Luna Arindya, pemanah profesional dari dunia modern, meninggal tragis dalam sebuah kompetisi internasional. Saat membuka mata, ia mendapati dirinya berada di dalam novel fantasi yang pernah ia baca—dan menempati tubuh Putri Keempat Kekaisaran Awan. Putri yang lemah, tak dianggap, hidupnya penuh penghinaan, dan dalam cerita asli berakhir tragis sebagai persembahan untuk Kaisar Kegelapan.
Kaisar Kegelapan—penguasa misterius yang jarang menampakkan diri—terkenal dingin, kejam, dan membenci semua wanita. Konon, tak satu pun wanita yang mendekatinya bisa bertahan hidup lebih dari tiga hari. Ia tak tertarik pada cinta, tak percaya pada kelembutan, dan menganggap wanita hanyalah sumber masalah.
Namun semua berubah ketika pengantin yang dikirim ke istananya bukan gadis lemah seperti yang ia bayangkan. Luna, dengan keberanian dan tatapan tajam khas seorang pemanah, menolak tunduk padanya. Alih-alih menangis atau memohon, gadis itu berani menantang, mengomentari, bahkan mengolok-olok
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Pernikahan Dan Perjamuan
Balairung kegelapan masih dipenuhi keheningan tegang. Setiap tatapan tertuju pada Rui Zhi Han dan Kaisar Kegelapan yang berdiri hanya sejengkal, seperti dua bintang berbeda yang saling menantang.
Namun suasana yang tegang itu seketika berubah saat Rui menatap ke arah jubah panjang Kaisar… dan alisnya terangkat.
“Kenapa kau memandangi ku seperti itu?" tanya kaisar
"Tidak ada.... aku hanya sedang meneliti pakaian anda, apa ini pakaian pernikahan atau pemakaman kenapa gelap sekali?" ujar Rui
Kali ini bahkan Kaisar sendiri terdiam sepersekian detik—ia tidak menyangka gadis ini akan bicara seberani itu.
"Ini sangat tidak menarik" ujar Rui lalu dalam kedipan mata pakaian kaisar berubah merah.
"Ini baru terlihat pengantin sungguhan dan terlihat tampan, ayo kita lakukan upacaranya" ujar Rui lagi dengan santai lalu menggandeng tangan kaisar sampai sampai kaisar tidak bisa berkata apapun sangking kagetnya.
Sedangkan para pengawal di sisi kanan dan kiri langsung menunduk semakin dalam. Mereka tahu, jika ini wanita lain, kepala sudah melayang. Tapi Kaisar justru… terdiam
Setelah upacara pernikahan selesai di laksanakan, Kaisar akhirnya memberi isyarat tangan. “Sajikan jamuan.”
Pelayan istana bergerak cepat, mengeluarkan meja panjang berlapis hitam obsidian, dengan piring-piring emas berisi daging panggang, buah-buah merah darah, dan minuman hitam pekat berkilau.
Rui duduk tanpa ragu, mengambil kursi di sisi kiri Kaisar. Tidak ada rasa takut sedikit pun padahal, siapa pun tahu, hanya keluarga kegelapan inti yang berani duduk di dekat Kaisar.
Lan Mei sempat ingin menarik lengan tuannya, tapi Rui hanya menepuk tangannya pelan. “Tenang saja, Mei. Aku ini istrinya, jadi wajar duduk di sebelahnya bukan, kecuali jika aku hanya simpanannya. Lalu kalau kita mati hanya karena duduk, itu artinya istana ini lebih kejam dari yang dikatakan orang.”
Lan Mei tercekat, lalu menutup mulutnya rapat. Tapi wajahnya merah, menahan campuran takut dan… kagum.
Kaisar menatap Rui dengan mata menyipit. “Kau benar-benar suka menguji batas, ya?”
Rui mengangkat cangkir emas di hadapannya, memeriksa minuman hitam pekat itu. “Batas apa, Yang Mulia? Saya hanya duduk di kursi kosong. Kalau kursi ini memang terlarang, seharusnya diberi tanda.” ujar nya sembari mengedipkan mata
“…..”
Kaisar menahan tawa—dan ia kalah lagi. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, balairung istana kegelapan dipenuhi rasa… aneh. Seperti ada udara segar yang masuk bersama keberanian wanita ini.
Rui meneguk minuman itu dengan tenang. Rasanya pahit, tapi ia menahan ekspresi.
“Hmm, tidak terlalu buruk. Tapi agak hambar. Mungkin sedikit madu akan membuatnya lebih enak.”
Kaisar yang biasanya dikenal sebagai penguasa paling menakutkan… justru mendengarkan komentar itu sambil menopang dagunya.
“Baik. Catat. Mulai sekarang, sediakan madu di meja jamuan.”
Para pelayan terpaku, hampir menjatuhkan piring mereka. Apa mereka baru saja mendengar Kaisar mengubah aturan makan hanya karena ucapan seorang wanita?
Lan Mei menatap tuannya dengan mulut terbuka, lalu buru-buru menutupnya. Dalam hati ia berseru: Nona… kau benar-benar bukan manusia biasa!
Saat jamuan berlangsung, Lan Mei berada di luar ruangan tapi di sediakan buah untuknya , Lan Mei yang biasanya diam mulai memberanikan diri mencicipi hidangan. Ia mengambil sepotong buah merah, menggigit perlahan. Tapi tanpa sengaja jus buah itu menetes ke bibirnya.
Salah satu pengawal pribadi Kaisar yang berdiri tak jauh menatap Lan Mei begitu berbinar, lalu wajahnya langsung merah padam. Ia buru-buru menunduk, tapi gerakan kikuknya jelas terlihat.
Lan Mei menyadarinya. Alih-alih panik, ia justru menaikkan alis. “Apa kau belum pernah melihat orang makan buah?” tanyanya lantang.
Suasana meja mendadak sunyi. Rui hampir tersedak menahan tawa, sementara Kaisar langsung menoleh ke arah pengawal itu.
Pengawal itu hampir jatuh bersujud, wajahnya merah seperti udang rebus.
“A-Ampun, Yang Mulia!”
Tapi Kaisar hanya tertawa kecil, “Rupanya pelayan Putri Awan ini lebih tajam lidahnya daripada pedang. Sangat cocok dengan permaisuri”
Lan Mei sedikit terkejut karena Kaisar tidak marah. Ia melirik Rui, yang hanya mengedipkan mata dengan senyum nakal.
Setelah semua kembali tenang, Kaisar menatap Rui dalam-dalam.
“Putri Awan… kau sungguh berbeda dari wanita mana pun yang pernah kulihat. Tapi katakan, apa sebenarnya tujuanmu datang ke sini? Apakah kau benar-benar rela menjadi pengantin Kaisar Kegelapan?”
Semua mata menatap Rui, menunggu jawabannya.
Namun gadis itu hanya menopang dagunya, menatap balik dengan santai.
“Kalau saya jawab ‘ya’, bukankah terdengar terlalu mudah? Dan kalau saya jawab ‘tidak’, bukankah itu membuat Yang Mulia kecewa?”
kaisar terdiam memandangi Rui lekat, begitu juga seluruh yang ada ruangan menahan napas.
Kaisar lalu mengeluarkan suara rendah.“Kau pintar memutar kata. Tapi ingat, permainan kata tidak akan bisa menyelamatkanmu kalau aku menginginkan lebih dari sekadar jawaban.”
Rui tersenyum, lalu mendekat sedikit, suaranya lirih namun bisa terdengar jelas.
“Kalau begitu, Yang Mulia… bukankah lebih menarik kalau kita biarkan waktu yang menjawab?”
Tatapan mereka bertemu lagi tajam, penuh tantangan. Seolah api dan air yang bertemu, tidak ada yang mau mengalah.
Lan Mei menatap keduanya dengan gugup. Dalam hatinya, ia tahu ini bukan sekadar jamuan. Ini awal dari permainan tarik-menarik yang bisa menentukan nasib dua kekaisaran.
Namun bagi Rui, ini bukan hanya soal politik. Ini soal membalik takdir yang sudah ditulis. Dan bagi Kaisar… ini pertama kalinya seorang wanita membuatnya merasa hidup kembali.
Semua orang tau jika malam ini adalah malam yang mengubah Segalanya. Setelah jamuan selesai, Kaisar tidak langsung membubarkan. Ia berdiri, menatap Rui dari atas singgasananya.
“Malam ini, istana ini akan menyiapkan kediaman untukmu. Tapi ingat, Putri Awan… sejak kau melangkah masuk, kau bukan lagi sekadar putri asing. Kau adalah pengantin Kaisar Kegelapan. Dan itu berarti kau milikku.”
Rui berdiri, merapikan gaunnya, lalu menatap Kaisar dengan senyum samar.
“Kalau begitu, saya harap Yang Mulia tidak mudah bosan dengan mainannya. Dan anda juga harus ingat jika anda juga sekarang milikku, tidak ada selir ataupun Harem”
“…..”
"Jika ada Harem di istana ini, siam siap mereka kehilangan nyawa atau tubuh mereka. Karena aku tidak suka milikku di bagi" ujar Rui
Kata-kata itu menggema di seluruh balairung, membuat para pejabat ternganga. Wanita ini benar-benar tidak takut mati!
Tapi sekali lagi, Kaisar hanya terdiam dan menahan tertawa, saat mendengar ucapan Rui yang menganggap nya miliknya, semua orang terdiam dan shock
Malam itu, istana kegelapan berubah. Untuk pertama kalinya, para pengawal dan pelayan berbisik dengan nada kagum bukan hanya takut. Seorang wanita dari Kekaisaran Awan telah datang, bukan dengan air mata atau ketakutan, tapi dengan senyum dan kata-kata yang menusuk.
Dan Kaisar Kegelapan? Ia, sang penguasa tak terkalahkan, akhirnya menemukan sesuatu yang tak bisa ia hancurkan dengan pedang atau api.
Sebuah permainan hati yang bahkan lebih berbahaya daripada perang.
Bersambung…