Harin Adinata, putri kaya yang kabur dari rumah, menumpang di apartemen sahabatnya Sean, tapi justru terjebak dalam romansa tak terduga dengan kakak Sean, Hyun-jae. Aktor terkenal yang misterius dan penuh rahasia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Luna diam-diam terus memperhatikan Harin dari tempatnya. Sesekali ia tersenyum sinis, pikirannya di penuhi dengan iri hati. Padahal dia sudah senang karena perempuan itu kabur dari rumah. Luna bahkan berharap Harin tidak akan pernah kembali lagi agar dia mendapatkan semuanya.
Kasih sayang ayah kandung gadis itu, harta, ketenaran, dan nama baik. Dia ingin hanya dia yang dikenal sebagai putri dari keluarga Adinata. Sayang sekali dia hanya putri tiri.
Dari SMP, dia hanya di kenal sebagai anak babu. Lebih mirisnya lagi, mamanya adalah pembantu di rumah Harin. Saat mereka SMA, mama kandung Harin meninggal. Mamanya diam-diam mencari kesempatan agar bisa di lirik oleh papa Harin.
Beruntungnya papa Harin tergoda dan akhirnya menikah mamanya walaupun hanya secara sirih. Setidaknya sekarang dia bukan anak pembantu lagi. Dan dia sudah bisa di bilang setara dengan Harin.
Lihat saja, hanya bilang dia pengen jadi aktris, salah satu manajer pemasaran yang bekerja di perusahaan papa tirinya langsung memakai orang dalam untuk mewujudkan impiannya. Walau masih aktris baru yang belum terkenal, Luna bisa dibilang cukup berkuasa karena koneksinya. Dan dia yakin, seiring dengan berjalannya waktu dirinya pasti akan jadi aktris besar, dan bisa bersanding dengan sosok terkenal seperti Hyun-jae.
Tapi, lagi-lagi Harin merusak suasana hatinya. Jelas-jelas dia penggemar berat Hyun-jae, namun entah bagaimana gadis itu bisa menjadi asisten aktor terkenal itu. Bukan hanya itu, mereka bahkan tampak dekat.
Meski Harin berpenampilan biasa-biasa saja, banyak kru bahkan model dan aktris lain yang memuji kecantikannya. Perempuan itu selalu berhasil mengambil perhatian yang harusnya ditujukan pada dia, dan Luna benci itu.
Kenapa dia nggak menghilang selamanya aja? Kenapa harus muncul di sini? Kenapa harus jadi asisten Hyun-jae. Harin, kamu sangat menyebalkan. Dari jaman sekolah kau selalu mencuri perhatian yang harusnya menjadi milikku.
Ucap Luna dalam hati. Ia tersenyum sinis.
"Lihat, lihat! Hyun-jae tarik tangannya. Gadis itu beneran cuma asisten? Kok mereka kayak dekat banget gitu?"
"Betul, Hyun-jae juga kadang senyum pada gadis itu. Aku yakin pasti ada sesuatu. Astagaa, mau juga dong tukar posisi sama tuh cewek."
Wajah Luna makin tidak senang mendengar gosip-gosip di belakangnya. Saat ia melihat Harin berjalan menjauh dari Hyun-jae, Luna diam-diam mengikutinya. Dalam hatinya ada niat jahat.
"Baik, kita akan segera syuting scene terakhir hari ini! Semua aktor dan aktris harap berkumpul!" Teriak sutradara.
Luna sudah tidak ada scene lagi. Karena masih aktris baru yang tidak terkenal, perannya masih sangat minim. Itu pun hanya jadi pembantu. Ia tidak suka, tapi mau bagaimana lagi. Yang penting bisa syuting dengan Hyun-jae.
Lupakan itu. Ia terus mengikuti langkah kaki Harin. Entah perempuan itu mau ke mana.
"Oh, toilet rupanya." ucap Luna pelan.
Ketika Harin masuk, ia pun melangkah perlahan tanpa membunyikan sepatunya, mengunci bilik toilet dari luar. Tidak cukup itu saja, Luna juga meletakkan tulisan "toilet ini sedang diperbaiki" di luar pintu masuk toilet.
Ia pergi dengan senyum puas setelah melakukan itu. Ketika Harin hendak membuka pintu, gadis itu tidak berhasil.
"Kok nggak bisa di buka? Pintunya rusak?" Harin terus membuka dengan sekuat tenaga tapi tidak berhasil.
"Hellow? Ada orang di luar? Tolong, aku terkunci di toilet, tolong! Hellow!"
Sayangnya sampai suaranya serak, tak ada satupun orang yang dengar. Harin memilih duduk sebentar. Ia sudah capek berteriak, kerongkongannya sakit.
Toilet lantai atas itu sepi, hanya suara gemericik air dari keran yang menetes terdengar samar. Harin duduk di lantai, punggungnya menempel ke pintu bilik. Matanya berkaca-kaca, lututnya mulai lemah karena sudah terlalu lama terkunci.
Sementara itu, Hyun-jae masih mondar-mandir di sekitar studio yang semakin kosong. Syuting sudah berakhir, kru sudah membereskan peralatan, sebagian besar aktor dan aktris sudah pamit. Hanya tersisa beberapa staf teknis yang sibuk menutup lampu. Raut wajahnya jelas menampakkan keresahan.
Seharusnya si manja itu sudah kembali sejak tadi.
ucapnya dalam hati sambil menoleh keluar pintu.
Juno yang baru saja menerima telepon dari pihak produksi terlihat buru-buru masuk ruang ganti.
"Hyun-jae, aku harus segera ke kantor manajemen lain. Mereka minta aku datang sekarang."
Hyun-jae mengangguk singkat, tapi matanya masih menyapu ruangan dengan gelisah. Dia tak pernah segelisah ini sebelumnya.
"Kau lihat Harin ke mana tadi?"
Juno berhenti sebentar, mengernyit.
"Bukannya dia tadi ke toilet?"
"Ah, baik. Kau pergilah." Juno mengangguk dan kembali berjalan keluar dari studio tersebut.
Studio tambah hening. Hyun-jae akhirnya memutuskan untuk mencari sendiri. Ia menelusuri lorong panjang menuju toilet bawah. Pintu-pintu bilik dicek nya satu per satu. Kosong. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Harin.
Ia lalu menaiki tangga ke lantai atas. Lorong di lantai itu lebih sunyi. Lampu-lampu berkelip, sebagian redup. Suasana terasa asing, seolah bangunan itu sudah benar-benar ditinggalkan. Saat melewati deretan pintu, tiba-tiba telinganya menangkap sesuatu.
"...tolong…" suara lirih, nyaris tenggelam.
Langkah Hyun-jae terhenti. Ia menoleh ke arah deretan bilik toilet paling ujung. Jaraknya agak jauh dari pintu masuk, sengaja dibuat terpisah agar tidak terlalu ramai. Hening kembali, hanya bunyi angin dari ventilasi.
Hyun-jae mendekat perlahan. Dari dalam bilik, terdengar bunyi ketukan lemah di pintu kayu. Dengan sigap Hyun-jae memutar gagang pintu, tapi terkunci. Ia menggedor-gedor. Kuncinya kenapa bisa terkunci dari luar? Hyun-jae merasa geram.
Ia berjongkok, mencoba mengintip dari celah bawah pintu. Ia bisa melihat bayangan Harin yang meringkuk di sana. Rasa panik langsung melanda. Ia juga bingung kenapa dengannya, tapi saat ini dia merasa benar-benar panik.
"Tahan sebentar, Harin! Aku akan membukanya."
Hyun-jae berdiri lagi, menendang pintu sekali, dua kali. Bunyi keras menggema di seluruh ruangan. Pada tendangan ketiga, kunci berkarat itu jebol, pintu terbuka lebar. Harin terlonjak kecil, wajahnya pucat karena ketakutan sejak tadi, juga kedinginan. AC-nya terlalu kuat.
Begitu ia melihat sosok Hyun-jae berdiri di depan pintu, tanpa pikir panjang Harin melompat ke tubuhnya, melingkarkan kedua kakinya di pinggang Hyun-jae, kedua tangannya memeluk leher pria itu, lalu ia menangis sejadi-jadinya.
"Hwaaaa ... Aku nggak jadi matiii oppaa... Hiks ... Hikss ..."
Hyun-jae tercengang, tidak menyangka gadis itu akan melompat ke tubuhnya dan menangis seperti sekarang. Bahkan bilang kalimat random seperti kematian. Gadis manja ini memang terlalu random kadang-kadang. Tapi yang paling membuat Hyun-jae lega adalah, Harin baik-baik saja.
"Kamu mau menempel padaku sampai kapan?" suara datar itu membuat Harin segera sadar terhadap perbuatannya.