azalea steffani leandra seorang anak tunggal kaya raya ,ceria dan juga manja dipertemukan dengan seorang pria yang sifatnya berbanding terbalik dengannya dan ternyata pria itu adalah pengasuhnya ketika ibunya tidak ada dirumah (bodyguard)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayel_zaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEKACAUAN
setelah menyetujui ucapan gavin, mereka segera kembali kerumah lea. sesampainya disana, lea menyerngitkan dahinya ketika melihat mobil porsche milik mamanya terparkir dihalaman depan.
seharusnya sekarang ini mamanya masih sibuk bekerja dan belum saatnya kembali tapi kenapa kini berbeda?
lea berjalan lebih dulu diikuti gavin dibelakangnya, dan benar saja, mama nya itu sudah kembali tapi kenapa secepat ini? bukannya tak senang, lea hanya merasa bingung, karna biasanya juga mamanya pasti akan lebih banyak menghabiskan waktu bekerja diluar dari pada tinggal dirumah bersamanya.
tentu saja bahagia, dia segera berlari ke mamanya dan memeluknya. zea membalas pelukan hangat dari putrinya itu, sesekali merapikan rambut putrinya yang jatuh menutupi wajah indahnya.
setelah melepaskan pelukan dari putrinya, zea memalingkan wajahnya melihat seorang pria yang berdiri di dekat pintu.
lea mengikuti arah tuju mama nya. " itu bodyguard aku yang mama suruh buat jagain aku" ucap lea memberitahu.
zea mengangguk, dari awal dia sudah mengetahui itu.
lea beralih melihat beberapa koper disisi mama nya, " mama mau kemana?" tanyanya.
" mama mau pergi lagi karna urusan mama diperusahaan belum selesai" jawabnya, wajah lea berubah, dia terlihat sangat semringah tadi, ia berfikir bahwa mama nya pulang untuk menghabiskan waktu bersama, ternyata salah.
lea tertawa, ia mengusap ujung matanya yang berair," mama benar-benar gak ada waktu buat aku sebentar?" tanya nya, dia menggigit bibir bawahnya, sekuat tenaga dia menahan dirinya untuk tidak menangis, dia tidak ingin gavin melihat sisi lain dirinya yang begitu menyedihkan.
" mama sibuk " zea membalikkan wajahnya tidak ingin melihat putrinya.
" sampai gak bisa tinggal dirumah sehari ?" ia menatap lekat ibunya.
zea diam tak menghiraukan ucapan-ucapan lea.
" mereka bilang, perusahaan papa udah diambil alih paman untuk sementara, jadi mama bisa istirahat dirumah."
" cukup.." zea meminta lea untuk berhenti melanjutkan ucapannya.
" aku juga tau kalau selama ini mama cuma pergi sama teman-teman mama, mama gak peduli sama perusahaan yang udah dibangun papa mati-matian..."
"CUKUP..!!"
PRAHHHHK..
zea melemparkan vas bunga kaca dihadapan lea, membuatnya terkejut dan tanpa sengaja air matanya mulai meluncur perlahan dari kelopak matanya, membuat jejak air dipipi.
" mama sudah mengatakan berkali-kali untuk TIDAK MENGUNGKIT PAPA KAMU LAGI " zea berteriak melampiaskan amarahnya pada putrinya.
" KENAPA MAMA SELALU NGELARANG AKU?, DIA PAPA AKU,"
PLAKK..
" TAPI DIA SUDAH MATI "
tubuh lea gemetar, air matanya kembali berjatuhan mengaburkan pandangannya, membuat dunia disekitarnya menjadi samar.
zea yang tidak ingin melanjutkannya segera pergi meninggalkan putrinya dan kediaman rumahnya.
sedangkan lea, dia masih berdiri, gavin yang melihat semua itu juga tak tahu harus bagaimana, dia juga tidak mengetahui bahwa hubungan antara mereka seperti ini.
dia melangkah maju mendekati lea.
" l-lo pulang aja" minta lea.
" gue mau sendiri " setelah mengatakan itu, lea pergi menaiki anak tangga menuju kekamarnya, ia tampak begitu menyedihkan.
gavin melangkahkan kakinya keluar dari rumah lea, dia hanya membutuhkan waktu sendirian, gavin mengerti tapi dia tetap tidak berniat pulang, dia memutuskan untuk menetap ditaman yang dekat dengan rumahnya lea, jika terjadi sesuatu dengan gadis itu dia bisa dengan cepat menemuinya.
Lea berdiri menatap dirinya dipantulan cermin, tangisnya pecah saat tangannya meraih sebuah bingkai berisi foto keluarga kecil mereka yang tampak begitu bahagia, foto itu sudah terlihat sangat usang karna foto tersebut diambil pada saat lea masih berumur 4 tahun, setahun sebelum kepergian papanya.
derau tangis nya menjadi semakin keras, dia benar-benar tidak menyangka bahwa keluarga nya akan berakhir seperti ini, dia juga tidak mengetahui mengapa ibunya terlihat membenci papanya.
Ia menangis tersedu-sedu, memohon agar semua ini bisa berakhir. Kemudian, kelelahan mengalahkan segalanya, dan ia ketiduran dengan bibir yang masih bergetar.
Sedangkan gavin masih setia menetap ditaman itu hingga saat ini, dan ini sudah pukul 22:25 dia menyipitkan matanya ketika melihat seseorang memasuki kediaman rumah lea, dia tak salah melihat, itu ibunya lea, tapi kenapa dia kembali?
setelah terbangun dari tidurnya tadi, lea segera membersihkan dirinya. matanya terlihat sembab akibat menangis.
dia ingin pergi berjalan-jalan untuk menghirup udara segar diluar, juga untuk menghilangkan kegundahan dihatinya.
tapi kemunculan ibunya membuatnya terkejut, bukannya ia tadi pergi, kenapa sekarang sudah kembali?, lea mencoba untuk tidak menghiraukannya, dia hanya ingin keluar untuk berjalan-jalan saja.
" mau kemana?" tanya zea.
" bukan urusan mama" jawabnya, tetapi jawaban itu justru membuat zea kesal.
PLAKKK...
lagi-lagi zea menampar wajah putrinya.
lea mendengus," mama hobi banget yah main tangan " lea justru balik menantang.
" aku cuma mau pergi jalan sebentar" lea memberitahu apa yang akan dia lakukan, tak mendapat respon apapun dari zea, lea terus terang pergi melangkah meninggalkan rumah.
" enggak boleh " ketus zea.
lea menghentikan langkahnya, ia kembali menoleh ke mamanya," mama mau terus larang aku sampai kapan? aku udah dewasa, bisa jaga diri." setelah mengatakan itu, lea kembali melangkah pergi meninggalkan rumah tanpa menghiraukan mamanya.
" LEA...."
" KAMU UDAH BERANI MELAWAN MAMA!!!
" LEAAA..!!"
***
Angin malam berhembus lembut, membelai wajah dengan penuh kasih sayang, menciptakan suasana damai dan tenang, gadis itu begitu menikmatinya, kini wajahnya masih terlihat sembab.
sesekali dia mengusap air yang keluar dari ujung matanya, berharap suatu hari nanti hubungannya dan ibunya bisa kembali seperti dulu. ahh... jika mengingat itu, membuatnya ingin menangis lagi.
Malam itu terasa sunyi, hanya suara angin yang berhembus pelan-pelan, menciptakan suasana yang damai dan tenang, langkah kaki seseorang terdengar seperti berjalan menuju kearahnya. ia masih berjalan menunduk, hingga bayangan orang itu semakin dekat dengannya dan berhenti.
saat itu juga lea berhenti dan mendongakkan kepalanya melihat siapa orang itu. ia masih diam saat melihat orang itu, ntah kenapa dia merasa membutuhkan sandaran, juga kasih sayang setiap kali melihat pria itu.
Tanpa berkata apa-apa, ia memeluk pria itu erat seolah dunia di sekitarnya tak lagi penting. Tubuhnya bergetar di pelukan lelaki itu, dan akhirnya tangisnya pecah, tumpah di dadanya. Pria itu tak berkata apa-apa, hanya mengusap rambutnya perlahan, menunduk dan membisikkan, "I'm always there, whenever you need me"
mendengar itu justru membuat lea semakin menangis sejadi-jadinya, dia ingin terus bersama gavin, di dadanya, ia merasakan kehangatan yang selama ini ia rindukan, tempat yang membuatnya merasa aman. Tapi rasa sakit dalam dadanya tak bisa lagi dibendung. Tangisnya meledak, bukan karena lemah, tapi karena akhirnya ia merasa cukup kuat untuk jujur.
Di sisi lain, pria itu memejamkan mata, membiarkan air mata gadis itu meresap di bajunya.
Mereka duduk berdampingan di bangku taman, di bawah langit malam yang bertabur bintang. Lampu-lampu taman menyala temaram, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti mereka. Angin malam menyapu pelan, sejuk tapi tak menusuk, seolah ikut menjaga ruang aman yang terbentuk di antara dua hati yang saling diam.
gadis itu menatap ke depan, tapi pikirannya tak berada di sana. Tatapannya kosong, bibirnya bergetar pelan sebelum akhirnya berkata, "gue capek." Suaranya nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat pria di sebelahnya menoleh.
Ia tak langsung menjawab. Ia hanya memperhatikan wajahnya, menunggu dengan sabar.
Dan di bawah langit malam yang hening, untuk pertama kalinya ia membiarkan dirinya rapuh—karena akhirnya, ada seseorang yang mau bertahan bersamanya, bahkan dalam diamnya.
" gue cuma mau keluarga gue kembali kayak dulu " akhirnya ia meluapkan nya, ia tak pernah bercerita masalahnya kepada orang lain dan ini pertama kalinya dia menceritakan nya bahkan pada seorang pria yang baru dia kenal selama beberapa bulan.