MENIKAHI Mr. Arrogan

Tap... Tap...

Langkah Kenaan masuk ke dalam rumah, ia melihat sang istri dan Mamanya mengobrol di ruang tengah.

"Ken, tumben pulang lebih awal?" tanya Marry.

"Hm, iya Ma. Boleh aku mengajak Hana ke atas?" tanya Kenaan seolah tak enak mengganggu obrolan Mamanya dengan sang istri.

"Tentu boleh, Hana next time kita ngobrol lagi."

"Siap, Ma." Hana tersenyum lalu pamit mengikuti langkah Kenaan menaiki tangga.

"Bawakan tasku," ujar Kenaan menyodorkan tas kerjanya.

Hana hanya mengangguk dan membawa tas kerja Kenaan sampai ke kamar.

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?" tanya Hana sekedar basa-basi.

Kenaan terdiam tanpa berniat menjawab pertanyaan Hana.

Merasa sia-sia, Hana pun memilih masuk ke dalam toilet menyiapkan air untuk Kenaan mandi. Tak disangka, laki-laki itu mengikutinya.

Kenaan bersandar di pintu melihat Hana dengan tangan terlipat di depan dada.

"Mandilah!"

Kenaan hanya menatapnya.

"Aku akan keluar, masuklah Ken! Jangan berada di pintu!"

Kenaan mengusap pipi Hana tiba-tiba lalu membisik.

"Katakan! Anak siapa yang ada di rahimmu? Anakku? Atau anak Arka!" tanya Kenaan.

Deg.

Hana terdiam, meski besar kemungkinan Kenaan tahu ia hamil tapi kenapa secepat ini?

"A-anakmu!" jawab Hana menunduk, ia sungguh tak siap jika Kenaan akan kasar lagi padanya.

"Anakku? Aku ingat, hari dimana kita melakukannya bukankah kamu sudah tidak perawan?"

"Tapi ini beneran anak kam..."

"Stttt... Anakku ya? Hahaha, wanita sepertimu pasti sudah sering melakukan trik ini bukan?"

"Terserah kalau kamu tak percaya, aku tidak memintamu untuk mengakuinya!" Hana hendak menerobos keluar tapi tangan kekar Kenaan terus menahannya.

"Baiklah, aku tak akan mendebatnya sementara waktu! Jadi, temani aku mandi."

Hana menatap Kenaan dengan kening berkerut.

"Kenapa? Tidak mau? Apa uang yang kuberi tak cukup membayarmu?" tanya Kenaan dengan wajah datar.

Melihat Hana terdiam, bibirnya mulai menyunggingkan senyum tipis, sangat tipis nyaris tak terlihat.

"Sangat cukup! Lain kali tak perlu repot-repot menyiapkan cash, kau bisa mentransfernya langsung ke rekeningku!" kesal Hana.

Harga dirinya sudah jatuh, dari pada uang itu tak berguna. Lebih baik sekalian saja ia memanfaatkan uang itu untuk modal kabur suatu hari nanti.

"Oh, sudah berani membantah!" Kenaan mendorong tubuh Hana, membalikkan badan lalu mengunci pintu toilet.

"Hati-hati sayang, nanti kamu kepleset. Aku jadi gak akan tau anak siapa yang kamu kandung itu," sinis Kenaan.

Hana menghela napas, ia tak tahu apa yang akan Kenaan lakukan. Laki-laki itu jauh berbeda 180 derajat dari saat mereka berteman bahkan menjadi tetangga beberapa bulan terakhir ini.

"Ken, lebih baik kamu mandi dan biarkan aku keluar."

"Ck, Keluar? Bukankah kamu tahu tugas-tugasmu sekarang adalah melayaniku?"

Glek.

Hana kesusahan menelan saliva, ia menunduk dan berfikir bagaimana caranya kabur dari cengkraman Kenaan saat ini. Sebab seluruh tubuhnya terasa remuk sekarang, Hana takut kalau Kenaan akan kembali melakukannya jika ia menurut.

"Come on, Hana." Kenaan menarik tangan Hana agar menyentuh junior miliknya.

"Dia tidur, jadi kita hanya perlu mandi."

Wajah Hana sudah merah padam, antara malu tapi juga merasakan telapak tangannya tak menyentuh sesuatu yang tegak. Dan artinya, Kenaan memang tak berbohong.

"Dasar me sum! Aku sudah mandi, Ken. Jadi biarkan aku keluar sekarang!"

"Jangan membantah," bisik Kenaan pelan tapi penuh penekanan.

"Ah, baik." Hana menurut, ia akhirnya mengikuti Kenaan. Laki-laki itu memintanya ikut masuk ke dalam bathub tanpa melepas pakaian lebih dulu. Sementara Hana tertegun saat Kenaan membuka seluruh pakaiannya.

"Apa ini, dia bilang tidur! Tapi itu apa?" Hana menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

Ah sial.

"Gosok punggungku," titah Kenaan.

Hana yang sedari tadi terdiam menutup wajahnya pun kembali terkejut dengan bentakan Kenaan.

"Cepat! Kamu sengaja ya buat aku marah-marah, hah?"

"Sabar," kesal Hana.

Menghela napas lega karena Kenaan tak melakukannya, ia hanya dipaksa untuk masuk ke dalam bathub dan menggosok punggungnya.

Selesai mandi, mereka pun keluar. Dengan sigap Hana menyiapkan pakaian Kenaan sebelum laki-laki itu kembali naik pitam.

"Aku beri kamu kesempatan jujur, milik siapa bayi dalam rahimmu itu?"

"Anakmu!"

"Mana mungkin?" teriak Kenaan.

"Lalu untuk apa kau bertanya kalau tak mempercayainya?" tanya Hana tak kalah keras. Ia sudah capek berdebat dengan Kenaan apapun itu.

"Aku harus percaya? Lalu, siapa laki-laki yang menidurimu pertama kali?"

"Itu masalalu, apa kamu harus tahu semuanya? Lalu, siapa saja wanita yang sudah tidur denganmu? Yang di apartemen itu? Atau yang duduk di pangkuanmu saat aku datang ke kantor?"

"Atau bahkan setiap wanita yang berkencan denganmu sudah kamu tiduri satu per..."

Plakk...

"Keluar!' titah Kenaan.

Hana memegangi pipinya yang sakit karena tamparan Kenaan yang terasa panas.

Setelah selesai mengganti pakaiannya, Hana meraih ponsel dan tasnya keluar dari kamar Kenaan.

Ia berlari ke bawah, akan tetapi terhenti saat melihat Bibi sedang menyiapkan makan malam.

"Non, boleh minta tolong panggilkan Tuan Kenaan. Makan malam sudah siap."

"Bibi panggil saja, aku ada sedikit urusan!" ujar Hana buru-buru pergi.

Hana meninggalkan rumah mewah Marry dengan senyum kecut, dalam hati mengumpati Kenaan dengan sumpah serapahnya.

"Dasar Kenaan sia lan! Kalau saja aku bisa bilang laki-laki itu kamu! Argh..."

Hana memesan taksi online kemudian pergi.

"Mana istrimu, Ken? Kenapa tidak ikut makan malam?" tanya Marry menyelidik.

"Hana gak enak badan, Ma."

Marry mengangguk-ngangguk, lalu memulai makannya dalam diam.

"Ken, Mama akan ke LN." Marry menarik napas, ia menatap Kenaan penuh harap.

"Kamu baik-baik sama Hana, bisa?" sambungnya lagi.

"Tentu bisa, Ma. Hana kan istriku? Mama meragukanku," ujar Kenaan cuek.

"Mama pergi cukup lama sayang, jadi wajar kalau Mama sedikit khawatir sama kalian! Hana sebenarnya baik..."

"Mama tenang aja, semuanya aman. Mama cukup pergi nyenengin diri sendiri, apapun yang membuat Mama senang, lakukan!"

"Baiklah, Mama bisa jalan-jalan dengan tenang. Satu lagi, berhenti bermain-main dengan wanita! Sekarang kamu seorang suami, punya istri dan tanggung jawab yang lebih berat. Ancaman Mama masih berlaku kalau kamu macem-macem sama menantu Mama."

"Ya, Ma."

***

Esoknya, Marry bersiap berangkat akan tetapi tertegun saat lagi dan lagi Kenaan hanya turun seorang diri bahkan dengan wajah kusut.

"Hana mana?" tanya Marry.

"Hana, ehm Mama berangkat saja, Ma. Biar nanti aku yang bilang ke Hana. Kasian dia masih sakit jadi aku nggak bangunin," bohong Kenaan.

"Yasudah, kalian jaga diri baik-baik."

Kenaan mengangguk.

Marry pergi dengan diantar sopir ke bandara. Sementara Kenaan langsung melajukan mobilnya untuk mencari Hana.

Tujuannya hanya satu, apartemen.

Dengan tak sabar ia menuju apartemen Hana lalu menekan sandi yang sudah ia ketahui.

Brakkk! Kenaan menggebrak pintu kamar.

Tampak Arka disana sedang mengompres Hana.

Prang!

"Kau benar-benar breng sek! Beraninya disini bersama istriku!" teriak Kenaan mendekat dan langsung mencengkram kemeja Arka.

Bugh.

Bugh.

"Kau yang breng sek!" maki Arka tak mau kalah memukul Kenaan.

Hana memegangi kepalanya yang pusing dan terkejut saat melihat Kenaan dan Arka saling pukul.

"Stop! Ken, stop!" Hana berusaha melindungi Arka, karena laki-laki itu tak bersalah.

Bugh. Pukulan terakhir Kenaan bukan mengenai Arka tapi Hana. Tepat mengenai hidung hingga mengeluarkan darah segar.

"Kau breng sek! Laki bia dab!" maki Arka tak kuasa menahan amarahnya.

"Hana bangun, Han!" panik Arka.

Ia hendak menggendong Hana tapi Kenaan lebih dulu mendorongnya dan menggendong paksa Hana.