"Bapak, neng lelah kerja. Uang tabungan untuk kuliah juga gak pernah bisa kumpul. Lama-lama neng bisa stress kerja di Garmen. Cariin suami yang bisa nafkahi neng dan keluarga kita, Pak! Neng nyerah ... hiikss." isak Euis
Keputusasaan telah memuncak di kepala dan hati Euis. Keputusan itu berawal karena dikhianati sang kekasih yang berjanji akan melamar, ternyata selingkuh dengan sahabatnya, Euis juga seringkali mendapat pelecehan dari Mandor tempatnya bekerja.
Prasetya, telah memiliki istri yang cantik yang berprofesi sebagai selebgram terkenal dan pengusaha kosmetik. Dia sangat mencintai Haura. Akan tetapi sang istri tidak pernah akur dengan orangtua Prasetyo. Hingga orangtua Prasetyo memaksanya untuk menikah lagi dengan gadis desa.
Sebagai selebgram, Haura mampu mengendalikan berita di media sosial. Netizen banyak mendukungnya untuk menghujat istri kedua Prasetyo hingga menjadi berita Hot news di beberapa platform medsos.
Akankah cinta Prasetyo terbagi?
Happy Reading 🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Anomali
Bab kesebelas, "Kau bercerita bahwa duniamu begitu indah, sementara kau matikan duniaku yang hanya tentangmu, haruskan aku ... " —Prasetya
🌷🌷🌷
"Teh Euiissss... Aku sudah bawain batagornya nih!" seru Zen di ambang pintu kamar Pras dengan menggoyangkan plastik jajanan.
"Ehh udah datang, sini masuk geulis." ucap Euis lembut
Dibalik punggung Zen, ada ibu Salamah yang sedang menggendong cucunya. Dia menyaksikan Euis sudah selesai menyuapi menantunya.
Euis beranjak berdiri dan mendekati Bu Salamah, "Sini Sandra saya gendong Bu, silahkan ibu ngobrol-ngobrol dulu dengan bapak." ucap Euis sopan.
"Iyah, terima kasih Euis. Sudah mengurus menantu ibu." Salamah melihat ketulusan yang Euis berikan.
Sambil menggendong Sandra dengan kain jarik, Euis mengangkat nampan berisi piring bekas Pras makan.
"Eh, jangan kamu yang bawa. Biar Zen yang bawa nampannya." Pras terlihat khawatir dan tatapan hangat pada Euis sempat terlihat oleh Bu Salamah
Sebagai seorang ibu, Salamah merasakan sebuah ancaman untuk putrinya yang susah di atur itu, dia khawatir Pras akan tergoda dengan kebaikan dan ketulusan Euis. Setelah Euis dan Zen keluar kamar, ia menatap Pras yang masih menatap pintu dengan tatapan khawatir.
"Nak Pras, maafkan ibu baru bisa datang ke sini. Kalau tahu nak Pras sakit, biar ibu yang merawat nak Pras." ucap Salamah dengan lembut
"Tidak apa-apa Bu, ibu juga pasti banyak pekerjaan. Saya tidak ingin merepotkan. Seharusnya Haura yang bisa merawat anak dan suaminya. Tapi ibu tahu sendiri kan bagaimana anak ibu. Sandra belum putus tali pusarnya saja sudah ditinggal." Pras melayangkan protes tentang istrinya.
Nada kecewa dan marah yang terpendam dari ucapan Prasetya, bisa Salamah rasakan.
"Maafkan anak ibu, nak Pras. Sepulangnya nanti akan ibu marahi Haura, dia sudah keterlaluan. Tapi ibu yakin dia akan berubah, nak. Pras sabar dulu ya, ibu janji akan membuat Haura berubah." janji Salamah
"Saya tidak tahu lagi harus bilang apa Bu, saya kenal Haura sudah lima tahun, pacaran tiga tahun dan menikah dua tahunan, kalau memang dia peduli dengan saya, seharusnya tidak dia lakukan hal seperti itu." Pras sudah skeptis dengan kelakuan istrinya.
"Semua manusia pasti bisa berubah menjadi lebih baik, saat ini dia sedang berjuang untuk cita-citanya, nak. Mohon dimengerti ya... " rayu Salamah
"Akan saya coba mengerti lagi." jawab Pras datar.
"Saya ingin istirahat Bu, kalau ada apa-apa ibu bisa minta tolong Tarjo atau bik Sumi." ucap Pras dengan nada dingin, ia lalu beranjak dari duduknya untuk kembali membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
Salamah menatap menantunya yang baik hati itu dengan tatapan sendu sekaligus ada kemarahan yang terpendam terhadap putrinya yang sudah menyia-nyiakan orang sebaik Prasetya. Akhirnya Salamah keluar dari kamar Pras setelah memastikan menantunya memejamkan mata.
Setelah Salamah menutup pintu, Pras mengambil ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan pada Haura.
"Masa Nifas-mu sudah selesai, Pulang sekarang, atau surat cerai aku kirim ke rumah orangtuamu!"
🌷🌷🌷
"Haha... Haha... " "Hihi... Hihi... "
Suara riuh tawa dua gadis terdengar saat Prasetya masuk ke rumah Umy Arini.
Di ruang keluarga pemandangan langka itu bisa ia nikmati dari sudut matanya. Adiknya jarang sekali bisa akrab dengan orang baru, pada Haura saja hingga sekarang Zaenab sangat tertutup dan menjaga jarak. Tapi bersama Euis, Zaenab bukan hanya mau menyapa, tapi juga bisa bercanda dan mencoba make-up bersama.
"Pras, baru pulang meeting, nak?" Arini menyodorkan punggung tangannya saat Pras menemuinya di ruang kerja Juragan Ali.
"Hmm... Iya Umy, Sandra mana, my?" Pras celingukan mencari putri kecilnya.
"Sstt... Dia baru aja bobo, tadi uring-uringan minta mimik ASI terpaksa Euis kasih susu formula, karena ASI yang dikirim dokter Efraim dari bank ASI habis. Anakmu itu pemilih sekali Pras." keluh Arini sambil menggoyangkan baby bouncer.
"Owh... " Pras yang irit bicara hanya melirik Sandra sekilas.
"Pras, kapan istrimu balik? Apa dia gak kasian sama anaknya, dari baru lahir sudah ditinggal tanpa diberi ASI. Umy, gak habis pikir sama Haura." Omel Arini.
"My, udahlah... Dia sedang berjuang. Lagian kita juga gak kesusahan mencari ASI buat Sandra." sanggah Pras setiap kali orangtuanya menyinggung dan membicarakan Haura
"Berjuang? Untuk siapa? Dan untuk apa dia berjuang, sementara kita selalu memenuhi kebutuhannya. Kalau dia pulang, Umy akan ngomong mau dia apa sih!" ancam Arini
"Umy! Aku kan sudah bilang, jika aku menuruti kemauan Abi dan Umy untuk menikahi wanita lain, Umy dan Abi tidak akan ikut campur lagi dengan rumah tanggaku." ucap Pras dengan nada tinggi
"Gimana Umy dan Abi gak ikut campur, kalau kamu harus fokus kerja dan anakmu yang masih bayi merah ditinggal begitu saja. Masih bagus Umy sama Abi perhatian merawat anakmu, kami juga ingin menikmati masa tua buat ibadah Pras. Alhamdulillah ada istri barumu, jadi kami bisa ikut pengajian kemana-mana." omel Arini dengan dada yang bergemuruh.
"Tapi buat apa kamu menikahi Euis, kalau kamu tinggal di rumah Green lake terus, sementara istri keduamu di sini. Tujuan kami menikahimu lagi, agar kamu dan Sandra ada yang mengurus. Bukan malah pisah ranjang terus." lanjut Arini protes
Juragan Ali yang sejak tadi tenggelam di depan angka-angka penjualan toko bahan bangunan dan laporan pabrik genteng miliknya, mengangkat kepala menatap wajah Prasetya.
"Pras! Duduk di depan Abi." titah Ali
Prasetya menarik langkah dan duduk di kursi depan Abi Ali, mereka hanya terhalang meja kerja yang penuh dokumen dan nota.
"Sebagai orangtua kami ingin yang terbaik untuk anak-anak. Semenjak menikah dengan Haura, kamu sering masuk rumah sakit karena Typus dan Gerd, sudah jadi gosip karyawan kalau istrimu sejak menikah hampir tiap hari tidak pernah ada di rumah. Dia tidak menjalankan perannya sebagai istri, lantas apa yang kamu harapkan dari rumah tanggamu, cinta? Apa cinta bisa membuat perutmu kenyang, apa cinta bisa membuat anakmu terurus tidak kekurangan gizi?" Ali menambahkan Omelan pada putranya yang keras kepala.
"Dan Abi minta, kamu pindah kesini. Abi menyiapkan kalian rumah sejak kalian masih kecil. Agar kami tidak jauh dari anak-anak. Sudah menikah malah kamu memilih pisah. Seburuk itu pengaruh istrimu pada kamu, Pras!" imbuhnya lagi.
"Kalau saja Abi dan Umy tidak selalu mengomentari kegiatan dan pakaian Haura, aku juga ingin tinggal dekat Umy dan Abi. Dia terkekang tinggal di sini. Dia juga butuh berkembang." keluh Prasetya
"Tiap hari pulang pagi, tidak pernah melihat kamu berangkat kerja atau menunggumu saat pulang kerja, apa itu namanya berkembang? Kalau pakaian Haura dikomentari Umy, sudah jelas WAJIB! karena kami keluarga terpandang di wilayah sini sebagai pebisnis dan pemuka agama. Abi masih mengisi ceramah kemana-mana, masa Abi dan Umy tidak bisa mengajarkan menantu sendiri." jawab Ali berusaha membuka pola pikir putranya yang sudah rusak karena Haura.
Prasetya terdiam. Ucapan kedua orangtuanya benar, dia yang terlalu lemah dan tidak bisa mendidik istrinya ke jalan yang benar.
"Sebenarnya Umy tidak ingin membandingkan Haura dan Euis, tapi perbedaan itu begitu nyata, Pras. Euis begitu sayang dengan anakmu, dia bersedia terjaga tengah malam untuk membuat susu atau menghangatkan ASI, dia mau mencuci popok dan baju anakmu. Dia juga rajin membawa anakmu imunisasi. Sandra bukan darah dagingnya Pras!" nasehat Umy
"Umy! Euis itu aku gaji setiap bulannya, wajar dia mengerjakan itu semua." bantah Prasetya
Juragan Ali berdiri, menatap tajam wajah putranya dengan dada yang naik turun.
"Pras! Dia itu istrimu! Saat kalian ijab kabul, seluruh Makhluk Arsy dan bumi menyaksikan sumpah janjimu, kamu akan memikul tanggung jawab baginya, surga dan nerakanya. Dia bukan pembantu yang hanya selesai tanggung jawabmu setelah memberinya gaji!" maki Ali dengan wajah memerah.
"Kau pikir dengan memberinya gaji bulanan, kamu sudah menafkahinya? Kamu harus tahu apa yang ia inginkan, apa yang membuatnya bahagia dan bersedih. Kamu Abi sekolahkan sampai S2 di Harvard tapi pola pikirmu tentang agama semakin menipis." Ali menarik napas dengan berat, ada ribuan kata yang ingin ia jejalkan di kepala putranya.
"Kami sudah bilang, kalau kamu tidak akan memberikan kebahagian pada Euis lebih baik jangan menikahinya. Tapi kamu sendiri yang akhirnya ngotot ingin menikahi Euis! Tapi bukannya kamu perlakukan dia seperti istri malah kamu jadikan baby sitter dan kamu sembunyikan. Mau kamu apa sih!" Arini kembali mencecar dan menampar putranya dengan kenyataan.
"Hai... Hallo semua! Owalaah sayang! Kamu ada di sini! Aku ke kantor, kamu gak ada. ternyata di sini!" suara ceria Haura begitu nyaring dan menggema di ruangan kerja Juragan Ali.
Ketiga orang di dalam ruangan itu saling tatap dan menatap sosok wanita di ambang pintu dengan heran.
Sosok yang suaranya mirip Haura namun wajahnya berbeda, hidungnya terlihat kaku seperti ada tusuk gigi yang menyengkal lubang hidungnya, matanya terlihat lebih besar seperti figur MangaToon, bibirnya tebal dan berbelah, senyumnya terlihat tidak lagi presisi dan enggan tertarik lebih lebar. Pakaiannya... Ah! Entahlah...
"Ka-kamu... Siapa?!" tanya Prasetya kaget dan gugup
"Aku istrimu sayang... " Haura mengecup bibir Pras di depan kedua mertuanya hingga terdengar bunyi kecupan yang nyaring.
"Astaghfirullah hal adziimm... " semua serempak mengucap istighfar dan juragan Ali segera merubah arah pandangnya.
"Pras urus istrimu sana!! bilang sama istrimu baju kurang bahan itu jangan dia pakai lagi. Aku masih mampu membeli pabrik bahan untuk menutupi auratnya!" usir Juragan Ali
Prasetya menarik Haura keluar dari ruang kerja Abi Ali, wajahnya terlihat memendam kemarahan, rahangnya mengeras dengan gigi geraham yang saling mengancing rapat, matanya terlihat merah menahan amarah yang besar.
Pras membawa Haura ke rumah yang disediakan Abi Ali untuk anak-anaknya.
"Pras apaan sih sakit tauk! Jangan seret aku, aku masih lelah sayang." protes Haura dengan gaya yang dia buat manja
"Apa-apaan kamu pakai baju seperti itu! Dan ini... Apa ini Haura?!!" bentak Pras dengan nada tinggi sambil menatap istrinya dari atas sampai bawah dengan wajah kecewa.
"Sayang, aku terburu-buru datang ke sini, abis sih kamu pake ngancem cerai segala, gak lucu tauk! Aku baru pulang photoshoot perdana untuk produk baju tidur." Haura merapihkan kukunya yang tergores kancing kemeja Pras
"Ya Tuhan... Aku harus ngomong apa lagi sama kamu, Ra! Bagaimana jika wajah kamu dengan memakai lingerie terpampang di majalah atau medsos, apa kata keluargaku dan jamaah Abi!" Pras meremas kasar rambutnya lalu ia memukul tembok berkali-kali.
"Pras! Aku sudah bilang sama kamu, setelah aku memberimu anak, kamu harus membebaskan aku berkarier. Kamu jangan ingkar janji, Pras!" Haura tidak kalah sengit dengan kemarahan Pras.
"Karier apa yang kamu maksud? Aku menyetujui kamu punya usaha skincare, jalani itu sampai sukses, jangan kamu terlantarkan anak buahmu. Dua bulan mereka kerja belum kamu beri upah!" maki Prasetya
Pras memejamkan matanya dan menarik napas lagi, "Aku tidak mendukung karier keartisan kamu!!" bentak Pras dengan nada tinggi
Haura, kamu adalah enigma yang tidak bisa terpecahkan dalam fikir dan zikir. Ribuan sesal mendiami sudut hatiku, tumbuh perlahan hingga sulit dikendalikan. Rasa sesal ini sama seperti sikapmu; —Anomali yang mengganggu.
Cinta yang mengakar di dalam hati perlahan terangkat, mungkin karena cinta tidak lagi kau pupuk dengan baik. Atau aku yang mulai menerima 'keasingan' dirinya yang mulai menggelitik.
Kau pernah menjadi duniaku, tapi tidak bisa selamanya aku tinggal di duniamu. —Prasetya
...💐💐💐💐💐...
B e r s a m b u n g...
Gaes beri dukungan like dan komen ya, terima kasih 🙏🌷🌷
Wajarlah harris mendekati euis dikira msh sendiri....
Mau sampai kapan disembunyikan pernikahan dengan euis pras, kasian euis perasaannya pasti sangat kecewa suami tidak mau mengakui istrinya didepan orang2...
kasihan Pras, udh dikibulin istrinya juga sahabatnya 😭😭