"Angelica, seorang wanita tegar berusia 40 tahun, berani dalam menghadapi kesulitan. Namun, ketika dia secara bertahap kehilangan motivasinya untuk berjuang, pertemuan tak terduga dengan seorang pria tampan mengubah nasibnya sepenuhnya.
Axel yang berusia 25 tahun masih muda tetapi sombong dan berkuasa, cintanya yang penuh gairah dan kebaikannya menghidupkan kembali Angelica.
Bisakah dia menyembuhkan bekas lukanya dan percaya pada cinta lagi?
Kisah dua sejoli yang bersemangat dan berjuang ini akan membuktikan bahwa usia tidak pernah menjadi penghalang dalam mengejar kebahagiaan."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angie de Suaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11
Marisolio dan Sarah menatap pintu kantor yang baru saja ditutup Axel dengan mulut menganga.
Siapa wanita asing yang digandeng oleh bos besar itu tanpa sedikit pun menoleh ke arah mereka? Seolah mereka tak ada di sana. Marisolio, tentu saja, langsung ingin tahu gosip lengkapnya.
Ia tak akan pernah melupakan pandangan Axel kepada wanita murung itu—perpaduan antara keterkejutan, kebahagiaan, dan kebingungan. Tak ada yang menyangka bahwa di balik pintu itu, Axel mencium Angélica dengan gairah yang begitu menggebu.
Axel menciumnya seolah hidupnya bergantung pada itu. Angélica, terbawa suasana, bertanya-tanya apa yang terjadi dengan pria ini yang tiba-tiba kehilangan kendali.
Baru dua hari lalu pria itu sendiri meminta agar mereka melupakan kejadian di kantor, namun kini dia bertindak seolah tak bisa menahan rasa tertarik yang menyatukan mereka.
Angélica tahu bahwa ia akan menyeberangi batas itu lagi—dan kali ini bukan untuk menghindari membayar gaun. Dia tahu ini berisiko. Namun pengalaman sebelumnya dengan Axel meninggalkan bekas yang dalam.
Namun ia tidak ingin Axel berpikir bahwa dia datang hanya untuk mencari keintiman. Dia berusaha memperjelas niatnya.
—“Tunggu, Tuan Darko. Apa yang sedang Anda lakukan?”—tanyanya, masih mencoba menjaga kewarasannya.—“Saya ke sini hanya untuk menanyakan uang pesangon saya. Bukan untuk mengulangi kejadian dua hari lalu. Jangan salah paham.”
Axel memandangnya, mencoba menangkap sinyal dari wajahnya. Ia sadar, memang benar Angélica telah dipecat oleh Bu Ramona. Tapi dia tak ingin membuang kesempatan ini. Ia kembali mendekat dan mencium Angélica, yang akhirnya menyerah dan membalasnya.
—“Percayalah, aku sungguh ingin kamu kembali bekerja di perusahaan ini. Pemecatanmu tidak adil. Aku sudah minta agar kamu direkrut kembali,” bisiknya sambil terus mencium pipi dan keningnya.
—“Kalau itu maksudnya, aku bersedia kembali. Tapi kenapa kau menciumku, padahal sebelumnya bilang tidak akan terjadi lagi?”—Angélica bertanya dengan nada bingung.
—“Aku tahu, aku memang pernah bilang begitu. Tapi... aku rindu kamu. Sangat.” Suaranya pelan, hampir seperti bisikan.
—“Kalau hanya kali ini saja... mungkin bisa kupikirkan,” jawab Angélica, akhirnya tersenyum. Ia pun menanggalkan seragamnya perlahan, melipatnya dengan rapi, lalu duduk di kursi, hanya dengan pakaian dalam seadanya.
Axel pun segera mengikuti langkahnya. Keintiman pun terjadi di antara mereka, kali ini bukan karena terpaksa, bukan karena trik, tapi karena keinginan yang sama-sama tak tertahan.
Mereka membiarkan diri mereka larut dalam hasrat yang meledak-ledak, tanpa banyak kata. Seolah waktu berhenti di ruangan itu. Mereka saling memberi dan menerima tanpa penjelasan panjang.
Setelah semuanya selesai, Axel memeluk Angélica erat. Napas mereka masih belum beraturan, tubuh mereka masih bersandar satu sama lain dalam keheningan yang damai.
Kemudian, tanpa berkata apa pun, Axel menggandeng tangannya ke kamar mandi pribadinya.
—“Ayo mandi bersamaku,” ucapnya sambil tersenyum, melihat keraguan di wajah Angélica.
Mereka masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri. Namun suasana hangat dan kedekatan di antara mereka tidak bisa dipadamkan begitu saja. Dalam kebersamaan itu, kedekatan mereka kembali memuncak.
Axel, yang sejak awal ingin memperpanjang kebersamaan itu, kembali mendekatinya. Kali ini, Angélica tidak menolak.
---