan baru, pagi adalah lembaran baru. Kiasan itu tidak terdengar berlebihan. Sama halnya pagi dengan guyuran hujan kali ini, Kimi akan menentukan kehidupannya. Keputusan itu akan memberikan lembaran baru pada kisahnya.
Ini adalah hari kedua setelah Papa mengalami krisis hipertensi waktu itu. Kimi menatap tetes hujan yang berjatuhan cepat diteras depan. Butiran demi butiran itu berjatuhan membasahi tanah yang tergenang air. Sesekali memercik menyentuh lantai teras yang dilapisi granit itu.
Ia menatap Papa yang sedari tadi duduk diteras depan sembari membacakan dongeng untuk Rania yang berada dipangkuan nya. Cucunya itu sesekali bertanya saat menemukan hal yang menarik. Ia menghampiri Papa lalu mendudukan dirinya disebelah Papa.
" Apa ngga dingin, Pa. Duduk disini?"
Tanyanya, membuat Papa menoleh kepadanya.
"Papa suka suasana hujan, Kimi." Jawab Papa.
"Ujan nya cantik, Tante." Ujar Rania, ia mengelus puncak kepala keponakannya itu.
"Tuh, cucu Opa aja, tau. Tante ngga tau apa-apa, yah?"
Ucap Papa seraya menjawil pucuk hidung Rania yang tertawa geli.
Kimi kembali diam, menatap Papa yang kembali membacakan dongeng nya itu. Papa bercerita dengan ekspresif, mimik wajah serta intonasinya mengikuti alur cerita. Nada nya dibuat bervariasi, dengan berusaha menunjukan emosinya saat bercerita. Membuat Kimi tertawa pelan demi melihat sisi lain dari Papa. Ia baru tahu jika Papa bisa sehangat ini saat bersama cucunya.
Kimi mengalihkan tatapannya, menatap hujan yang cantik itu kata Rania. Yang katanya membawa kesejukan ditengah panasnya kehidupan.Yang katanya hujan adalah cara alam untuk menenangkan jiwa yang gelisah.
Kimi menghela napasnya, ini adalah saat untuk mengatakan keputusan nya. Setelah memikirkan berbagai pertanyaan, menanti jawaban. Kimi akan mencobanya, ia akan buktikan sendiri. Benarkah ini jawaban untuknya?.
"Kimi menerima perjodohan itu, Pa." Ucapnya dengan cepat.
Papa tertegun, ia menghetikan bacaan nya demi menatap Kimi. Matanya menelisik mencari kebenaran didalam nya. "Kamu serius?"
Mungkin ini memang keputusan yang tepat, karena Kimi bisa melihat senyum lebar Papa saat ia menganggukan kepalanya.
"Kimi mau, menikah dengan putra dari sahabat, Papa." Lanjutnya lagi.
Saat itulah, Kimi dapat merasakan sentuhan hangat ditelapak tangannya saat dilingkupi genggaman Papa. Juga ucapan setelahnya yang membuat Kimi merasa semakin yakin.
"Terimakasih, Nak. Papa senang Kimi mengambil keputusan ini." ucap Papa dengan senyum yang masih terpatri diwajahnya.
Bersama dengan butiran butiran hujan, juga pagi yang kini terasa hangat. Kimi mengangguk bersamaan dengan celetukan Rania yang meminta untuk dibacakan lagi cerita.
"Ayo, Opa. Cerita lagi! Malah dengerin ucapannya Tante, Kimi. Ceritanya ngga dilanjut." Protes Rania yang belum genap dua tahun itu.
Ia dan Papa tertawa bersama, lalu ia mulai mengambil alih Rania meminta untuk duduk dipangkuannya dan mulai menceritakan dongeng untuk putri kakak nya itu.
Dan ucapan Papa membuatnya menoleh sejenak.
"Papa ngga bisa percaya yang lainnya, Kimi. Papa merasa ngga ada yang lebih baik buat kamu, selain dari Arkana." Ucap Papa lagi.
Kimi pernah mendengar kalimat itu dari Yana, saat kakanya itu diam-diam ke kamarnya mengantarkan makan malam untuk Kimi.
"*Kamu tau, kan. Gimana deketnya Papa sama almarhum Papanya Arkan. Papa ngerasa ngga ada yang lebih baik buat kamu, selain dari Arkana*."
"Asal kamu tahu, Nak. Papa dan Mama Peduli sama Kimi.
"*Tapi yang pasti, kami selalu ingin yang terbaik buat kamu. Mama dan Papa peduli sama kamu, Kim*."
Membuat hati Kimi menghangat, ia menggenggam buku dongeng ditangannya itu erat.
Satu hal yang baru Kimi tahu kebenaran nya. Ia bukan tidak mendapatkan kasih dan sayang itu. Tetapi, Kimi hanya tidak bisa menyadari kasih dan sayang itu lebih awal. Jadi ketika ia baru menyadarinya, ia sangat mensyukuri nya. Sebab, ia masih belum terlambat untuk menyadari hal itu.