Menjadi janda bukanlah sebuah pilihan bagiku,
Tahun pun telah berlalu dan waktu telah menjawab segala perbuatan seseorang.
Cinta itu datang kembali namun tidak sendiri, suamiku yang telah mencampakkan diriku dengan talak tiga yang ku terima secara mendadak. Kini Dia datang kembali di saat sebuah cinta yang lain telah menghampiri diriku yang sebenarnya telah menutup hati untuk siapapun..
Siapa yang harus aku pilih? Sedangkan hati ini masih ragu untuk melangkah kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dukungan Ratih dan Rudi
POV Dokter Dian
Semenjak mendengar cerita tentang kehidupan Lintang, yang kini sudah berpisah dari Iwan. Pada saat tertentu dokter Dian kembali teringat kejadian demi kejadian dengan Lintang ketika dia berjuang dengan kelahiran putrinya.
"Lintang, aku tidak pernah menduga kita akan bertemu dalam situasi yang bertolak belakang, kau telah sendiri dengan putrimu yang lucu." Mata Dokter Dian menerawang jauh menerobos jalan, dengan Rudi sebagai sopir yang sedikit mencuri-curi pandang darinya.
"Penderitaan mu ternyata harus berujung pada perceraian, ini sangat ironis, Lintang! Kenapa hatiku kian bergetar tatkala mendengar kau sudah bercerai dengan Iwan, ini jauh dari ekspektasi sebetulnya. Tapi matamu yang teduh itu mengatakan, bahwa kau sedang rapuh, dan tidak sedang dalam keadaaan yang baik-baik saja. Semoga ada celah bagiku untuk mengobati luka hatimu, Lintang," batin dokter Dian sendiri bergejolak, tidak menduga wanita yang sempat ia kagumi dengan kegigihannya mempertahankan kesetiaan dan harga dirinya kini telah hidup dengan titel janda yang ia sandang.
intensitas bertemu dengan Rudi dan Ratih, pun kini menjadi jadwal rutin bagi dokter Dian hanya untuk mengorek berita tentang Lintang dari Ratih.
"Mas Dian memang sudah kenal sama Mbak Lintang? Sesuatu yang tidak terduga dong! Putrinya lucu ya mas! Aku suka lesung pipinya yang imut,"ucapan Rudi membuyarkan lamunannya dan semakin membawa ingatan dokter Dian pada beberapa tahun lalu.
"Mas, mbak Lintang itu orangnya tertutup loh, jadi mas Dian wajib bersabar untuk membuka celah hatinya," bukan menutupi keadaan saudara tuanya, Ratih malah semakin semangat ketika mengetahui bahwa calon Abang iparnya sudah mengenal jauh Lintang serta sedang menaruh hati padanya.
"Benarkah? hemm bantu doa ya!" senyum dokter Dian manis semanis gudeg Pawon, khas kota Jogja.
"Semua hanya seperti mimpi, tidak terduga sama sekali pertemuan ini akan membawa cerita baru,"
Genggaman tangan Lintang yang sangat kuat tatkala berjuang sendiri untuk melahirkan buah cinta mereka, yang tidak diinginkan oleh mertua dan suaminya.
Kepasrahan Lintang dengan memberikan kepadanya, putri kecil yang baru saja ia perjuangkan dan yang baru saja di bersihkan untuk di berikan kalimat lafadz adzan.
"Ah... Lintang mana mungkin aku lupa semua itu, bila saat ini adalah bagian dukamu, tunggu aku! Aku pastikan akan membawamu kedalam duniamu yang seharusnya, sebagai ibu dan wanita yang terhormat pada umumnya," lagi-lagi batin dokter Dian sedang berandai-andai, sekuat mungkin menyatukan angan-angannya yang jelas terpenggal hingga sekian lama.
Sebelum Iwan menggila dengan jelas jelas selingkuh dan membawa wanita bernama Rahma, untuk periksa kandungan kerumah sakit daerah dimana dokter Dian bertugas. Secara diam-diam dokter Dian membaca seluruh riwayat kedua wanita yang berada dalam perawatannya.
Ini murni bukan cemburu, tapi semata untuk mencari kambing hitam agar seluruh tak-tik penolakan Lintang bersama anak dalam kandungannya akan memudahkan Iwan untuk membawa masuk wanita lain dan membuang begitu saja Lintang.
Iwan yang tiba-tiba mengancam akan mencemarkan nama baiknya sebagai dokter kalau masih saja dekat kepada Lintang, sedangkan itu tidak sedikitpun terlintas pada pikiran dokter Dian, karena dia sendiri berprofesi sebagai dokter Obgyn, dan Lintang adalah pasien.
Mau tidak mau demi menjaga nama baik dokter Dian dan kehormatan Lintang, dengan bantuan sesama dokter obgyn Lintang menjadi pasien yang dilimpahkan ke dokter lain di dalam rumah sakit daerah itu.
"Mas kok senyum-senyum sendiri, heemm sepertinya ada sesuatu yang bersemi ini yaa?" Rudi menatap wajah saudara kandungnya yang selama ini telah menutup mata dan hati setelah sekian lama pengkhianatan sang kekasih yang meninggalkan cinta setianya, hanya kurang satu langkah untuk menjalani jenjang pernikahan, namun harus kandas di tengah jalan.
"Kalau sayang katakan sayang mas, jangan sampai hilang lagi, ha ha ha," Rudi semakin memberikan percik kerinduan pada saudara tuanya.
Ratih ikut menimpali gurauan kakak beradik itu dengan kerling mata mengarah ke Rudi, "Pokoknya aku juga siap jadi Mak Jomblangnya mas, asal berjalan di aspal mulus saja, he he he ,"
"Nggak ada Rud, hanya saja Lintang adalah wanita kuat setahuku dan dia baik menurutku. Tapi kenapa harus pahit kehidupannya." Mata dokter Dian tetap saja menikmati keramaian sudut kota pelajar yang padat didepannya tanpa menoleh kearah Rudi dan Ratih yang setia menjadi lawan bicaranya.
"Sudah cerai mas, tapi yang namanya nasib semua juga tidak bisa terduga mas, he he he tapi doakan saya lancar hingga tua nanti hidup dengan Ratih, ya mas," Rudi pun sama halnya, berbicara namun tetap fokus pada keramaian pojok perempatan tugu jogja di kota pelajar itu.
"Rud, mas minta tolong bisa!"
"Tentu dong, mau pedekate sama mbak Lintang ya, ha ha ha boleh mas boleh sekali," gurauan Rudi nyatanya bisa membuat dokter Dian sementara lupa hirup udara sesaat.
Dokter Dian menoleh ke arah Rudi dan Ratih lalu mereka saling melempar senyuman, sebagai laki-laki dewasa tentu itu bukan sebuah rahasia lagi.
"Semoga tidak sulit mendekatinya, andai ini mas lakukan apakah kalian setuju? Masih terlalu dini sebenarnya untuk berkhayal tentang kemauan ini Rud," Dokter Dian sepertinya tidak yakin dengan harapannya.
"Mas Dian serius! Apa iya mbak Lintang mau menerima perjaka tua seperti mas ini, tapi apa salahnya berjuang mas!" Rudi menepuk punggung sang kakak dengan intonasi ucapan semangat untuknya.
Dokter Dian membalas senyuman itu dengan kerling matanya yang penuh arti.
waktu pun berjalan dengan cepat, hingga tiba saat mereka harus saling berpisah, dokter Dian harus kembali ke kota tempatnya mengemban tugas.
"Kita ke sebuah tempat Rud, aku ingin membelikan sesuatu buat gadis lucu itu," Pinta dokter Dian sembari membuka ponselnya, dan menyibukkan diri dengan short message yang baru saja di terima.
Dokter Dian bersama Rudi memesan segala keinginannya, meminta tolong kepada kurir untuk mengirimkan bingkisan untuk Shasy. Di saat mata dokter Dian mengalihkan pandanganya dia melihat store watch branded, seketika teringat ingin menyelipkan sesuatu untuk Lintang juga.
"Semoga menjadi awal yang indah, duh mas agak nervous Rud ha ha ha, apa ini tidak terlalu cepat kan?" Dokter Dian Mengusap keningnya yang tidak berkeringat.
Setelah semua rencana selesai mereka lakukan, akhirnya perpisahan antara dia bersaudara itu harus benar-benar terjadi.
tinggallah Rudi dengan Ratih yang sedang menikmati kebersamaan mereka, sambil mendengarkan musik didalam mobil mereka kembali Ratih membuka pembicaraan yang baru saja mereka bahas, mengenai dokter Dian dan kakaknya sendiri Lintang.
"Mas, aku kok jadi semangat ya! semoga mereka bisa menjadi satu, tapi..." suara Ratih berhenti sambil menyeruput minuman dalam kemasan yang masih tersisa didalam botolnya.
POV OFF
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
To be continued 😉
Salam Sayang Selalu by RR 😘
awassss lohhh anumu ntar di sambel sama bini sahnya