Cerita ini season dua dari Istri Kesayangan Bule Sultan. Bercerita tentang perseteruan antar ayah dan anak yang berlomba-lomba merebut perhatian Mommy nya.
"Hari ini Mommy akan tidak bersama ku."
"Tidak! Mommy milik adek!"
"Kalian berdua jangan bertengkar karena karena Mommy akan tidur dengan Daddy, bukan dengan kalian berdua."
"Daddy!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mawar Jk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 12
"Mia gak mau tau! Pokoknya Mia mau beli barbie baru di mas-mas itu!"
“MIA!” bentak Romlah, mengangkat sedikit tubuh cucunya yang masih menangis sambil menghentak-hentakkan kaki. “Diam! Kalau kamu terus-terusan kayak gini, nenek gak bakal beliin apa-apa!”
Tapi ancaman itu tak cukup memadamkan tangis Mia. Bocah perempuan berusia lima tahun itu terus merengek, menyebut-nyebut “mas-mas barbie” yang baru saja lewat di depan rumah mereka.
Teriakan itu menggema sampai ke rumah sebelah. Melati sudah biasa mendengarnya, karena setiap anak itu menginginkan sesuatu harus selalu dituruti. Kapan tidak, maka anak itu akan berteriak seperti sekarang ini.
Tapi berbeda dengan Aidan, Matthew dan Arvid yang tidak terlalu nyaman dengan teriakan itu. Hanya persoalan mainan mereka saling membentak seperti itu.
Melati menoleh pada cucu-cucunya—Matthew dan Aidan yang sedang memainkan mainan yang mereka beli bersama Daddynya, Arvid.
Maizah di dapur membuat pisang peppe bersama Lily, Dahlia dan Lisa. Makanan yang wajib dimakan Maizah karena sudah lama tidak mencicipi makanan khas Sulawesi Selatan itu.
"Dad itu suara siapa?" Tanya Aidan yang memang sering banyak tanya.
“Dad, itu suara siapa?” tanya Aidan, suaranya pelan tapi penasaran. Seperti biasa, ia adalah si kecil yang penuh pertanyaan.
"Tetangga, kita gak boleh ikut campur jadi kamu main saja ya." Ucap Arvid.
"Pisang peppe nya sudah siap," ucap Dahlia membawa satu piring full Pisang peppe. Di belakangnya ada Maizah yang membawa sambal sebagai pelengkap.
"Ini yang pedas dan ini yang tidak pedas," kata Maizah menujuk sabel itu. "Aidan dan Matthew makan yang ini ya sayang," Lanjutnya.
"Yes mom, thank you.."
"Sama-sama sayang,"
Mereka semua berkumpul dan makan Pisang peppe itu. Tak lupa Maizah mengambil foto dan mengunggahnya di status wa. Nanti kalau mertuanya liat, pasti sudah langsung di telpon.
"Mau ikut sama kakek keliling naik motor gak?" Tanya Akhdan di sela-sela makan pada kedua cucunya.
"Mau!" Seru Aidan dengan cepat, Matthew hanya mengangguk antusias karena mulutnya penuh Pisang peppe.
"Pelan-pelan sayang," Maizah mengusap pinggir bibir Matthew yang penuh saus. Anak itu hanya tersenyum lalu kembali mengunyah.
Akhdan terkekeh melihat keantusiasan kedua cucunya. "Makan Pisang peppe dulu ya, setelah itu baru kita keliling."
"Siap!"
"Kalian besok ke kosan dek?" Tanya Maizah pada Lily dan Lisa. Kedua anak yang dulunya masih smp itu kini sudah berkuliah di tempat yang sama dengan Maizah.
Keduanya kos bersama di dekat kampus dan pondoknya pun sama dengan kosan Maizah yang dulu juga.
"Iya kak, kita ada ujian pukul 10 jadi harus ke kos besok pagi." Jawab Lily.
Lisa mengangguk membenarkan. “Kita juga mau mampir ke pasar dulu, beli kebutuhan mingguan. Stok mie instan dan oatmeal udah habis,” tambahnya sambil tertawa kecil.
Maizah tersenyum. Ia masih ingat betul masa-masa kuliah dulu. Kosan sempit yang penuh tawa dan tangis, tugas-tugas yang datang bertubi-tubi, dan aroma mie rebus yang selalu jadi penyelamat malam.
"Onty Lily dan Onty Lisa mau pergi?" Tanya Aidan yang mengerti dengan pembicaraan mereka.
“Onty harus sekolah, sayang,” jawab Lily seraya mengelus kepala Aidan dengan lembut.
Anak itu memiringkan kepala, bingung. “Aidan dan Kak Matthew sudah libur, kok kalian gak libur juga?”
Lisa tertawa pelan sebelum menjawab, “Kami baru ujian minggu ini, setelah itu baru libur kayak kalian.”
"Oh..." Aidan tampak tidak bersemangat setelah mengetahui kedua onty nya akan pergi.
"Jangan sedih dong, kan mau keliling sama Kakek. Ayo kita keliling!" Akhdan mengajak mereka mengalihkan perhatian agar tidak sedih lagi.
"Ok!"
Tuh kan, mereka sudah ceria lagi. Keduanya berjalan menggandeng tangan Akhdan keluar rumah. “Kalian mau duduk di depan atau di belakang?” tanya Akhdan saat ketiganya sudah di halaman rumah, motor matic berwarna hitam sudah menunggu.
“Di depan!” seru Aidan, tangan kecilnya sudah meraih spion motor dengan semangat.
"Matthew di belakang aja," jawab Matthew yang mengerti kalau mereka gak cukup kalau dia juga di depan.
Akhdan menaikkan kedua cucunya di motor, Aidan di depan dan Matthew di belakang. “Matthew peluk Kakek ya, biar gak jatuh,” kata Akhdan sambil membantu Matthew naik ke jok belakang.
“Iya Kek,” jawab bocah itu mantap.
Dengan hati-hati, Akhdan menyalakan mesin. Suara motor itu meraung pelan, lalu perlahan melaju keluar dari halaman rumah.
Akhdan pun menyalakan mesin motor matic itu dan menjalankannya dengan pelan. Melewati rumah tetangga dan luasnya sawah.
“Lihat sawahnya, Kek!” teriak Aidan senang, tangannya menunjuk ke arah beberapa burung bangau yang terbang rendah.
“Iya, itu namanya burung kuntul,” kata Akhdan menjelaskan.
“Kenapa mereka di sana?” tanya Matthew, yang memeluk pinggang sang kakek erat.
“Karena di sawah banyak makanan buat mereka. Ada belalang, ada katak juga,” jawab Akhdan.
“Ew katak,” Aidan mengernyit.
“Tapi katak itu penting, karena mereka makan nyamuk. Jadi manusia gak kegigit,” jelas Akhdan.
Keduanya mengangguk, mencoba memahami penjelasan yang cukup rumit untuk anak-anak seusia mereka. Tapi yang jelas, mereka senang. Angin menyapu rambut mereka, aroma lumpur basah dan rerumputan seolah menenangkan.
Suara serangga mulai terdengar dari sela-sela ilalang. Langit mulai berubah warna menjadi jingga kemerahan, tanda sore menjelang malam.
Tiba-tiba terdengar suara keras dari sisi jalan.
"Akhdan!"
Perlahan Akhdan mengerem motor saat ada kenalan yang menyapanya. "Wahh cucu pulang ya?" Tanya laki-laki yang sebaya dengan Akhdan itu.
“Wah, cucu pulang ya?” sapa pria itu sambil menghampiri motor.
“Iya, datang kemarin sore,” jawab Akhdan sambil tersenyum bangga.
Aidan dan Matthew memperhatikan pria itu dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka belum pernah bertemu, tapi merasa pria itu cukup ramah.
“Oalah… halo,” kata pria itu sambil membungkuk sedikit ke arah mereka.
“Salim dulu, Nak,” bisik Akhdan lembut.
Tanpa ragu, Aidan dan Matthew turun dari motor dan menyalami tangan pria itu satu per satu.
“Duh gantengnya… rambutnya pirang ya!” ujar pria itu terkekeh. “Ini pasti anaknya Maizah ya? Gen bule dari bapaknya kuat banget!”
“Iya Pak Lando, mirip bapaknya banget cucu saya ini,” jawab Akhdan sambil mematikan mesin motor.
Tak lama, dari arah jalan muncul dua ibu-ibu yang baru selesai dari kebun. Salah satunya membawa keranjang berisi daun singkong dan jagung muda.
“Wah, Pak Akhdan, ini cucunya ya?” tanya salah satu ibu itu sambil mendekat.
“Iya Bu Desi,” jawab Akhdan sopan.
“Ya Allah bule banget ihh,” ucap ibu yang satu lagi sambil tertawa kecil dan menepuk tangan. “Kayak anak-anak artis di tivi itu. Rambutnya pirang, matanya gede…”
“Udah diajarin Bahasa Bugis belum tuh?” celetuk Pak Lando.
“Udah, dikit-dikit ngerti mereka tuh,” jawab Akhdan sambil tertawa. “Bilang ‘maelo’ dulu, Nak,” katanya pada cucunya.
“Maeloo,” ucap Aidan, menirukan dengan suara pelan.
Ibu-ibu itu tertawa terpingkal. “Aduh, lucu banget! Gini deh, besok-besok suruh Maizah bawa ke pasar. Biar dia tahu serunya pasar desa!”
“Ayo dong, mampir ke rumah. Kasih cucumu itu minum kelapa muda, Pak Akhdan,” tawar Bu Warni.
“Wah, boleh tuh. Tapi lain kali ya, sekarang udah sore, takut dimarahin ibunya kalau belum pulang,” kata Akhdan sambil tertawa.
Mereka pun berpamitan dengan hangat. Aidan dan Matthew melambaikan tangan kecil mereka saat motor kembali menyusuri jalan kecil.
Tbc.
...Komen dan Like dong biar aku makin semangat ngetik nya nih... besok aku double up😉...
semangatttt